Sabtu, 02 Juli 2016

KELAK ANAK-ANAK TIDAK MENGENAL COLOK-COLOK MALEM SONGO




Tak terasa hari ini seluruh umat Muslim dari berbagai penjuru belahan bumi sudah memasuki penghujung bulan suci Ramadhan, bulan penuh ampunan dan berkah.

Tepatnya adalah hari kedelapan pada sepertiga terakhir di bulan mulia ini. Dimana saat malam-malam ganjil, bagi siapa yang memperbanyak amalan ibadah, maka akan mendapatkan berkah pahala yang nilainya lebih mulia dari ibadah selama seribu bulan.

Konon semua malaikat akan diturunkan ke bumi.

Ingatan saya jadi kembali ke puluhan tahun silam, saat saya masih kanak-kanak. Pada moment seperti inilah (sepertiga terakhir di bulan Ramadhan) ada tradisi unik di tanah kelahiran saya. Tradisi yang mungkin tidak bisa dijumpai di tempat lain.

Tanah kelahiran saya adalah sebuah desa di pedalaman Kota Angin, jauh dari keramaian pusat kota. Tepatnya berada di lembah gunung Wilis dan gunung Renteng. Masuk wilayah Kabupaten Nganjuk, Jatim.

Dalam catatan saya ada dua tradisi luhur moyang kami yang seharusnya bisa menjadi kekayaan budaya lokal bahkan budaya nasional, andai selama ini dilestarikan dan dikelola lebih serius.

Tradisi pertama adalah Apeman.
Selamatan atau kendurenan jajanan apem. Sebuah ritual kirim doa untuk keluarga yang sudah meninggal dunia, disertai dengan saling berbagi ke tetangga sekitar rumah, berupa kue khas nusantara yang berbahan tepung beras.

Jika dilihat sekilas dari sisi jajanan apemnya,  mungkin orang akan menganggap bahwa itu sudah biasa dilakukan di daerah manapun saat menyambut Ramadhan.

Nah, disinilah letak keunikan di desa saya. 

Masyarakat Indonesia pada umumnya, dan di tanah Jawa khususnya, beramai ramai membuat jajanan apem saat menyambut datangnya bulan suci Ramadhan. Selama ini lebih dikenal dengan Megengan. 

Tetapi tidak di desa saya.

Jajanan Apem justru baru dibuat saat puasa Ramadhan sudah menginjak hari kedua puluh delapan.

Kenapa?

Jajanan apem dibuat sebagai pelengkap tradisi Colok-Colok Malem Songo. Tradisi unik kedua setelah Apeman.

Malem Songo (bahasa Jawa-malam sembilan) sebenarnya adalah bentuk penyambutan kami terhadap malam ke sembilan di sepuluh hari terkhir pada bulan ramadhan.

Pada malem songo,  kata mbah-mbah kami dulu, ada Nini Towok yang akan turun semalam suntuk hingga fajar tiba untuk melimpahkan berkah kepada para penduduk. 

Untuk menyambutnya, para penduduk desa akan memasang dan menyalakan Colok (Obor) di segala penjuru halaman rumah.

Tempat yang biasanya dipasang adalah Pawan (kubangan tempat sampah) dan Pawon (tungku memasak yang terbuat dari tanah liat). 

Waktu menyalakan Colok adalah ketika hari sudah petang atau menjelang buka puasa. Sehingga pemandangan indah dari kilauan ratusan obor pun akan tampak di sepanjang jalanan desa. 

Pesta lampion ala kampung saya!

Sekian tahun saya mengalami masa dimana Colok-Colok Malem Songo masih menjadi tradisi yang rutin digelar. Namun justru baru beberapa tahun terakhir ini, saya baru menyadari arti dari Malem Songo dan Nini Towoknya. 

Malem Songo adalah sebuah pengejawantahan masyarakat desa saya terhadap malam Lailatul Qadar. Sedangkan Nini Towok tidak lain adalah simbol dari para Malaikat yang turun ke bumi hingga datangnya fajar. 

Budaya ini sudah berkembang ratusan tahun di tanah kelahiran saya.

Hari ini kebetulan saya sudah mudik dan berada di kampung halaman. Tetapi ada kejanggalan yang membuat saya merasa sedih. Sebuah tradisi yang dulu kental dengan nuansa keindahan itu kini sudah hilang, bahkan mungkin telah punah. 

Seharusnya,  petang ini saat menjelang waktu buka puasa, penduduk desa saya beramai-ramai melakukan tradisi Malem Songo. Namun saya tidak menjumpai satu obor pun menyala. 

Betapa pilu!

Semenjak era Listrik Masuk Desa, banyak perubahan dan kemajuan teknologi yang justru mengikis peninggalan luhur moyang kami.

Terang benderangnya lampu di berbagai sudut jalan dan gang-gang kecil telah menenggelamkan Colok (obor) saat Malem Songo

Entah dimana sekarang Nini Towok yang semasa kanak-kanak dulu saya bayangkan adalah sosok nenek-nenek jahat dan menakutkan yang akan berkeliling di desa saya sepanjang malam.

Jangan terkejut jika kelak anak saya dan seluruh anak-anak di desa saya tidak mengenal apa itu Colok-Colok Malem Songo

Sebuah budaya yang mungkin hanya akan  tinggal legenda dan cerita semata.


Heru Sang Mahadewa
#OneDayOnePost

4 komentar:

  1. Tradisi yg memeriahkan bulan ramadhan ya bang. Pengingat yg seru, menyenangkan, sekaligu mengikat tali silaturahmi juga :)

    BalasHapus
  2. Sekarang sudah ga punya pawon... Ganti kompor gas semua ya mas..

    BalasHapus

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *