Selasa, 31 Juli 2018

SERAT PARARATON



dewisundari.com

BAGIAN I

(1)
Tuhan, Pencipta, Pelindung dan Pengakhir Alam, semoga tak ada halangan. Sudjudku sesempurna-sempurnanya.

Demikian inilah kisah Ken Angrok. Asal mulanya ia dijadikan manusia adalah seorang anak janda di Jiput, berkelakuan tidak baik, memutus-mutus tali kekang kesusilaan, menjadi gangguan Hyang yang bersifat gaib. Pergilah ia dari Jiput, mengungsi ke daerah Bulalak. Nama Yang Dipertuan di Bulalak itu Mpu Tapawangkeng. Ia sedang membuat pintu gerbang pertapaan, dimintai seekor kambing merah jantan oleh roh pintu. Kata Tapawangkeng, “Tak akan berhasil berpusing kepala, akhirnya ini akan menyebabkan diriku jatuh ke dalam dosa, kalau sampai terjadi aku membunuh manusia, tak akan ada yang dapat menyelesaikan permintaan korban kambing merah itu.”

Kemudian orang yang memutus-mutus tali kekang kesusilaan tadi berkata sanggup menjadi korban pintu Mpu Tapawangkeng. Sungguh ia bersedia dijadikan korban, agar ini dapat menjadi lantaran untuk dapat kembali ke surga Dewa Wisnu dan menjelma lagi di dalam kelahiran mulia, ke alam tengah lagi. Demikianlah permintaannya.

Demikianlah ketika ia direstui Mpu Tapawangkeng, agar dapat menjelma, disetujui inti sari kematiannya, akan menikmati tujuh daerah. Sesudah mati, maka ia dijadikan korban oleh Mpu Tapawangkeng. Selesai itu, ia terbang ke surga Wisnu, dan tidak bertentangan dengan inti perjanjian yang dijadikan korban, ia meminta untuk dijelmakan di sebelah timur Kawi.

Dewa Brahma mencari-cari siapa yang akan dijadikan temannya bercinta. Sesudah demikian itu, ada mempelai baru sedang cinta mencintai. Yang lelaki bernama Gajahpara, yang perempuan bernama Ken Endok. Pekerjaan mereka ini bercocok tanam.

Ken Endok pergi ke sawah, mengirim suaminya, yaitu si Gajahpara. Nama sawah tempat ia mengirim: Ayuga. Desa Ken Endok bernama Pangkur.

(2)
Dewa Brahma turun ke situ, bersenggama dengan Ken Endok. Pertemuan mereka yang kedua terjadi di ladang Lalaten. Dewa Brahma mengenakan perjanjian kepada isteri itu, “Jangan kamu bersenggama dengan lelakimu lagi. Kalau kamu bersenggama dengan suamimu, ia akan mati. Lagipula akan tercampur oleh anakku itu. Nama anakku itu: Ken Angrok. Dialah yang kelak akan memerintah tanah Jawa. Lalu Dewa Brahma menghilang.

Lalu Ken Endok ke sawah, menemui Gajahpara. Kata Ken Endok, “Kakak Gajahpara, hendaknyalah maklumi, saya telah bersenggama di dalam pertemuan dengan Hyang yang tidak nampak di lading Lalaten. Pesan beliau kepadaku; jangan tidur dengan lelakimu lagi, akan matilah lelakimu jika memaksa tidur dengan kamu, dan akan tercampur anakku itu.”

Lalu pulanglah Gajahpara. Sesampainya di rumah, Ken Endok diajak tidur, akan disenggamai di dalam pertemuan lagi. Ken Endok segan terhadap Gajahpara, “Wahai Kakak Gajahpara, putuslahlah perkawinanku dengan kakak, aku takut kepada ucapan Sang Hyang. Beliau tidak mengijinkan aku berkumpul dengan kakak lagi.”

Kata Gajahpara, “Adik, bagaimana ini? Apa yang harus kuperbuat? Nah, aku tidak berkeberatan kalau harus cerai dengan kamu. Adapun harta benda pembawaanmu kembali kepadamu lagi, adik. Harta benda milikku kembali pula kepadaku lagi.”

Sesudah itu Ken Endok pulang ke Pangkur di seberang utara, dan Gajahpara tetap bertempat tinggal di Campara di seberang selatan. Belum genap sepekan kemudian, matilah Gajahpara. Kata orang yang menggunjingkan, “Luar biasa panas anak di dalam kandungan itu, belum seberapa lama perceraian orang tua laki-laki dan perempuan, sudah diikuti orang tua laki-laki segera meninggal dunia.”

Akhirnya sesudah genap bulannya, lahirlah seorang anak laki-laki. Dibuang di kuburan anak-anak oleh Ken Endok. Selanjutnya ada seorang pencuri bernama Lembong tersesat di kuburan anak-anak itu. (Ia) melihat benda menyala, didatangi oleh Lembong, terdengar anak menangis. Setelah didekati oleh Lembong itu, nyatalah yang menyala itu anak yang menangis tadi. Diambillah dan dibawa pulang, diakui anak oleh Lembong.

Ken Endok mendengar bahwa Lembong memnungut seoramh anal. Teman Lembonglah yang memberitahukan itu dengan menyebuy-nyebut anak yang didapatnya dari kuburan anak-anak, nampak menyala pada waktu malam hari.

Lalu Ken Endok datang kepadanya, sungguhlah itu anaknya sendiri. Kata Ken Endok, “Kakak Lembong, kiranya tuan tahu tentang anak yang tuan dapat itu adalah anak saya, Kakak. Jika kakak ingin tahu riwayatnya, demikianlah: Dewa Brahma bersenggama dengan saya. Jangalah tuan tidak memuliakan anak itu, karena dapat diumpamakan anak itu beribu -

(3)
- dua berayah satu, demikian persamaannya.”

Lembong beserta keluarganya semakin cinta dan senang. Lambat laun, anak itu akhirnya tumbuh besar, dibawa pergi mencuri oleh Lembong. Setelah mencapai usia sebaya dengan anak gembala, Ken Angrok bertempat tinggal di Pangkur. Habislah harta benda Ken Endok dan harta benda Lembong. Habis dibuat taruhan oleh Ken Angrok. Kemudian ia menjadi anak gembala pada Yang Dipertuan di Lebak, menggembalakan sepasang kerbau. Lama kelamaan kerbau yang digembalakan itu hilang. Kerbau sepasang diberi harga delapanm ribu oleh Yang Dipertuan di Lebak. Ken Angrok sekarang dimarahi oleh orang tua laki-laki dan perempuan, kedua-duanya, “Nah buyung, kami berdua mau menjadi hamba tanggungan, asal kamu tidak pergi saja. Kami sajalah yang akan menjalani, menjadi budak tanggungan pada Yang Dipertuan di Lebak.”

Akhirnya tidak dihiraukan. Ken Angrok pergi. Kedua orangtuanya ditinggalkan di Campara dan di Pangkur. Lalu Ken Angrok pergi mencari perlindungan di Kapundungan. Orang yang diungsi dan dimintai tempat berlindung tak menaruh belas kasihan.

Ada seorang penjudi permainan Saji berasal dari Karuman, bernama Bango Samparan, kalah bertaruhan dengan seorang Bandar judi di Karuman, ditagih tak dapat membayar uang. Bango Samparan pergi dari Karuman, berziarah ke tempat keramat Rabut Jalu, lalu mendengar ucapan dari angkasa, disuruh pulang ke Karuman lagi. “Kami mempunyai anak yang akan dapat menyelesaikan hutangmu. Ia bernama Ken Angrok.”

Pergilah Bango Samparan dari Rabut jalu, berjalan pada waktu malam, akhirnya menjumpai seorang anak, dicocokkan oleh Bango Samparan dengan petunjuk Hyang, sungguhlah itu Ken Angrok, dibawa pulang ke karuman, diaku anak oleh Bango Samparan.

Mereka lalu ke tempat berjudi. Bandar judi ditemui oleh Bango Samparan, ditantang berjudi, kalahkan Bandar itu. Pulihlah kekalahan Bango Samparan. Ternyata betul petunjuk Hyang itu. Ken Angrok dibawa Bango Samparan pulang ke Karuman.

Bango Samparan beristri dua. Genuk Buntu nama istri tuanya, dan Tirtaya nama istri mudanya. Adapun nama anak-anaknya dari istri muda adalah Panji Bawuk, anak tengah Panji Kuncang, adiknya Panji Kunal dan Panji Kenengkung. Bungsunya seorang anak perempuan bernama Cucu Puranti. Ken Angrok diambil anak oleh Genuk Buntu.

Lama ia tinggal di Karuman, tidak dapat sehati dengan semua para Panji itu, Ken Angrok berkehendak pergi dari Karuman. Lalu ia ke Kapundungan, bertemu dengan seorang anak gembala, anak Tuan Sahaja, Kepala Desa tertua di Sagenggeng, bernama Tuan Tita. Ia bersahabat karib dengan Ken Angrok. Tuan Tita dan Ken Angrok saling menyukai. Selanjutnya Ken Angrok bertempat tinggal pada Tuan Sahaja. Tak pernah berpisahlah Ken Angrok dan Tuan Sahaja itu, mereka ingin tahu tentang bentuk huruf-huruf, pergilah ke seorang guru di Sagenggeng, sangat ingin menjadi murid, minta diajari sastra.

Mereka diberi pelajaran tentang bentuk-bentuk dan penggunaan pengetahuan tentang huruf-huruf hidup dan huruf-huruf mati, semua perubahan huruf, juga diajar -

(4)
- tentang sengkalan (penanda masa), perincian hari paruh bulan, bulan, tahun Saka, hari enam, hari lima, hari tujuh, hari tiga, hari dua, hari sembilan, nama-nama minggu. Ken Angrok dan Tuan Tita kedua-duanya pandai diajar pengetahuan oleh gurunya.

Ada tanaman sang guru, menjadi hiasan di halaman, berupa pohon jambu yang ditanamnya sendiri. Buahnya sangat lebat, sungguh padat karena sedang musimnya. Dijaga baik, tak ada yang diijinkan memetik, tak ada yang berani mengambil buah jambu itu. Kata guru, “Jika jambu itu sudah masak, petiklah!”

Ken Angrok sangat ingin melihat buah jambu itu. Sangat dikenang-kenangkan buah jambu tadi. Setelah malam tiba, waktu orang sedang tidur nyenyaknya, Ken Angrok tidur, kini keluarlah kelelawar dari ubun-ubun Ken Angrok, berbondong-bondong tak ada putusnya, semalam-malaman memakan buah jambu sang guru.

Pada waktu paginya, buah jambu nampak berserak-serakan di halaman, diambil oleh pengiring guru. Ketika guru melihat buah jambu rusak berserakan di halaman itu, maka menjadi sedih.

Kata guru kepada murid-muridnya, “Apakah sebabnya sehingga jambu itu rusak?”

Menjawablah pengiring guru, “Tuanku, rusaknya itu karena bekas kelelawar yang memakan jambu itu.”

Kemudian guru mengambil duri rotan untuk mengurung jambunya dan dijaga semalam-malaman. Ken Angrok tidur lagi di atas balai-balai sebelah selatan, dekat tempat daun ilalang kering. Di tempat ini biasanya guru menganyam atap.

Menurut penglihatan, guru melihat kelelawar penuh sesak berbondong-bondong keluar dari ubun-ubun Ken Angrok, semuanya memakan buah jambu guru. Bingunglah hati guru itu. Marahlah guru itu. Ken Angrok diusir oleh guru, kira-kira pada waktu tengah malam guru mengusirnya. Ken Angrok bangun terperanjat bangun terhuyung-huyung, lalu keluar, pergi tidur di tempat ilalang di luar. Ketika guru menengoknya keluar, ia melihat ada benda menyala di tengah ilalang. Guru terperanjat mengira ada kebakaran. Setelah diperiksanya yang tampak menyala itu adalah Ken Angrok, ia disuruh bangun dan pulang, diajak tidur di dalam rumah lagi. Menurutlah Ken Angrok pergi di ruang tengah lagi. Pagi-paginya ia disuruh mengambil buah jambu oleh guru. Ken Angrok senang. Katanya, “Aku berharap semoga aku menjadi orang, aku akan membalas budi kepada guru.”

Lama kelamaan Ken Angrok tumbuh menjadi dewasa, menggembala dengan Tuan Tita, membuat pondok, bertempat di sebelah timur Sagenggeng, di ladang Sanja, dijadikan tempatnya untuk menghadang orang yang melewati jalan, dengan Tuan Tita temannya.

(5)
Adalah seorang pemahat di hutan Kapundungan, mempunyai seorang anak perempuan cantik, ikut serta pergi ke hutan, dipegang oleh Ken Angrok, disenggamai di dalam hutan. Hutan itu bernama Adiyuga. Makin lama makin berbuat rusuhlah Ken Angrok. Kemudian ia memperkosa setiap orang perempuan yang melalui jalan itu.

Hal itu diberitakan sampai di (ibu kota) negara Daha, bahwasanya Ken Angrok berbuat rusuh itu, maka ia ditindak untuk dilenyapkan oleh penguasa daerah yang berpangkat Akuwu, bernama Tunggul Ametung. Pergilah Ken Angrok dari Sagenggeng, mengungsi ke tempat keramat Rabut Gorontol.

“Semoga tenggelam di dalam air, orang yang akan melenyapkan aku!” Kutuk Ken Angrok. “Semoga keluar air dari dalam dalam tanah, sehingga terjadilah tahun tak ada kesulitan (air) di Jawa.”

Ia pergi dari Rabut Gorontol, mengungsi ke Wayang, ladang di Sukamanggala. Ada seorang pemikat burung pipit, ia memperkosa orang yang sedang memanggil-manggil burung itu, lalu menuju ke tempat keramat Rabut Katu. Ia heran, melihat tumbuhan katu sebesar beringin. Dari situ lari mengungsi ke Jun Watu, daerah orang sempurna, mengungsi ke Lulumbang, bertempat tinggal di penduduk desa, keturunan seorang prajurit, bernama Gagak Uget.

Lamalah ia tinggal di situ, memperkosa orang yang sedang melalui jalan. Ia lalu pergi ke Kapundungan, mencuri di Pamalantenan, ketahuanlah ia, dikejar, dikepung, tak tahu ke mana ia mengungsi. Ia memanjat pohon tal, ditunggu orang Kapundungan di bawah, sambil dipukulkan canang. Pohon tal itu ditebang oleh orang-orang yang mengejarnya. Sekarang ia menangis, menyebut-nyebut sang Pencipta Kebaikan atas dirinya. Akhirnya ia mendengar sabda dari langit. Ia disuruh memotong daun tal, untuk dijadikan sayapnya kiri kanan, agar dapat melayang ke seberang timur. Mustahil ia akan mati.

Lalu ia memotong daun tal, mendapat dua helai, dijadikan sayapnya kiri kanan. Ia melayang ke seberang timur, mengungsi ke Nagamasa, diikuti, dikejar, mengungsilah ia ke daerah Oran. Masih dikejar, diburu, lari ke daerah Kapundungan. Yang Dipertuan di daerah Kapundungan didapatinya sedang bertanam. Ken Angrok ditutupi dengan cara diakui anak oleh Yang Dipertuan itu.

Anak Yang Dipertuan di daerah itu sedang bertanam, banyaknya enam orang. Kebetulan yang seorang sedang mengeringkan empang. Tinggal lima orang, yang sedang pergi itu digantikan menanam oleh Ken Angrok. Datanglah yang mengejarnya seraya berkata kepada penguasa daerah, “Wahai Tuan Kepala Daerah, ada seorang perusuh yang kami kejar. Tadi mengungsi kemari.”

(BERSAMBUNG)

***

Disadur dari grup Majapahit (Yayasan Abiyasa) dan Alang-Alang Kumitir. Diterjemahkan kembali versi bebas oleh penulis.

Heru Sang Amurwabhumi

9 komentar:

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *