Sekembalinya dari Bumi memburu manusia jenis sukerta, Bethoro Kolo ingin mendapatkan Tirta
Amerta Sari atau air keabadian, karena ingin menjadi Dewa yang abadi
seperti yang lain.
Keinginan Bethoro Kolo tidak disetujui oleh ayahnya, Sang Hyang Manikmaya (Bethoro Guru). Karena putranya itu
tercipta dari sifat buruknya yang tidak mampu mengendalikan hawa nafsu atas
pesona istrinya Dewi Uma, sehingga Bethoro Kolo berperingai buruk pula.
Bethoro Kolo tetap berontak, dengan kesaktiannya diam-dam
ia berhasil mendapatkan air keabadian tersebut. Namun ketahuan oleh Bethoro Suryo (Dewa Matahari) dan Bethari
Condro (Dewi Bulan) yang langsung
melaporkan kejadian itu kepada Bethoro Guru.
Bethoro Guru segera memerintahkan Bethoro Wisnu (Dewa Wisnu)
untuk merebut Tirta Amerta Sari sebelum Bethoro Kolo meminumnya. Bethoro Wisnu segera
menyisir seluruh wilayah istana taman langit dan akhirnya bertemu Bethoro Kolo
dibalik awan hitam.
Saat itu Bethoro Kolo baru saja meminum air keabadian. Sebelum
air tersebut sampai ditenggorokan atau tertelan, Bethoro Wisnu melemparkan
senjata Cakra tepat mengenai leher Bethoro Kolo. Maka terpisahlah kepala dan
tubuh Bethoro Kolo. Tubuh Bethoro Kolo jatuh ke bumi dan hancur berkeping-keping,
sedangkan kepalanya gentayangan dilangit dan abadi karena sudah sempat terkena Air Keabadian.
Bethoro Kolo lalu bersumpah akan menelan Bethoro Suryo
dan Bethari Condro kalau bertemu. Maka ketika Matahari (Bethoro Suryo) dan Bulan (Dewi
Condro) ditelan kepala Bethoro Kolo, pasti akan keluar lagi lewat lehernya
yang sudah putus.
![]() |
foto dari mbah google |
Gugurnya Bethoro Kolo sekaligus menjadi segmen kisah
terjadinya Gerhana yang sudah saya kupas pada catatan sebelumnya.
#ODOP
#posting_hari_kesepuluh
#gugur_bethoro_kolo
syereeemm critane...kereeenn abis poko e
BalasHapussyereeemm critane...kereeenn abis poko e
BalasHapusHehehee ... mosok to serem?
HapusJadi teringat pak guru bahasa jawa yg bercerita tentang betoro kolo
BalasHapusJadi teringat pak guru bahasa jawa yg bercerita tentang betoro kolo
BalasHapusHmmm .. ini memang sastra jawa mbk
Hapuskok mas heru bisa ngerti banget sama sastra jawa sih??*edisi kepo hehehe
BalasHapusWaktu kecil, saya selalu nimbrung numpang tidur di bawah kolong Bonang (gamelan) setiap ada pementasan wayang ... hehee
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusBethoro kolo ki sang waktu, biyen jarang onok bocah sing gelem sekolah ,mergo males, seneng dolanan, nk g gelem sekolah di mongso wektu utowo sang kolo , nk sak iki bocah cilik wis di sekolahne paud, gedi sitik TK, trus SD,minimal pendidikan sampek SMP Bethoro kolo wis raonok cah sak iki pinter pinter
BalasHapus