This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Jumat, 29 September 2017

PENUTURAN ULANG SERAT CENTHINI JILID I (28)



ilustrasi gambar: Yayasan Wacana


PUPUH XV
DURMA 1
Pergerakan mereka di jalan tidak menemui hambatan. Pasukan Surabaya telah sampai di wilayah Giri. Para prajurit yang berada di barisan belakang, bergerak memisahkan diri ke arah menyimpang, bersembunyi hingga tidak terlihat.

DURMA 2
Sementara itu Kangjeng Sunan di Giri, sedang dihadap oleh Endrasena dan semua punggawanya. Tidak ada yang dibahas selain kejayaan mereka dalam perang. Kangjeng Sunan berkata pelan.

DURMA 3
Endrasena, bagaimana musuhmu, apakah ada kemungkinan akan kembali? Berkata Endrasena: paduka, menurut perkiraan hamba, mereka telah lari tunggang langgang, tidak sanggup lagi perang melawan kami.

DURMA 4
Andai mau kembali untuk memenuhi kewajiban (perang), mereka ibarat serangga yang masuk ke dalam kobaran api. Meskipun Kangjeng Sultan Mataram, jika mengetahui sepak terjang hamba di medan perang, juga kesaktian hamba, sungguh dia akan miris.

DURMA 5
Belum lama dia (Endrasena) melanjutkan ucapannya, tiba-tiba geger di luar, berteriak musuh datang! Berpakaian aneka warna, pemimpinnya menaiki tandu, berada di belakang pasukan. Terkejut Sunan Giri.

DURMA 6
Nak, ayo segera lakukan apel siaga. Musuh mendadak datang. Kudoakan semoga kalian semua selamat. Endrasena buru-buru mundur, menyiapkan apel siaga, mengerahkan pasukan Giri.

DURMA 7
Pakaian untuk perang telah dipakai. Dari tengah kota (mereka) sudah keluar, berada di garis terdepan medan perang. Seluruh prajurit telah siaga dan berkumpul menjadi satu. Bedug ditabuh, lalu mereka bersorak–sorai hingga bergemuruh di langit.

DURMA 8
Pasukan Giri dan Surabaya bergerak bersama, bentrok dan saling menyerang. Entah siapa kawan siapa lawan, senjata berkelebatan. Pasukan Giri sungguh berani, amukan mereka seperti banteng yang terluka.

DURMA 9
Pasukan Surabaya seperti singa yang buas. Mengamuk mengerikan. Satu per satu mereka roboh. Yang mati terinjak-injak. Kian hiruk-pikuk sengitnya perang. Tak ada yang lari dari medan perang.

DURMA 10
Merasa telah banyak diberi oleh Gustinya, mereka siap untuk membalas segala kebaikan itu. Rela mati. Perang telah berlangsung sengit, saling menusukkan keris, saling menghunjamkan tombak, dan pukul-memukul bergantian.

DURMA 11
Ada juga yang bertarung tangan kosong tanpa senjata. Mereka saling pukul-memukul, saling beradu doa mantra, silih berganti meniupkan (mantra). Mulut mereka komat-kamit, merapalkan doa mantra, hingga semua terdengar mendesis-desis.

DURMA 12
Endrasena mengamuk semakin ke tengah, pedangnya berkelebatan. Singa yang terkena sabetannya, menyingkir karena tak sanggup melawan amukannya. Banyak yang terluka, tak terhitung pula yang menemui ajal.

..................

BERSAMBUNG

-o0o-

Bagian sebelumnya, baca [ DI SINI ]
Bagian selanjutnya, baca [ DI SINI ]

Judul asli:
Suluk Tambangraras

Pengarang:
KGPAA Amengkunegara III (Sunan Pakubuwana V)
Raden Ngabehi Yasadipura II (Ranggawarsita I)
Raden Ngabehi Sastradipura (Ahmad Ilham)
Raden Ngabehi Ranggasutrasna

Dituturkan ulang oleh:
Heru Sang Mahadewa
(Member Of One Day One Post)

Kamis, 28 September 2017

PENUTURAN ULANG SERAT CENTHINI (27)



ilustrasi gambar: Yayasan Wacana


PANGKUR 17
(Pengabdian kalian) sangat kuterima. Aku memohon semoga Allah S.W.T membalasnya. Tetapi tekadku sudah bulat, tak bisa dibelokkan. Seluruh prajurit diam tertunduk. Kangjeng kembali berbicara, nanti jika sudah sampai di Giri.

PANGKUR 18
Gelar tempur (formasi perang) yang dipakai, anak-anak dari Surabaya, guakanlah perang pupuh sebagai senjata di hadapanku, sebagai bentuk pembelaan kepada Kangmas (Pangeran Pekik) dan aku. Kalian bersembunyilah dulu, ketika perang akan dimulai.

PANGKUR 19
Kuberi isyarat, jika senapanku sudah meletus tiga kali, pertanda perang pupuh kita jalankan. Secepatnya, menerjanglah kalian semua. Dengarkan baik-baik perintahku. Para prajurit menghaturkan siap laksanakan. Lalu, membubarkan diri dengan berbaris rapi.

PANGKUR 20
Para prajurit bersuka cita, tumbuh lagi tekad untuk bertaruh jiwa, pulih kemauan mereka, serempak bersorak-sorai, tidak ada yang ciut nyalinya. Semua telah siap untuk gugur (sebagai kusuma), mereka  bangga menjadi orang Surabaya.

PANGKUR 21
Telah berkumandang bunyi penanda, keberangkan pasukan Surabaya. Para sukarelawan dari rakyat jelata (berada di depan) sebagai barisan infantri, berbusana aneka warna. Merah, kuning, hitam, putih, hijau dan ungu. Memanggul tombak dan menyembunyikan pedang.

PANGKUR 22
Kangjeng Ratu Pandhansari berada di belakang mereka, menaiki tandu. Kangjeng Pangeran Pekik tak pernah menjauh darinya. Kuda-kuda tunggangan mereka, mengiringi pasukan itu. Prajurit resmi (pasukan kadipaten Surabaya) di belakangnya sambung-menyambung. Gerakan mereka bagai singa yang buas. Tak kenal kata mundur dari medan perang.

..................

BERSAMBUNG

-o0o-

Bagian sebelumnya, baca [ DI SINI ]
Bagian selanjutnya, baca [ DI SINI ]

Judul asli:
Suluk Tambangraras

Pengarang:
KGPAA Amengkunegara III (Sunan Pakubuwana V)
Raden Ngabehi Yasadipura II (Ranggawarsita I)
Raden Ngabehi Sastradipura (Ahmad Ilham)
Raden Ngabehi Ranggasutrasna

Dituturkan ulang oleh:
Heru Sang Mahadewa
(Member Of One Day One Post)

Rabu, 27 September 2017

PENUTURAN ULANG SERAT CENTHINI JILID I (26)



ilustrasi gambar: Yayasan Wacana

PUPUH XIV
PANGKUR 9
Maka yang terlihat, semua orang Surabaya menjijikkan, juga nista, budinya tidak ada. Hanya segitu membela ratunya, seorang Wali dan Kalifatullah, yang tidak mampu mereka perjuangkan.

PANGKUR 10
Sebenarnya kalian ini manusia berbudi atau urakan? Alih-alih mengerti akan kebaikan, semua tertunduk menangis sesenggukan, para prajurit Surabaya. Ki Tumenggung Sepanjang lalu berkata, duh-aduh, andai bisa hidup tujuh kali pun, kami semua.

PANGKUR 11
Hidup atau mati tetap jangan berpisah, dengan Kangjeng Pangeran Pekik yang memangku Surabaya, biarlah kami para prajurit tumpas terlebih dulu. Janganlah buru-buru paduka, pulang, sebelum seluruh pasukan Surabaya, gugur menjalankan kewajiban perang.

PANGKUR 12
Meskipun kami hanya tinggal satu, tetap akan tumpas Sunan Giri. Jika paduka tetap tinggal, di kelanggengan, kami hanya ingin mengabarkan kepada paduka, Sunan Giri yang membangkang, telah menemui kematian.

PANGKUR 13
Dia masih musuh kami, beserta keturunannya dimana pun, tetap menjadi musuh, jika belum kesampaian, bisa membalas semua perbuatannya kepada gusti kami. Kangjeng Ratu Pandhansari dan sang suami, bangga mendengarnya.

PANGKUR 14
Ucapan para punggawa, semua meneguhkan perasaan, kesetiaan yang tulus dari kalbu, tanpa ada dusta di bibir mereka. Serentak mereka memohon restu untuk perang pupuh (perang hingga titik darah penghabisan), menggempur lagi kedhaton Giri, yang diperkirakan tuntas dalam sehari.

PANGKUR 15
Sang Sunan Giri akan menjadi tawanan, harta benda dan istrinya akan kami boyong. Ratu Pandhansari berkata lembut, jika kalian telah bertekad kembali perang, aku ingin kita memilih perang pupuh. Andai kalah, kita semua siap mati bersama-sama.

PANGKUR 16
Para prajurit menghaturkan sembah, percayalah dengan kehancuran Giri Kedhaton. Seyogyanya, gusti ratu menunggu di pesanggrahan (tenda pasukan), mengistirahatkan badan paduka. Kangjeng ratu Pandhansari berkata lembut, pengabdian kalian kepadaku.

..................

BERSAMBUNG

-o0o-

Bagian sebelumnya, baca [ DI SINI ]
Bagian selanjutnya, baca [ DI SINI ]

Judul asli:
Suluk Tambangraras

Pengarang:
KGPAA Amengkunegara III (Sunan Pakubuwana V)
Raden Ngabehi Yasadipura II (Ranggawarsita I)
Raden Ngabehi Sastradipura (Ahmad Ilham)
Raden Ngabehi Ranggasutrasna

Dituturkan ulang oleh:
Heru Sang Mahadewa
(Member Of One Day One Post)

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *