Jumat, 06 Oktober 2017

PENUTURAN ULANG SERAT CENTHINI JILID I (29)


ilustrasi gambar: Yayasan Wacana



PUPUH XV
DURMA 13
Porak-poranda (pasukan Surabaya) lalu menemui gustinya. Kangjeng Ratu Pandhansari menunjuk-nunjuk kepada para prajuritnya sembari berkata, wahai anak-anak Surabaya, kalian mau kemana? Jawab para prajuritnya, menyingkir untuk beristirahat sementara.

DURMA 14
Setelah beristirahat sejenak, lalu segera bertindak lagi, menuju medan perang. Endrasena dan seluruh pasukannya bersorak gembira. Sungguh mengerikan amukannya. Kangjeng Ratu Pandhansari yang melihatnya menjadi kasihan.

DURMA 15
Berkata kepada suaminya, Kangjeng Pangeran Pekik, duh kangmas Adipati, senapati China itu telah mabuk perang. Cukup dijatuhi peluru, ia akan pulang ke hadapan Allah SWT. Kangjeng Ratu Pandhansari buru-buru memegang (senjata).

DURMA 16
Pistolnya ia bidikkan dan peluru terlepas, mengarah ke Endrasena, terluka tangan kanannya. Terkejut hingga terlepas pedangnya. Mengamuk lagi dengan keris di tangan kiri. Lalu kembali tertembak pistol. Terlukalah kedua tangannya.

DURMA 17
Masih juga memaksa mengamuk dengan menendang-nendang, menggigit telinga musuh. Ratu Pandhansari lalu kembali membidikkan pistol. Tepat mengenai kaki Endrasena, seketika roboh. Prajurit Surabaya.

DURMA 18
(Prajurit Surabaya) semua mendengar letusan pistol sebanyak tiga kali, seketika berhamburan (keluar dari persembunyian) ke medan perang dari segala penjuru kiri dan kanan. Terkejut pasukan yang terkena terjangan (serangan tiba-tiba), orang-orang Giri tidak ada yang menyangka, jika jumlah pasukan musuhnya bertambah banyak, pasukan Surabaya.

DURMA 19
Diperkirakan hanya tinggal sedikit saja yang terlihat, dalam hati manusia besar yang sombong, justru menjadikannya ceroboh. (Strategi) tipuan dari orang Mataram. Senopati China terus menahan, kebanjiran musuh, tertusuk lambungnya dari kanan dan kiri.

DURMA 20
Endrasena jatuh tersungkur di hadapan pasukannya. Begitu para prajurit Giri melihat yang dialami senopati China, seketika runtuh nyalinya. Sementara tak kalah garang aksi perang, prajurit Surabaya, semua siap mati.

DURMA 21
Merangsek musuh yang telah porak-poranda, bagai membabat tanaman ilalang. Sang Endrasena dihujani tombak, hancur lebur hingga menyatu dengan tanah. Pasukannya tumpas. Sebagian yang tertinggal.

DURMA 22
Pontang-panting lari sambil membuang pedang. Semua lari menyelamatkan diri. Ada yang terjun ke jurang, bersembunyi di dalam gua. Ada yang menceburkan diri ke laut. Ketika naik ke daratan, mereka kian ketakutan.

DURMA 23
Pasukan Giri satu pun tiak ada yang terlihat. Bersih bagai disapu. Pasukan Surabaya bersorak bersahut-sahutan, pertanda telah menang perang. Kedhaton Giri dikepung oleh barisan pasukan yang berlapis.

DURMA 24
Dikisahkan ketika sedang ramai pecah perang, para putra Sunan Giri, yang berasal dari istri selir, ketiganya perempuan, tunggal seayah seibu, sangat bersedih dalam hati. (Mereka) bagai emas yang muncul di permukaan air (cantik jelita paras mereka).

..................

BERSAMBUNG

-o0o-

Bagian sebelumnya, baca [ DI SINI ]
Bagian selanjutnya, baca [ DI SINI ]

Judul asli:
Suluk Tambangraras

Pengarang:
KGPAA Amengkunegara III (Sunan Pakubuwana V)
Raden Ngabehi Yasadipura II (Ranggawarsita I)
Raden Ngabehi Sastradipura (Ahmad Ilham)
Raden Ngabehi Ranggasutrasna

Dituturkan ulang oleh:
Heru Sang Mahadewa
(Member Of One Day One Post)

0 komentar:

Posting Komentar

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *