Meriam bambu - image google |
Siapa
yang tidak bahagia bisa menjumpai lagi bulan Ramadhan. Rasanya tidak ada
karunia yang nikmatnya melebihi kesempatan untuk dipertemukan lagi dengan bulan
mulia ini.
Seluruh
umat Muslim menyambutnya dengan suka cita. Penuh syukur atas datangnya bulan
penuh ampunan. Bulan yang konon lebih mulia dari seribu bulan.
Bukan
hanya kita yang sudah baligh, anak-anak kecil pun turut merasakan
kebahagiaan Ramadhan. Nuansa kegembiraan meyelimuti seluruh aktivitas
bocah-bocah yang belum kenal dosa selama bulan suci ini.
Di
kampung halaman saya, kegembiraan yang hanya ada pada bulan Ramadhan selalu menjadi moment yang ditunggu anak-anak.
Mulai dari permintaan kepada bapak dan ibu agar dibangunkan jam 3 pagi untuk ikut makan sahur, meski dari sisi
umur sebenarnya belum diwajibkan menjalankan ibadah puasa. Hingga perjuangan belajar menahan lapar dan dahaga walau terkadang hanya puasa mbedhug (setengah hari).
Selepas
sahur beramai-ramai menuju Langgar (Mushola) untuk berjamaah Subuh. Setelah itu, menunggu
datangnya matahari terbit dengan kongkow-kongkow
di hamparan persawahan yang terletak di pinggiran desa.
Siang harinya, anak-anak sibuk membuat mainan meriam dari bambu. Kebetulan dulu di jaman saya kecil selalu di beri kesempatan libur sekolah saat awal-awal Ramadhan.
Mercon bumbung. Begitu kami menyebutnya.
Terbuat dari batang bambu yang diambil di bagian bongkot (pangkal pohon) lalu dihilangkan lapisan pada setiap ruas tulangnya. Diberi lubang kecil untuk menyalakan pelatuk. Meriam ini menggunakan bahan bakar karbit.
Bongkahan karbit sebesar kerikil dimasukkan kedalam batang bambu, lalu diberi air secukupnya agar terjadi reaksi kimia. Kami menyebutnya omesh (keluar gelembung).
Nah, saat itulah meriam siap dinyalakan. Sebatang nyala api lalu dicolokkan ke lubang pemantik. Semakin banyak gelembung yang bereaksi, maka suara gemelegar yang dihasilkan juga makin keras.
Mereka akan berjingkrak-jingkrak meluapkan kegembiraan jika penyulutan meriam sukses. Ditandai dengan dentuman bak perang sungguhan.
Permainan ini akan usai jika salah satu pamong desa mendatangi. Perangkat yang biasanya disuruh Pak Kasun itu menegur agar anak-anak menghentikan aksi menyulut mercon bumbung.
Betapa indah. Saya tak pernah bisa menghapus nuansa kegembiraan seperti itu. Ingin rasanya kembali ke masa dimana kegembiraan anak-anak seusia saya kala itu hanya terjadi di bulan Ramadhan seperti sekarang.
Ah, betapa bulan suci ini selalu membawa kegembiraan dan kebahagiaan. Bagi usia anak-anak sekalipun.
Selamat menunaikan ibadah puasa Ramadhan 1437 H.
Surabaya, 8 Juni 2016
(Heru Sang Mahadewa)
Seruu bgt pokoknyaa.... Tapi pasti ikutan kaget, duh jantungen.
BalasHapusKalau di tempat aku namanya lodong
BalasHapusWah tradisi mass kecil kok yo podo we nengndi endi
BalasHapusAq ga pernah boleh maen dket2 mercon...haha
BalasHapus