Jumat, 04 Agustus 2017

Bahagia Mati Sebagai Anjing (Review Cerpen Uncle Ik)



http://uncleik.blogspot.co.id


Judul: Bahagia Mati Sebagai Anjing
Penulis: Uncle Ik (Ahmad Ikhtiar)
Genre: Satire

"Suara letusan dari tulang tengkorak yang remuk memunculkan suasana baru."

Kalimat itu yang membuat saya bergidik, ketika membaca cerpen Uncle Ik. Sejak bait pertama, adrenalin sudah dipaksa ikut berpacu mengikuti rangkaian kata demi kata yang tajam, menyayat, perih dan sadis! Puncaknya adalah pada adegan tokoh ‘aku’ bersama kawan-kawannya yang dilindas panser. Mati.

Seperti biasanya, Uncle Ik selalu menyajikan sebuah tulisan dengan pesan kemanusiaan dan kritik sosial. Termasuk dalam cerpen Bahagia Mati Sebagai Anjing ini. Penulis mengambil setting sebuah peristiwa perang, kejadian kelam yang kemudian berdampak pada kesengsaraan, kelaparan dan penindasan.

Dihadirkanlah segmen ketika sepasukan tentara yang dikiaskan sebagai algojo dan malaikat pencabut nyawa sedang memaksa sekawanan tawanan perang (selanjutnya di-analogi-kan sebagai anjing) untuk membuka mulut (analisa saya adalah untuk berkhianat, membocorkan rahasia, atau membelot ke kubu lawan). Tokoh ‘Amran’ dan ‘aku’ menjadi bagian dari tawanan itu. Puncak dari sadisme cerpen Bahagia Mati Sebagai Anjing ini adalah ketika kekukuhan prinsip kawanan anjing itu membawa mereka pada kematian.

Seperti itulah kisah yang dituangkan Uncle Ik ke dalam cerpennya. Tetapi, membaca tulisan-tulisan anak muda yang memiliki kemampuan dan pengetahuan luar biasa di dunia literasi ini, tidak bisa hanya dengan lawaran (mata atau pikiran telanjang----bahasa Jawa). Iya, tulisan Uncle Ik memiliki kesamaan dengan sastra kuno Jawa. Semacam Serat dan Kakawin. Bukan gaya menulisnya, tetapi terletak pada pesan dan makna siningit----tersembunyi----yang harus digali, dicermati dan dipecahkan untuk memahaminya. Sulit? Tentu saja.

Selesai membaca cerpen Bahagia Mati Sebagai Anjing ini, saya menduga-duga bahwa ada pesan siningit yang ingin disampaikan Uncle Ik. Tidak bisa hanya dengan membaca kisah, plot dan endingnya. Tetapi harus dipecahkan dari kacamata pikiran yang berbeda, bukan sekedar menikmati rangkaian diksinya.

Ada beberapa kemungkinan yang mencoba diangkat Uncle Ik, analisa saya adalah:

Pertama, kisah ini benar-benar perang yang sebenarnya, dimana kematian tokoh ‘aku dan Amran’ yang dihabisi oleh sekawanan tentara adalah tawanan perang. Jika begitu, berarti cerpen ini lawaran, tidak perlu digali pesan dan maknanya.

Kedua, setting perang yang diangkat hanyalah kiasan. Bisa jadi ia adalah retorika dari keadaan negeri yang semakin carut marut. Perang dalam cerpen ini merupakan kritikan atas kisruh elit politik, kemudian berdampak pada kesengsaraan dan penindasan kepada kalangan bawah. Kalangan orang-orang pinggiran yang dikiaskan sebagai ‘anjing terhormat’.

Ketiga, pesan siningit dari cerpen Bahagia Mati Sebagai Anjing justru bukan dari kemungkinan pertama dan kedua di atas. Ada makna lain lagi, yang belum dan tidak bisa saya gali.

Iya, membaca cerpen ini, mengingatkan saya kepada kontroversi multi tafsir sastra Jawa. Banyak makna sesungguhnya yang belum tertangkap oleh para pembaca literasi kuno. Uncle Ik, mampu menempatkan diri seperti pujangga-pujangga Jawa di masa lalu itu.

Sedikit catatan terhadap cerpen Bahagia Mati Sebagai Anjing, tidak ada clue berupa nama tempat, waktu kejadian yang ditampilkan agar pembaca bisa mudah menangkap pesan dan kritik sosial dari tulisan Uncle Ik ini. Misalnya sebuah kalimat yang mengungkapkan bahwa ‘aku dan Amran’ yang digilas panser, sebelumnya digiring ke jalan Merdeka Barat, dekat Monas, atau waktu itu adalah Mei 1998, dan sebagainya.

Terlepas dari semua itu, cerpen ini memang layak mendapat predikat di atas rata-rata. Selain gaya menulisnya sudah menunjukkan Uncle Ik banget, rangkaian kalimat demi kalimat mulai prolog hingga ending selalu membuat pembacanya bergidik.

Sudah tentu, sayang jika dilewatkan. Baca cerita selengkapnya [ DI SINI ]

(Heru Sang Mahadewa)
Member of One Day One Post

17 komentar:

  1. Terima kasih banyak, Bang Heru sudah mereview tulisan saya. Tepat sekali ada 'siningit' dalam cerita yang saya buat, tapi bukan berdasarkan sebuah peristiwa. 'siningit' ini saya analogikan untuk mewakili idealisme yang dipaksa untuk mengikuti arus zaman, tapi menolak dan lebih memilih bertahan pada prinsipnya, dan ini mewakili hampir setiap perang yang terjadi pada batin manusia.

    Sekali lagi saya ucapkan terima kasih banyak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ediannn ...
      Berarti sesuai dengan dugaan saya ketiga, ada makna siningit.

      Hapus
  2. Untung bukan aku yang kebagian review uncle...

    Haha bisa melongo dibuatnya deh cak...

    BalasHapus
  3. Balasan
    1. Iya, tulisan Uncle emang kerennn.
      Bukan review saya yg keren :p
      Hehehe

      Hapus
  4. Angkat topi buat review-annya Cak yg inii🌷🌷

    BalasHapus
    Balasan
    1. Asal jangan angkat gelas terus kita bersulam. wehehehe ... :)
      Terima kasih sudah mampir, mbk Hikmah.

      Hapus
  5. Balasan
    1. tulisan uncle sudah tidak diragukan lagi kece-nya.
      bukan review saya ... wehehe

      Hapus
  6. Cerdas banget. Mas Heru keren.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mbk Na dan Uncle jauh lebih cerdas & keren!
      =D :)
      wehehe

      Hapus
  7. Wiiih keren kali lah reviewnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yang keren tulisan Uncle yang saya review =D =D
      wehehehe

      Hapus
  8. Reviewnya keren juga kok mas.. mendalam gitu..

    BalasHapus

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *