![]() |
dokumen pribadi |
Dalam tradisi masyarakat Jawa Kuno, seseorang yang termasuk jenis sukerta
harus di ruwat agar terhindar dari Kolo (musibah, bencana, kesialan). Ruwatan
dilakukan dengan menggelar pementasan wayang kulit. Lakon atau judul yang
diambil adalah Murwakala, Sudamala, atau Kunjarakarno.
Kenapa orang Jawa menggelar acara ruwatan? Apa falsafah dibalik upacara
ruwatan yang bagi kalangan tertentu ditafsirkan negativ itu?
Saya sempat melakukan riset amatiran dengan menggali banyak informasi
ke Ki Widayat D, seorang seniman lokal asal
Nganjuk yang telah menggeluti dunia pewayangan sejak jaman orde
lama.
Murwokolo berasal dari dua kata Purwa / Murwa (awal, permulaan) dan Kala (bencana). Sehingga Murwokolo bisa di definisikan sebagai awal
mula dari terjadinya bencana.
Substansi dari cerita Murwokolo adalah pembebasan. Pembebasan manusia
dari mangsa Bathara Kala, seorang raksasa anak dari Bathara Guru yang lahir
karena tidak bisa menahan dan mengendalikan hawa nafsu atas pesona
Batharai Durga. Sedangkan ending dari kisah ini adalah kembalinya Betoro Kolo ke
asalnya. Bisa diartikan sebagai momentum agar manusia bisa mengalahkan hawa nafsu
dan kembali ke jalan yang lurus.
Ada 60 jenis manusia sukerta yang mengandung unsur negativ / kesalahan
/ musibah. Orang-orang tersebut yaitu :
1.
ONTANG-ANTING, yaitu anak tunggal laki-laki
atau perempuan.
2.
UGER-UGER LAWANG, yaitu dua orang anak yang
kedua-duanya laki-laki dengan catatan tidak anak yang meninggal.
3.
SENDHANG KAPIT PANCURAN, yaitu 3 orang anak,
yang sulung dan yang bungsu laki-laki sedang anak yang ke 2 perempuan.
4.
PANCURAN KAPIT SENDHANG, yaitu 3 orang anak,
yang sulung dan yang bungsu perempuan sedang anak yang ke 2 laki-laki.
5.
ANAK BUNGKUS, yaitu anak yang ketika lahirnya
masih terbungkus oleh selaput pembungkus bayi (placenta).
6.
ANAK KEMBAR, yaitu dua orang kembar putra
atau kembar putri atau kembar “dampit” yaitu seorang laki-laki dan seorang
perempuan (yang lahir pada saat bersamaan).
7.
KEMBANG SEPASANG, yaitu sepasang bunga yaitu
dua orang anak yang kedua-duanya perempuan.
8.
KENDHANA-KENDHINI, yaitu dua orang anak
sekandung terdiri dari seorang laki-laki dan seorang perempuan.
9.
SARAMBA, yaitu 4 orang anak yang semuanya
laki-laki.
10. SRIMPI,
yaitu 4 orang anak yang semuanya perempuan.
11. MANCALAPUTRA
atau Pandawa, yaitu 5 orang anak yang semuanya laki-laki.
12. MANCALAPUTRI,
yaitu 5 orang anak yang semuanya perempuan.
13. PIPILAN,
yaitu 5 orang anak yang terdiri dari 4 orang anak perempuan dan 1 orang anak
laki-laki.
14. PADANGAN,
yaitu 5 orang anak yang terdiri dari 4 orang laki-laki dan 1 orang anak
perempuan.
15. JULUNG
PUJUD, yaitu anak yang lahir saat matahari terbenam.
16. JULUNG
WANGI, yaitu anak yang lahir bersamaan dengan terbitnya matahari.
17. JULUNG
SUNGSANG, yaitu anak yang lahir tepat jam 12 siang.
18. TIBA
UNGKER, yaitu anak yang lahir, kemudian meninggal.
19. JEMPINA,
yaitu anak yang baru berumur 7 bulan dalam kandungan sudah lahir.
20. TIBA
SAMPIR, yaitu anak yang lahir berkalung usus.
21. MARGANA,
yaitu anak yang lahir dalam perjalanan.
22. WAHANA,
yaitu anak yang lahir dihalaman atau pekarangan rumah.
23. SIWAH
ATAU SALEWAH, yaitu anak yang dilahirkan dengan memiliki kulit dua macam warna,
misalnya hitam dan putih.
24. BULE,
yaitu anak yang dilahirkan berkulit dan berambut putih “bule”
25. Kresna,
yaitu anak yang dilahirkan memiliki kulit hitam.
26. WALIKA,
yaitu anak yang dilahirkan berwujud bajang atau kerdil.
27. WUNGKUK,
yaitu anak yang dilahirkan dengan punggung bengkok.
28. DENGKAK,
yaitu anak yang dilahirkan dengan punggung menonjol, seperti punggung onta.
29. WUJIL,
yaitu anak yang lahir dengan badan cebol atau pendek.
30. LAWANG
MENGA, yaitu anak yang dilahirkan bersamaan keluarnya “Candikala” yaitu ketika
warna langit merah kekuning-kuningan.
31. MADE,
yaitu anak yang lahir tanpa alas (tikar).
32. Orang
yang ketika menanak nasi, merobohkan “Dandhang” (tempat menanak nasi).
33. Memecahkan
“Pipisan” dan mematahkan “Gandik” (alat landasan dan batu penggiling untuk
menghaluskan ramu-ramuan obat tradisional).
34. Orang
yang bertempat tinggal di dalam rumah yang tak ada “tutup keyongnya”.
35. Orang
tidur di atas kasur tanpa sprei (penutup kasur).
36. Orang
yang membuat pepajangan atau dekorasi tanpa samir atau daun pisang.
37. Orang
yang memiliki lumbung atau gudang tempat penyimpanan padi dan kopra tanpa
diberi alas dan atap.
38. Orang
yang menempatkan barang di suatu tempat (dandhang – misalnya) tanpa ada
tutupnya.
39. Orang
yang membuat kutu masih hidup.
40. Orang
yang berdiri ditengah-tengah pintu.
41. Orang
yang duduk didepan (ambang) pintu.
42. Orang
yang selalu bertopang dagu.
43. Orang
yang gemar membakar kulit bawang.
44. Orang
yang mengadu suatu wadah/tempat (misalnya dandhang diadu dengan dandhang).
45. Orang
yang senang membakar rambut.
46. Orang
yang senang membakar tikar dengan bambu (galar).
47. Orang
yang senang membakar kayu pohon “kelor”.
48. Orang
yang senang membakar tulang.
49. Orang
yang senang menyapu sampah tanpa dibuang atau dibakar sekaligus.
50. Orang
yang suka membuang garam.
51. Orang
yang senang membuang sampah lewat jendela.
52. Orang
yang senang membuang sampah atau kotoran dibawah (dikolong) tempat tidur.
53. Orang
yang tidur pada waktu matahari terbit.
54. Orang
yang tidur pada waktu matahari terbenam (wayah surup).
55. Orang
yang memanjat pohon disiang hari bolong atau jam 12 siang (wayah bedhug).
56. Orang
yang tidur diwaktu siang hari bolong jam 12 siang.
57. Orang
yang menanak nasi, kemuadian ditinggal pergi ketetangga.
58. Orang
yang suka mengaku hak orang lain.
59. Orang
yang suka meninggalkan beras di dalam “lesung” (tempat penumbuk nasi).
60. Orang yang lengah,
sehingga merobohkan jemuran “wijen” (biji-bijian).
Mereka adalah jenis-jenis manusia yang
didalam kisah pewayangan disarankan oleh Bathara Guru boleh dimangsa Bathara Kala. Menurut kepercayaan Jawa Kuno, orang-orang yang tergolong di dalam kriteria tersebut
dapat menghindarkan diri dari malapetaka (disimbolkan menjadi mangsa Bathara Kala) jika ia mengadakan acara ruwatan dengan menggelar wayang kulit, lengkap
dengan berbagai syarat suguhan pada ritual tersebut.
Believe it or not? Wallahu A’lam Bishawab.
#ODOP
#posting_hari_kesembilan
-------------------------------------------------------
Catatan
:
Tidak semua dalang saat ini yang bersedia mementaskan
pagelaran wayang kulit dengan lakon Murwakala, karena alasan unsur sakral dari
pesan moral kisah ini. Hanya dalang tertentu (biasanya dalang sepuh / senior) yang berani melakukannya.
biyuuuuuuhhh...buanyak yaaa yang diruwat....ak termasuk lo...suka bertopang dagu..ada di antara pintu..hehehehe..
BalasHapusbiyuuuuuuhhh...buanyak yaaa yang diruwat....ak termasuk lo...suka bertopang dagu..ada di antara pintu..hehehehe..
BalasHapushahaha ...
Hapusinti dari 60 sukerta ini kan semua orang punya kekurangan, sehingga harus memperbaikinya dan kembali ke jalan yang benar itu
Nomor 22 dan 23 bukanne sama itu ya?
BalasHapushehehe ... iya, makasih koreksinya.
Hapusmutasi dari word ke dasbor soalnya kak