Kamis, 14 April 2016

MAHACINTA SANG DURJANA (Part 3)

Sinta bersimpuh meratap di hadapan Sinta - google image
Setelah kematian Rahwana, perang pun terhenti. Seluruh pasukan Alengka menyerah. Sinta diboyong lagi ke Ayodya oleh Sri Rama. Sementara sebagai negeri taklukan, Rama mengangkat Wibisana adik Rahwana menjadi raja baru di Alengka.

Sebulan setelah berkumpul lagi dengan Rama di istana Ayodya, Sinta mengandung. Tetapi keadaan ini justru menjadi awal dari retaknya hubungan cinta Rama dan Sinta.

“Aku tak menyangka, kau telah mengkhianatiku adinda!” ucap Rama ketika istrinya bercerita tentang kehamilannya.

“Janin yang ada dalam perutmu itu pasti hasil perselingkuhanmu dengan Rahwana!”

“Selama di Argasoka, Rahwana telah menodaimu!”

Sinta tersentak, tak disangka Rama tega mengatakan tuduhan itu.

“Demi Dewa Wisnu yang menitis kepadamu, demi Dewi Laksmi yang bereinkarnasi dalam jiwaku, aku bersumpah! Tak pernah sekalipun Dasamuka menyentuhku!” Sinta menangis sambil bersimpuh dihadapan Sri Rama.

“Kau telah membuat aib bagi Ayodya! Kau tidak pantas lagi menjadi permaisuriku Sinta!”

Meski sudah berkata sejujurnya bahwa selama tiga tahun diculik Rahwana dan dikurung di taman Argasoka, Sinta masih terjaga kesuciannya, namun Sri Rama tetap tak percaya bahwa janin dalam kandungan istrinya adalah buah darinya.

Akhirnya Sinta nekad memberanikan diri bahwa untuk membuktikan kejujuran dan kesuciannya, ia rela menjalani Sumpah Obong (menceburkan diri ke bara api). Jika tubuh Sinta hangus terbakar, maka ia telah ternoda seperti yang dituduhkan Rama. Tetapi sebaliknya bila ia tak mempan oleh api, itu pertanda bahwa kesucian Sinta benar-benar masih terjaga.

Upacara sumpah obong pun dilaksanakan. Saat api yang disiapkan para prajurit Ayod telah membara, seketika Sinta menceburkan diri ke bara api itu. Tanpa sepengatuhan siapa pun, Dewi Agni (Dewi Api) telah menunggu didalam dan menolong Sinta hingga ia tak terbakar sedikitpun.

Sinta pun keluar dari puing-puing bara api yang telah padam. Tubuhnya masih utuh, tak ada luka bakar sedikitpun.

“Aku masih belum percaya, begitu cepatnya kau hamil! Padahal baru saja engkau berkumpul denganku adinda!”

“Kau harus menjalani masa pengasingan lagi di hutan Barata untuk menguji kesucianmu!” sabda Sri Rama.

“Laksmana adikku, bawa Sinta ke tengah hutan Barata lagi! Biarkan dia menjalani pembuktian disana!”

“Wahai kakakku Sri Ramawijaya, pikirkan sekali lagi keputusanmu ini.” Bujuk Laksmana.

“Dewi Sinta sedang mengandung, aku tidak tega menjalankan titahmu!”
“Laksmana, ini perintah raja!”
“Sendiko dawuh gusti.” sembah Laksmana sembari segera membawa Sinta.

Sesampainya di tengah hutan Barata, Laksmana lagi-lagi tidak tega melihat kondisi kakak iparnya yang tengah mengandung. Ia pun membuatkan sebuah gubug kecil sebagai tempat tinggal Sinta.

“Kakak, maafkan aku tidak bisa menemanimu disini, aku harus kembali ke Ayodya.” penuh dengan cucuran air mata Laksmana pamit.

“Kembalilah adikku, jika ini bisa membuat prabu Rama sadar, aku rela menjalani semuanya.” jawab Sinta dengan penuh ketegaran.

Beberapa lama tinggal sendirian di tengah hutan, akhirnya tiba waktunya Sinta akan melahirkan. Didalam gubug yang sempit ia berbaring menahan sakit teramat sangat dari perutnya. Ditahan sekuat-kuatnya rasa nyeri yang kian mendorong sesuatu keluar dari rahimnya. Nafasnya tersengal-sengal, dicengkeramnya apa pun yang bisa diraih oleh kedua tangan.

Naas nasib wanita malang itu. Benda yang dipegang Sinta dan dicengkeramnya ternyata seekor ular berbisa yang langsung mematuknya. Sinta menjerit sekeras-sekarasnya menahan gigitan ular yang sontak membuat dua janin kembar keluar dari rahimnya.

Tangisan dan jeritan Dewi Sinta terdengar oleh Rahwana yang sedang dalam perjalanan menuju alam Dhurma (alam keabadian setelah alam kematian). Rahwana seketika berontak dari kawalan Begawan Yomodipathi (Malaikat Kematian) dan nekad menerobos keluar. Ia segera melesat menembus alam kehidupan. Ditolongnya dua jabang bayi kembar Sinta yang baru lahir. Namun nyawa Sinta tak dapat ia selamatkan.

Rahwana pun membawa kedua jabang bayi Sinta terbang ke Kahyangan, Suralaya untuk menitipkan kepada para Dewa. Dalam perjalanan menuju taman langit, ia mengutuk penderitaan yang menimpa pujaannya hatinya.

“Wahai alam semesta… lihatlah ini, siapa sebenarnya yang lebih biadab? Rama atau Rahwana?” kutuk Rahwana.

Rahwana menerobos keluar alam Dhurma - google image
Rahwana menembus alam kehidupan dan mengutuk penderitaan yang menimpa Sinta - google image

~ TAMAT ~

#OneDayOnePost
#PostingHariKetigaPuluhEmpat
#MahaFiksi

9 komentar:

  1. Aku suka ceritanya. 😊

    BalasHapus
  2. Iya aku suka juga ceritanya. Kok sad ending yo

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kisah paling pasaran ini adalah Rukun Pertama kl kita belajar pewayangan ... heheee
      Saya mencoba membawakannya dr sudut pandang berbeda mbk Wiwid.

      Hapus
    2. Kisah paling pasaran ini adalah Rukun Pertama kl kita belajar pewayangan ... heheee
      Saya mencoba membawakannya dr sudut pandang berbeda mbk Wiwid.

      Hapus
  3. Belajar kisah pewayangan.nih aq...dr mas heru....bagus mas

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama2 bljar ... sy jg blm ada apa-apanya.
      Trims udh mampir gubuk sy mbk Riendra

      Hapus

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *