Rabu, 12 April 2017

ARJUNAWIWAHA


Arjunawiwaha - deviantart.com


Kahyangan gempar!
Seorang bangsa Danawa----raksasa----penguasa negeri Ngimaimantaka mengobrak-abrik istana taman langit. Prabu Niwatakaca berhasrat memperistri bidadari-bidadari yang tinggal di taman Bathara Indra. Keinginan ini tentu bertentangan dengan kodrat bangsa Danawa yang tidak boleh menikah dengan golongan Bathari.
Keadaan Kahyangan menjadi tak terkendali, ketika tidak ada seorangpun Dewata yang bisa menandingi kedigdayaan raksasa penguasa Ngimaimantaka itu. Menurut Sang Hyang Manikmaya, Prabu Niwatakaca hanya bisa dikalahkan oleh seorang kesatria dari bangsa manusia. Kesatria itu adalah putra dari Bathara Indra sendiri yang dulu sempat dititipkan ke rahim Kunthi melalui buah pertanggajiwa.
Untuk memastikan kedigdayaan kesatria yang akan dipilih, Bathara Guru----Sang Hyang Manikmaya-----memerintahkan Bathara Indra untuk menguji seorang manusia yang sedang menjalani tapa brata di gunung Indrakila. Begawan Ciptaning nama kesatria itu.
Dikirimlah tujuh bidadari dari Kahyangan tempat tinggal Bathara Indra. Tugas mereka adalah mengganggu dan membangunkan Begawan Ciptaning dari tapa bratanya.
Sementara itu, jauh dari Kahyangan, seorang kesatria Pandawa bernama Begawan Ciptaning sedang melakukan tapa brata. Berbulan-bulan sudah dia belum mengakhiri perjalanan spiritualnya. Hingga suatu hari, tujuh orang wanita jelita mendatangi tempatnya bersemedi.
Berbagai godaan dan rayuan tujuh bidadari tidak mampu membangunkan Begawan Ciptaning. Mereka pun kembali ke Kahyangan untuk melaporkan keteguhan tapa sang kesatria. Bathara Indra dan Sang Hyang Manikmaya pun yakin bahwa putera Kunthi itu memang sosok yang pantas dipilih sebagai jago Dewata untuk mengalahkan Prabu Niwatakaca.
Di istana Ngimaimantaka, kabar keberadaan seorang pertapa di gunung Indrakila ini juga terdengar oleh Prabu Niwatakaca. Dia memerintahkan patihnya, Mamangmurka untuk membunuh Begawan Ciptaning.

-o0o-

Keheningan puncak gunung Indrakila pecah!
Patih Mamangmurka mengobrak-abrik hutan di gunung Indrakila. Amukan raksasa membuat hewan-hewan berlarian tunggang langgang. Pohon-pohon besar tumbang. Begawan Mintaraga----Begawan Ciptaning----terbangun dari tapa bratanya, ketika ia membuka mata, tampak seorang raksasa sedang mengamuk. Merusak pertapaannya.
“Kelakuanmu seperti hewan yang tak mengenal tata krama!” Ucap sang pertapa, Begawan Ciptaning.
Seketika Patih Mamangmurka berubah menjadi seekor babi hutan!
Ucapan Begawan Ciptaning yang terbangun dari tapa brata menjadi kutukan. Sontak patih dari negeri Ngimaimantaka itu berlari meninggalkan pertapaan Indrakila. Begawan Ciptaning mencabut anak panah, dibidikkan ke arah babi hutan. Dalam sekejap, anak panahnya melesat tepat mengenai tubuh Patih Mamangmurka.
Datang seorang pemburu mengejar babi hutan, “panahku berhasil menewaskannya,” ucapnya.
“Siapa engkau? Panahku yang mengenainya!” Begawan Ciptaning berusaha merebut babi hutan yang diseret pemburu.
“Namaku Kertapara. Babi hutan ini mati oleh panahku!” Jawabnya.
“Panahku!” Bantah Begawan Ciptaning.
Keduanya bergumul, saling rebut dan dorong. Babi hutan terpental, Begawan Ciptaning menendang Kertapara hingga terjungkal. Dihampirinya tubuh pemburu itu, lalu dibanting lagi sekuat tenaganya.
Kertapara lenyap!
Berdiri seorang Dewata di hadapan Begawan Ciptaning. Seketika duduk bersimpuh sang pertapa di hadapan sosok niskala.
“Nuwun agung ring pangaksama. Sembah dan bhakti hamba haturkan kepada pukulun Bathara Guru,” ucapnya sembari memohon maaf atas perkelahian tadi. Ternyata Kertapara adalah jelmaan dari Sang Hyang Manikmaya----Bathara Guru----yang menyamar sebagai seorang pemburu di gunung Indrakila.
“Kumaafkan engkau, Begawan,” jawab Bathara Guru.
“Kedatanganku kesini hendak memberimu tugas mulia. Pergilah ke Ngimaimantaka. Bunuh raja Danawa bernama Prabu Niwatakaca!” jelasnya.
Sendika dhawuh, pukulun.” Jawab Begawan Ciptaning.
“Kukirim bidadari Dewi Supraba untuk membantumu. Terimalah pusaka ini untuk membunuh Niwatakaca. Panah Pasoepati namanya!” Bathara Guru mengulurkan sebuah anak panah bermata bulan sabit.
“Singgih, pangestu dari pukulun Sang Hyang Manikmaya.” Tutup Begawan Ciptaning.

-o0o-

Di Ngimaimantaka, Dewi Supraba menghadap Prabu Niwatakaca. Bidadari itu mengaku sengaja turun dari Kahyangan karena cintanya kepada sang raja Danawa tak terbendung lagi.
Berhari-hari merayu Niwatakaca, Dewi Supraba berhasil mengorek pengakuan penguasa Ngimaimantaka untuk membeberkan titik lemahnya.
Diam-diam, Dewi Supraba meninggalkan istana Niwatakaca dan menemui Begawan Ciptaning, “Aku sudah mengetahui kelemahan Niwatakaca. Panahlah tepat ke rongga mulutnya!” Jelasnya.
“Mati kau, Niwatakaca!” Sesumbar Begawan Ciptaning.
Melesatlah sang kesatria bersama bidadari, kembali ke Ngimaimantaka. Kini, telah berhadap-hadapan sang Begawan Ciptaning dengan Prabu Niwatakaca.
“Mau mencari mati kau, Begawan Ciptaning?” Tantang Niwatakaca.
“Menyerahlah ke Kahyangan, atau kukirim kamu ke alam Sunyaruri?” Balas Begawan Ciptaning.
Sontak Prabu Niwatakaca murka!
Ia mengamuk dan menyerang Begawan Ciptaning. Menendang sekeras-kerasnya. Mengejar lalu mengangkat lagi tinggi-tinggi tubuh kesatria penengah Pandawa itu. Dibanting sekuat tenaganya hingga tak bergerak lagi.
“Hahahaha … mati kau!” Tertawa terbahak-bahak Prabu Niwatakaca.
“Hahaha … Hahaha .. Hahaha!” Tawanya semakin keras. Mulut sang raja raksasa terbuka lebar-lebar.
Begawan Ciptaning yang dari tadi sengaja berpura-pura tak bergerak segera mencabut Panah Pasoepati. Dibidikkan ke arah mulut Prabu Niwatakaca.
Melesat pusaka pemberian Sang Hyang Manikmaya!
Tepat mengenai rongga mulut Prabu Niwatakaca. Raja raksasa dari Ngimaimantaka roboh tak berdaya. Tewas seketika.

-o0o-

Atas jasanya mengalahkan Prabu Niwatakaca, Begawan Ciptaning diberi kehormatan untuk menjadi raja di Kahyangan Tinjomaya selama tujuh hari. Bergelar Prabu Kalithi.
Dia juga diperbolehkan mengajukan satu permintaan yang pasti akan dikabulkan oleh Dewata. Sang Begawan yang tak lain adalah Arjuna memohon agar dia bersama saudara-saudaranya Pandawa kelak berjaya dalam perang Bharatayuda.
Permintaan ini yang di sabda oleh Kyai Lurah Semar Badranaya, Sang Hyang Ismaya, sekaligus memprotesnya sangat keras. Arjuna dianggap hanya memikirkan nasibnya dan saudara-saudaranya. Dia tidak mau tahu dengan kelangsungan hidup anak-anaknya.
Terbukti, dalam perang Bharatayuda seluruh anak-anak dari Pandawa tewas tak tersisa.

-o0o-

Dalam mitologi Jawa, gunung Indrakila yang digunakan sebagai tempat bertapa Begawan Mintaraga (Begawan Ciptaning) sekarang dikenal dengan nama gunung Arjuno. Terbentang di tiga kabupaten yaitu Mojokerto, Pasuruan, dan Malang, provinsi Jawa Timur.

(Heru Sang Mahadewa)
Member of #OneDayOnePost

5 komentar:

  1. Cak, salut banget sm Cak Heru, konsisten, unik, dan referensinya itu loh, ckckck. Yang kaya gini ini susah ditemukan, superb Cak!

    BalasHapus
  2. Keren...dah lama nggak mampir rumahmu kang

    BalasHapus
  3. Aaaah, demen ceritanyaaaaaaaaa 😭🌧🍊🌧🍊🌧🍊

    BalasHapus

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *