Kamis, 10 Maret 2016

SUKERTA MANGSA BETORO KOLO



dokumen pribadi


Dalam tradisi masyarakat Jawa Kuno, seseorang yang termasuk jenis sukerta harus di ruwat agar terhindar dari Kolo (musibah, bencana, kesialan). Ruwatan dilakukan dengan menggelar pementasan wayang kulit. Lakon atau judul yang diambil adalah Murwakala, Sudamala, atau Kunjarakarno.

Kenapa orang Jawa menggelar acara ruwatan? Apa falsafah dibalik upacara ruwatan yang bagi kalangan tertentu ditafsirkan negativ itu?

Saya sempat melakukan riset amatiran dengan menggali banyak informasi ke Ki Widayat D, seorang seniman lokal asal Nganjuk yang telah menggeluti dunia pewayangan sejak jaman orde lama.

Murwokolo berasal dari dua kata Purwa / Murwa (awal, permulaan) dan Kala (bencana). Sehingga Murwokolo bisa di definisikan sebagai awal mula dari terjadinya bencana.

Substansi dari cerita Murwokolo adalah pembebasan. Pembebasan manusia dari mangsa Bathara Kala, seorang raksasa anak dari Bathara Guru yang lahir karena tidak bisa menahan dan mengendalikan hawa nafsu atas pesona Batharai Durga. Sedangkan ending dari kisah ini adalah kembalinya Betoro Kolo ke asalnya. Bisa diartikan sebagai momentum agar manusia bisa mengalahkan hawa nafsu dan kembali ke jalan yang lurus.

Ada 60 jenis manusia sukerta yang mengandung unsur negativ / kesalahan / musibah. Orang-orang tersebut yaitu :


1.    ONTANG-ANTING, yaitu anak tunggal laki-laki atau perempuan.
2.    UGER-UGER LAWANG, yaitu dua orang anak yang kedua-duanya laki-laki dengan catatan tidak anak yang meninggal.
3.    SENDHANG KAPIT PANCURAN, yaitu 3 orang anak, yang sulung dan yang bungsu laki-laki sedang anak yang ke 2 perempuan.
4.    PANCURAN KAPIT SENDHANG, yaitu 3 orang anak, yang sulung dan yang bungsu perempuan sedang anak yang ke 2 laki-laki.
5.    ANAK BUNGKUS, yaitu anak yang ketika lahirnya masih terbungkus oleh selaput pembungkus bayi (placenta).
6.    ANAK KEMBAR, yaitu dua orang kembar putra atau kembar putri atau kembar “dampit” yaitu seorang laki-laki dan seorang perempuan (yang lahir pada saat bersamaan).
7.    KEMBANG SEPASANG, yaitu sepasang bunga yaitu dua orang anak yang kedua-duanya perempuan.
8.    KENDHANA-KENDHINI, yaitu dua orang anak sekandung terdiri dari seorang laki-laki dan seorang perempuan.
9.    SARAMBA, yaitu 4 orang anak yang semuanya laki-laki.
10.  SRIMPI, yaitu 4 orang anak yang semuanya perempuan.
11.  MANCALAPUTRA atau Pandawa, yaitu 5 orang anak yang semuanya laki-laki.
12.  MANCALAPUTRI, yaitu 5 orang anak yang semuanya perempuan.
13.  PIPILAN, yaitu 5 orang anak yang terdiri dari 4 orang anak perempuan dan 1 orang anak laki-laki.
14.  PADANGAN, yaitu 5 orang anak yang terdiri dari 4 orang laki-laki dan 1 orang anak perempuan.
15.  JULUNG PUJUD, yaitu anak yang lahir saat matahari terbenam.
16.  JULUNG WANGI, yaitu anak yang lahir bersamaan dengan terbitnya matahari.
17.  JULUNG SUNGSANG, yaitu anak yang lahir tepat jam 12 siang.
18.  TIBA UNGKER, yaitu anak yang lahir, kemudian meninggal.
19.  JEMPINA, yaitu anak yang baru berumur 7 bulan dalam kandungan sudah lahir.
20.  TIBA SAMPIR, yaitu anak yang lahir berkalung usus.
21.  MARGANA, yaitu anak yang lahir dalam perjalanan.
22.  WAHANA, yaitu anak yang lahir dihalaman atau pekarangan rumah.
23.  SIWAH ATAU SALEWAH, yaitu anak yang dilahirkan dengan memiliki kulit dua macam warna, misalnya hitam dan putih.
24.  BULE, yaitu anak yang dilahirkan berkulit dan berambut putih “bule”
25.  Kresna, yaitu anak yang dilahirkan memiliki kulit hitam.
26.  WALIKA, yaitu anak yang dilahirkan berwujud bajang atau kerdil.
27.  WUNGKUK, yaitu anak yang dilahirkan dengan punggung bengkok.
28.  DENGKAK, yaitu anak yang dilahirkan dengan punggung menonjol, seperti punggung onta.
29.  WUJIL, yaitu anak yang lahir dengan badan cebol atau pendek.
30.  LAWANG MENGA, yaitu anak yang dilahirkan bersamaan keluarnya “Candikala” yaitu ketika warna langit merah kekuning-kuningan.
31.  MADE, yaitu anak yang lahir tanpa alas (tikar).
32.  Orang yang ketika menanak nasi, merobohkan “Dandhang” (tempat menanak nasi).
33.  Memecahkan “Pipisan” dan mematahkan “Gandik” (alat landasan dan batu penggiling untuk menghaluskan ramu-ramuan obat tradisional).
34.  Orang yang bertempat tinggal di dalam rumah yang tak ada “tutup keyongnya”.
35.  Orang tidur di atas kasur tanpa sprei (penutup kasur).
36.  Orang yang membuat pepajangan atau dekorasi tanpa samir atau daun pisang.
37.  Orang yang memiliki lumbung atau gudang tempat penyimpanan padi dan kopra tanpa diberi alas dan atap.
38.  Orang yang menempatkan barang di suatu tempat (dandhang – misalnya) tanpa ada tutupnya.
39.  Orang yang membuat kutu masih hidup.
40.  Orang yang berdiri ditengah-tengah pintu.
41.  Orang yang duduk didepan (ambang) pintu.
42.  Orang yang selalu bertopang dagu.
43.  Orang yang gemar membakar kulit bawang.
44.  Orang yang mengadu suatu wadah/tempat (misalnya dandhang diadu dengan dandhang).
45.  Orang yang senang membakar rambut.
46.  Orang yang senang membakar tikar dengan bambu (galar).
47.  Orang yang senang membakar kayu pohon “kelor”.
48.  Orang yang senang membakar tulang.
49.  Orang yang senang menyapu sampah tanpa dibuang atau dibakar sekaligus.
50.  Orang yang suka membuang garam.
51.  Orang yang senang membuang sampah lewat jendela.
52.  Orang yang senang membuang sampah atau kotoran dibawah (dikolong) tempat tidur.
53.  Orang yang tidur pada waktu matahari terbit.
54.  Orang yang tidur pada waktu matahari terbenam (wayah surup).
55.  Orang yang memanjat pohon disiang hari bolong atau jam 12 siang (wayah bedhug).
56.  Orang yang tidur diwaktu siang hari bolong jam 12 siang.
57.  Orang yang menanak nasi, kemuadian ditinggal pergi ketetangga.
58.  Orang yang suka mengaku hak orang lain.
59.  Orang yang suka meninggalkan beras di dalam “lesung” (tempat penumbuk nasi).
60. Orang yang lengah, sehingga merobohkan jemuran “wijen” (biji-bijian).


Mereka adalah jenis-jenis manusia yang didalam kisah pewayangan disarankan oleh Bathara Guru boleh dimangsa Bathara Kala. Menurut kepercayaan Jawa Kuno, orang-orang yang tergolong di dalam kriteria tersebut dapat menghindarkan diri dari malapetaka (disimbolkan menjadi mangsa Bathara Kala) jika ia mengadakan acara ruwatan dengan menggelar wayang kulit, lengkap dengan berbagai syarat suguhan pada ritual tersebut.

Believe it or not? Wallahu A’lam Bishawab.

#ODOP
#posting_hari_kesembilan

-------------------------------------------------------

Catatan :
Tidak semua dalang saat ini yang bersedia mementaskan pagelaran wayang kulit dengan lakon Murwakala, karena alasan unsur sakral dari pesan moral kisah ini. Hanya dalang tertentu (biasanya dalang sepuh / senior) yang berani melakukannya.

Ruwatan dilakukan di bulan Suro (bulan Muharam pada tahun baru Hijriyah). Filosovinya adalah dibulan dan tahun yang baru, maka manusia yang diruwat akan membuka lembaran baru pula, untuk menapak kehidupan yang lebih baik di jalan yang lurus tadi.

5 komentar:

  1. biyuuuuuuhhh...buanyak yaaa yang diruwat....ak termasuk lo...suka bertopang dagu..ada di antara pintu..hehehehe..

    BalasHapus
  2. biyuuuuuuhhh...buanyak yaaa yang diruwat....ak termasuk lo...suka bertopang dagu..ada di antara pintu..hehehehe..

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha ...
      inti dari 60 sukerta ini kan semua orang punya kekurangan, sehingga harus memperbaikinya dan kembali ke jalan yang benar itu

      Hapus
  3. Nomor 22 dan 23 bukanne sama itu ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehe ... iya, makasih koreksinya.
      mutasi dari word ke dasbor soalnya kak

      Hapus

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *