Rabu, 20 Desember 2017

BLOOD FOR LIFE






Jika dengan sebait doa, atau sekeping uang logam pun kau tak mampu memberikan; maka dengan setetes darahmu, kau sudah bisa membantu sesama dengan menyelamatkan nyawanya.

(Heru Sang Mahadewa)

 -oo0oo-

Lorong-lorong Rumah Sakit Citra Medika senyap. Tak ada lalu lalang pembesuk. Beberapa penerangan sengaja dipadamkan. Dinding-dinding yang pudar warnanya nampak semakin kusam. Bau tidak sedap bermacam obat menyeruak. Mengelindap.  

Lelaki muda itu berlari membelah tujuh kelokan lorong, lalu terdampar di samping sebuah ranjang pasien.

“Kaucari kantong darah ke mana saja?” tanya seorang wanita muda.

Lelaki muda itu hanya diam. Napasnya masih memburu. Ia seperti lupa di mana menyimpan suara. Bibirnya yang gemetar hanya mendesis-desis, berusaha mengucap sebuah kalimat jawaban, tetapi tidak kesampaian.

“Ke mana saja kau mencarinya?” Pertanyaan itu kembali diulang.

Suaranya meninggi, namun lelaki muda itu tetap diam. Ia mengalihkan pandangan ke seluruh sudut ranjang pasien. Kosong. Ia menarik selimut yang sejak pagi tadi menghangati tubuh seorang malaikat kecil di sana. Namun sosok yang dicari tidak ia temukan.

“Ke mana?”

Suara wanita muda kian meninggi, setengah menjerit, mendengung di telinganya. Entah bagaimana ia harus menjelaskan. Dengung itu berulang kali mengoyak gendang pendengaran, hingga membuyarkan sebaris kalimat jawaban yang ada di benaknya.

“Kau sudah terlambat, Mas!” Pungkas wanita muda di hadapannya.

Mendadak ia membenci pertanyaan dan kalimat lanjutan itu. Iya, ia benci dengan kenyataan. Benci dengan dirinya sendiri, kenapa setelah berkejaran dengan waktu lima jam, ia baru bisa mendapatkan apa yang dibutuhkan malaikat kecilnya.

Masih dengan lidah yang kelu, ia jatuhkan sebuah bungkusan plastik berwarna putih. Bungkusan yang berisi dua kantong darah, yang ia buru dari satu ‘Bank Darah’ ke ‘Bank Darah” di kota lainnya.

Mendadak pandangan matanya kabur. Semakin gelap, lalu ia tidak bisa melihat apa-apa. Ketika kelopak mata kembali terbuka, ia dapati dirinya telah berada di tengah kerumunan orang-orang. Ia juga melihat orang tua, kerabat, dan tetangganya sedang mengusung sebuah keranda mungil.

Catatan:
Flash ficton ini diangkat dari peristiwa langkanya stok darah di sebuah kota di Jawa Timur. Kelangkaan yang membuat trenyuh, karena berdampak pada tidak tertolongnya nyawa-nyawa manusia yang membutuhkannya. Kelangkaan yang seharusnya bisa dicegah andai setiap satu dari sepuluh orang dewasa, merelakan setetes darahnya untuk didonorkan.

5 komentar:

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *