This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Jumat, 30 September 2016

FORGIVE BUT NOT FORGET FOR 30 SEPTEMBER 1965



Bung Karno menangis saat pemakaman 7 Pahlawan Revolusi - foto google


Sebuah tragedi kemanusiaan pembantaian setengah juta nyawa. Politic is Politic, demi kekuasan (baca – perebutan tampuk pimpinan pemerintahan di tengah kondisi kesehatan Bung Karno yang kian terpuruk), politik bisa menjadi keji, biadab dan tidak berperikemanusiaan.

“Saya dan keluarga memilih mengasingkan diri jauh di pedalaman desa selama 20 tahun untuk menyembuhkan trauma.” ucap Amelia Yani. Putri sulung almarhum Jendral Ahmad Yani, salah satu Pahlawan Revolusi yang menjadi korban peculikan Partai ** , ketika tampil dalam sebuah acara di stasiun televisi swasta.

“Kami sudah memaafkan. Ketika melihat anak-anak eks tahanan politik di Pulau Buru saya menangis. Ternyata selama puluhan tahun mereka mengalami diskriminasi, diasingkan, dan sulit untuk sekedar bisa makan. Dipaksa ikut menanggung dosa dari orang tua. Mereka tidak tahu apa-apa. Ketika tragedi itu terjadi, mereka masih balita, bahkan ada yang belum lahir.”  Timpal Chaterine Panjaitan. Putri almarhum Jendral DI Panjaitan.

“Ketika itu saya berumur 6 tahun 2 bulan. Saya tidak tahu apa yang terjadi. Saya hanya ingat ketika itu saya dan keluarga diasingkan ke Pulau Buru, lalu dideportasi ke China. Kemudian dipindah lagi ke Ceko dan terakhir diserahkan ke pemerintah Moskow. Sekembalinya ke tanah air, ketika SD saya baru menyadari siapa ayah saya dan mengapa saya dan keluarga harus menanggung dosa-dosanya!” Ungkap Ilham Aidit dengan mata berkaca-kaca. Putra Dipa Nusantara Aidit, Ketua Umum terakhir Partai ** .

Kini, lima puluh satu tahun telah berlalu dari peristiwa tanggal 30 September 1965.

Bahwa Partai ** telah berkhianat memang iya. Bahwa paham komunis adalah musuh nomor satu agama dan dunia sudah harga mutlak. Tak ada tempat lagi untuk ideology atheis di Indonesia. Bahkan seharusnya di bumi ini.

Tetapi sejarah tidak boleh dibelokkan.

Selama kurun waktu dua tahun sesudah peristiwa penculikan dan pembunuhan terhadap tujuh para petinggi TNI AD itu, terjadi pembantaian setengah juta nyawa di Jawa dan Bali. Sebagai ajang pembalasan atas kekejian paham Atheis di Indonesia.

Bukan itu saja, penguasa Orde Baru yang mensuksesi Bung Karno juga memberlakukan regulasi keras. Tak ada tempat berkarier bagi anak cucu mantan simpatisan Partai ** .

Diskriminasi terhadap anak keturunan eks tahanan politik Partai ** hingga tujuh garis keturuan diatas, tentu bukan pula produk hukum yang bijak.

Setiap bayi lahir membawa kesucian masing masing. Lepas dari tangan kotor dan dosa orang tua mereka.

Yang sudah ya sudah, biarlah sejarah yang mencatatnya.

Saling memaafkan dan bergandeng tangan sesama anak bangsa untuk menatap masa depan Indonesia yang Indah, tentu jauh lebih bijaksana ketimbang melampiaskan dendam amarah.

Memaafkan, tetapi tidak boleh melupakan.


Surabaya, 30 September 2016
(Heru Sang Mahadewa)
Member Of OneDayOnePost

Pak Harto (ketika itu Pangkostrad) menjadi the rising star - foto google
Pak Harto menjadi fenomenal setelah peristiwa G 30 S PKI - foto google

Catatan :
Tulisan ini saya buat untuk menyikapi terbentuknya Forum Silaturrahmi Anak Bangsa yang didirikan oleh putra-putri korban tragedi sejarah. Baik anak-anak para Jendral TNI AD yang menjadi Pahlawan Revolusi, maupun anak-anak para eks tahanan politik Partai **.

Terharu menyaksikan mereka saling berpelukan pada sebuah acara di stasiun televisi swasta. Demi menatap Indonesia ke depan.

“Berhenti Mewariskan Konflik, Tidak Menciptakan Konflik Baru” – Semboyan Forum Silaturrahmi Anak Bangsa.

Kamis, 29 September 2016

SATU MALAM DI MUSIM GLAGAH




Malam itu adalah malam dimana harga sebuah nyawa lebih murah dari seekor ayam.

Roemaisah meringkuk diantara perdu glagah yang bermusim di tepi Kali Widas. Petang tadi, ia merangkak dari kebun belakang rumahnya. Bersembunyi di sawah, lalu setelah gelap, ia tiarap di tepi kali itu.

Sayup-sayup, terdengar suara orang meminta ampun. Disusul jeritan menyayat hati meregang nyawa.

“Semoga Kang Sirun bisa melarikan diri dari kejaran para santri itu.” Harapnya dalam hati.

Byur!

Sesosok tubuh melayang jatuh di dekatnya. Diatas jembatan, terlihat tiga orang pelaku pelemparan. Salah satunya menjilati golok yang berkilau kemerah-merahan.

Darah!

Iya, lelaki itu membersihkan darah yang menempel di golok dengan lidahnya. Seketika Roemaisah ingin muntah. Perutnya mual semual-mualnya. Kepalanya terasa berputar-putar. Pandangan matanya meredup.

Slep!

Roemaisah pingsan di sela-sela pohon glagah.

Ketika ia membuka mata, puluhan mayat telah mengapung di Kali Widas.

*****
Satu bulan setelah Partai berlambang Palu Arit terkuak kedoknya telah melakukan makar, orang-orang yang dicurigai sebagai anggota dan simpatisannya dibantai oleh laskar sebuah ormas Islam. Sebagai bentuk pembalasan atas kekejian partai itu selama kurun waktu puluhan tahun.

Peristiwa ini menjadi catatan paling kelam dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia.

 

(Heru Sang Mahadewa)

Member Of OneDayOnePost

#FiksiMini

#30th_September’sNight

Rabu, 28 September 2016

LEGENDA CINTA KAMAJAYA - KAMARATIH




image google

Kahyangan Jonggring Saloka gempar!

Tersiar berita bahwa sepasukan besar dari bangsa raksasa yang dipimpin Prabu Nilarudraka berniat ngluruk ke istana taman langit. Tujuan mereka hendak meminang salah satu bidadari Kahyangan.

Keadaan menjadi panik, ketika para Dewata mengetahui bahwa yang bisa mengalahkan raja bangsa Kala (raksasa) itu hanyalah Sang Hyang Manikmaya (Bethara Guru). Padahal, Bethara Guru sedang melakukan tapa brata.

Tidak ada yang akan sanggup membangunkan Sang Hyang Manikmaya. Raja istana taman langit.

“Satu-satunya cara memancing Bethara Guru mengakhiri tapa brata hanya dengan mengingatkan dia kepada cintanya, Bethari Durga. Karena Sang Hyang Manikmaya pasti sedang menahan rindu teramat dalam kepada istrinya yang sedang mengandung.” Jelas Bethara Ismaya.

“Rindu?” Ucap Bethara Narada sembari bertanya-tanya.

Jemparing Panca Wisaya!” Seru Bethara Ismaya seraya berdiri saat menemukan gagasan.

Para Dewata yang berkumpul di paseban Kahyangan Suralaya sepakat bahwa Sang Hyang Manikmaya harus dibangunkan dengan pengingat kerinduan.

Jemparing Panca Wisaya. Pusaka milik putra Bethara Ismaya.

Dipanggillah seorang Dewa muda, Bethara Kamajaya yang baru saja melangsungkan pernikahan dengan putri Bethara Soma. Dewi Kamaratih.

*****

Pasangan pengantin muda, Bethara Kamajaya (Dewa Asmara) dan Dewi Kamaratih (Dewi Cinta) sedang berjalan di taman Cakra Kembang ketika utusan Bethara Ismaya menghadapnya.

Pukulun, Sang Hyang Ismaya memanggil sang putra ke paseban agung.” Ucap utusan.

“Untuk apa?” Tanya Dewa yang mengemban anugerah tertinggi lelaki itu. Berupa ketampanan paling elok sejagad.

“Sepertinya ada tugas yang akan diberikan kepada pukulun.” Jelas utusan.

“Baik, kembalilah. Aku akan menyusul.” Jawab Bethara Kamajaya.

Dikecupnya kening istri tercinta, Dewi Kamaratih. Bidadari yang mendapat anugerah kecantikan paling elok sejagad.

“Adinda, aku merasa tugas yang akan diberikan kepadaku ini sangatlah berat. Jaga dirimu baik-baik.” Pamit Bethara Kamajaya.

“Jaga dirimu juga, kakanda. Untuk hatiku.” Balas Dewi Kamaratih. 

Sang istri juga merasakan kekhawatiran yang sama. Sebagai seorang Bethari, mata batinnya bisa menangkap  tanda-tanda peristiwa yang akan menimpa kekasih hatinya.

Menghadap sang putra kepada ayahnya di paseban agung Kahyangan Suralaya. Sudah berkumpul para Dewata disana. Semua menunggu kedatangan Bethara Kamajaya.

“Ada apa ayahanda memanggilku?” Sungkemnya kepada Bethara Ismaya.

“Kamajaya, Kahyangan sebentar lagi akan diserang Nilarudraka. Hanya Sang Hyang Manikmaya yang bisa mengalahkannya. Sementara, dia sedang bertapa brata saat ini. Datanglah ke pertapaan Bethara Guru. Bangunkan dia dengan Jemparing Panca Wisaya!” Perintah Bethara Ismaya.

“Sendika dhawuh, rama pukulun!” Jawab Bethara Kamajaya.

*****

Melesat Bethara Kamajaya meninggalkan paseban agung. Menuju pertapaan Bethara Guru.

Sampai di tempat persemedian, Ia mengendap-endap mendekati Sang Hyang Manikmaya yang memejamkan mata sambil duduk bersila.

Berkali-kali Bethara Kamajaya mencoba membangunkan dengan melemparkan batu kecil dan patahan ranting kayu. Tetapi Bethara Guru tak sedikitpun bergeming.

Sang Dewa Asmara pun mencabut pusaka andalannya. Jemparing Panca Wisaya.

Panca berarti lima. Wisaya adalah rindu.

Panca Wisaya berwujud anak panah dengan mata kembang. Jika dilepaskan, akan menebarkan aroma harum yang menusuk lima indera.

Melesatlah pusaka milik Bethara Kamajaya ke tempat Bethara Guru bertapa brata. Dalam sekejap, raja istana taman langit pun perlahan mulai terbangun. Dalam penciumannya, aroma harum yang membangunkannya berasal dari istri tercinta. Bethari Durga.

Betapa terkejutnya Sang Hyang Manikmaya, ketika ia membuka mata bukan sang istri yang datang. Tetapi Bethara Kamajaya.

Bethara Guru murka!

Ditatapnya Bethara Kamajaya dengan mata ketiga yang berada di dahi Sang Mahadewa. Mata yang merah menyala karena menahan amarah.

Seketika Bethara Kamajaya terbakar!

Sorot mata Sang Hyang Manikmaya membakar hangus tubuh Bethara Kamajaya hingga hancur jadi abu.

Berlari Dewi Kamaratih yang sejak keberangkatan suaminya sudah berfirasat buruk, sehingga diam-diam mengkuti. Ia menceburkan diri ke kobaran api yang membunuh Bethara Kamajaya. Putri Bethari Soma itupun ikut hangus terbakar menjadi abu.

Bersatulah pasangan suami istri itu di alam keabadian. Bersama tali cinta dan pernikahan mereka yang abadi pula.

Datang Behara Ismaya, Bethara Narada dan para Dewata ke hadapan Bethara Guru. Kepada Sang Hyang Manikmaya, mereka menjelaskan bahwa sebenarnya Bethara Kamajaya hanya menjalankan tugas dari para Dewata. Membangunkan Bethara Guru dari tapa brata demi menyelamatkan Kahyangan dari Prabu Nilarudraka.

Para Dewata memohonkan ampun kepada Sang Hayang Manikmaya. Mereka juga meminta agar Bethara Guru menghidupkan kembali Bethara Kamajaya dan Dewi Kamaratih.

“Sabdaku tidak bisa dicabut, pukulun!” Ucap Sang Mahadewa.

“Tetapi karena Kamajaya gugur sebagai pahlawan Kahyangan, aku akan mengabulkan permintaan kalian, para Dewa.” Lanjutnya.

“Bethara Kamajaya dan istrinya Dewi Kamaratih akan kuhidupkan kembali. Tetapi tidak disini. Tempat mereka ada di Arcapada. Di dunia fana, mereka akan hidup kembali di hati para suami dan istri. Cinta dan kasih sayang mereka akan abadi disana, selama pasangan suami istri itu bisa menempatkan diri dalam bhaktinya masing-masing!” Sabda Bethara Guru, Sang Hyang Manikmaya. Sang Mahadewa.

*****

Dalam tradisi masyarakat Jawa, ketika seorang pasangan hendak menikah, semua kerabat dengan dipandu sesepuh (tetua, tokoh adat) akan berdoa kepada Allah SWT agar sang pengantin menerima anugerah keabadian cinta Bethara Kamajaya dan Dewi Kamaratih. Menjadi pasangan yang Sakinah Mawaddah Warohmah.

Saat pengantin wanita (setelah menjadi istri tentunya) hamil tujuh bulan, dilakukan tradisi mitoni, piton-piton (bahasa Jawa, tujuh bulanan), disebut juga Tingkeban.

Saat itulah, akan disediakan sebuah cengkir (kelapa muda) yang pada kulitnya dilukisi sosok Bethara Kamajaya dan Dewi Kamaratih.

Harapannya, janin bayi yang sedang berada di kandungan, jika lelaki akan berparas tampan seperti Dewa Asmara (Kamajaya). Jika wanita akan cantik seperti Dewi Cinta (Kamaratih).

Bethara Kamajaya (Dewa Asmara) - image google
Dewi Kamaratih (Dewi Cinta) - image google
Sang Mahadewa (Sang Hyang Manikmaya), Bethara Guru - Dok. Pribadi

Cengkir (Kelapa Muda) berlukiskan Kamajaya & Kamaratih - google image

(Heru Sang Mahadewa)

Member Of OneDayOnePost

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *