This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Jumat, 30 Juni 2017

CANDI PENATARAN, KOMPLEK CANDI TERBESAR DI JAWA TIMUR



Candi Penataran adalah candi Syiwa terbesar yang ada di Brang Wetan. Dibangun pada rentang kekuasaan tiga masa: Kediri, Singosari dan Majapahit. Berada di Desa Penataran, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Nama asli candi ini adalah Candi Palah. Sesuai dengan batu prasasti yang ada di halaman komplek situs Penataran.

Pendirian bangunan suci candi bercorak Syiwa ini dimulai oleh Sri Maharaja Sri Sarweqwara Triwikramawataranindita Crengalancana Digwijayottungadewa, penguasa Panjalu/Kadhri/Kediri pada 1119 Saka (1197 M).  

Pada tahun "Naga Muluk Sinangga Jalma” yang artinya1208 Saka (1286 M), Kêrtanegara, penguasa Singosari, mendirikan Candi Naga untuk melengkapi kompleks bangunan yang ide awalnya adalah untuk memuja Bathara Palah (Hyang Acalapat), perwujudan Bathara Syiwa sebagai penguasa gunung (Girindra). Pada masa itu, gunung Kelud sudah sering memuntahkan lahar atau meletas.

Begitu kentalnya candi Palah dengan sosok Bathara Syiwa, membuat candi ini juga dipercaya sebagai pendharmaan Ken Angrok (Ken Arok), pendiri Singosari yang mengklaim dirinya adalah titisan Sang Mahadewa (Syiwa).

Jayanêgara, Bathara ring Majapahit Karo menjadikan candi Penataran sebagai candi negara. Pusat pendidikan ajaran Syiwa. Berlanjut ke masa Tribuwana Tunggadewi dan Hayam Wuruk, pada 1291 Saka (1369 M) didirikan lagi sebuah bangunan yang dinamakan Candi Candra Sengkala. Orang-orang mengenalnya sebagai Candi Brawijaya. Candi inilah yang sekarang dijadikan lambang Kodam V Brawijaya.






Pada dinding pendopo agung yang kini tinggal bagian bawah, juga pada dinding candi utama, terpahat relief yang menceritakan kisah Sri Tanjung, Ramayana dan Kresnayana.





Di belakang candi utama, terdapat sebuah kolam mata air yang sangat jernih, dibangun pada   1337 Saka (1415 M). Besar kemungkinan, kolam ini adalah tempat bersuci sebelum mengheningkan cipta di garbagriha candi Palah. 


(Heru Sang Mahadewa) 
Member of One Day One Post

Senin, 26 Juni 2017

PENUTURAN ULANG SERAT CENTHINI JILID I (6)



MEGATRUH 1
Selanjutnya dikisahkan sang prabu di Majapahit, telah mendengar kabar, bahwa Sunan Giri, Satmata telah mangkat, sehingga digantikan cucunya.

MEGATRUH 2
Berjuluk Sunan Giri Prapen yang mulia, perkembangannya seperti diceritakan, sang pemuka agama tak pernah mau tunduk, kepada negeri Majapahit, maka jadilah malapetaka bagi sang pemimpin.

MEGATRUH 3
Berkata kepada Gajah Tanada tanpa ampun, dengan didampingi putra mahkota, mengerahkan pasukan besar, diperintahkan menggempur Giri, sampai tuntas dan telah hancur.

MEGATRUH 4
Sunan Giri Prapen telah mendengar bahwa akan digempur, oleh sang prabu Majapahit, telah berangkat prajurit sang prabu, rakryan patih dan putra mahkota, pasukan mereka bagai gelombang samudera yang sedang pasang.

MEGATRUH 5
Sunan Giri Prapen telah memutuskan siap berjihad hingga titik darah penghabisan, dia memerintahkan untuk bertahan, dari serangan prajurit Majapahit, tidak lama musuh bertemu, disambut dengan adu senjata.

MEGATRUH 6
Pasukan Giri berjatuhan dan meninggal, banyak yang terluka, sebelum semakin terdesak, Sunan Prapen telah mengungsikan, istri dan anaknya meloloskan diri.

MEGATRUH 7
Lalu menyingkir ke pinggiran pantai, yang namanya kota Giri, semua telah jadi abu, harta benda dijarah, putra raja terus berjalan pelan-pelan.

MEGATRUH 8
Datanglah dari makam sang ulama, almarhum Sunan Giri, yang telah lama dikubur, dua orang, dua perwira muda.

............

BERSAMBUNG

-o0o-

Bagian sebelumnya, baca [ DI SINI ]
Bagian selanjutnya, baca [ DI SINI ]

Judul asli:
Suluk Tambangraras

Pengarang:
KGPAA Amengkunegara III (Sunan Pakubuwana V)
Raden Ngabehi Yasadipura II (Ranggawarsita I)
Raden Ngabehi Sastradipura (Ahmad Ilham)
Raden Ngabehi Ranggasutrasna

Dituturkan ulang oleh:
Heru Sang Mahadewa
(Member Of One Day One Post)

Jumat, 23 Juni 2017

PENUTURAN ULANG SERAT CENTHINI JILID I (5)



ilustrasi gambar: Yayasan Wacana


KINANTHI 21
Sang ulama berkata pelan, kepada pasukan (pengikutnya), kalian semua lihatlah, dan jadilah saksi, pusaka ini kuberi nama, si Kalam Munyeng yang baik.

KINANTHI 22
Semua pengikutnya menjawab dengan bersahutan, lalu semua kembali, ke tempat tinggal masing-masing, lestari(aman)lah pesantren Giri, dengan dinobatkannya Kanjeng Sunan, sebagai Prabu Satmata yang memiliki ilmu lebih.

KINANTHI 23
Makmur dan semakin ramai, semakin tecukupi kebutuhan hidup pengikutnya, tidak ada yang miskin, setelah berselang lama, Sunan Giri menderita sakit, datanglah kehendak takdir.

KINANTHI 24
Pulang ke rahamatullah, pecah tangis di dalam puri, laki perempuan semua berduka, setelah jasad disucikan, dimakamkan tidak jauh, dari tempat tinggal beliau.

KINANTHI 25
Mangkatnya (Sunan Giri) meninggalkan keturunan, sepuluh anak laki-laki dan perempuan, yang dua dari istri pertama, dialah Pangeran Pasirbata, dan Siti Rohbayat, yang delapan dari istri kedua.

KINANTHI 26
Disebut Nyi Geng Ratu, nama yang diberikan ke anak tertua, Ratu Gede di Kukusan, lalu Sunan Dalem, yang ketiga diberi nama, Sunan Tegalwangi.

KINANTHI 27
Empat Nyi Geng Saluluhur, lima iya Sunan Luhur, Ratu Gedhe, Sunan Kulon yang ketujuh, Sunan Waruju bungsunya, diceritakan dengan jelas.

KINANTHI 28
Setelah dimakamkan, berkumpullah para kerabat Giri, membahas siapa yang akan menggantikannya, kedudukan Sunan Giri, semua kerabat telah sepakat, Sunan Dalem yang menggantikan.

KINANTHI 29
Maka diangkatlah dia dengan julukan, Sunan Giri Kedua, Sunan Giri Kedhaton, menikahi dua istri, belum sempat tersyohor (berjaya), Kanjeng Sunan telah tiada.

KINANTHI 30
Pulang ke rahamatullah, juga dimakamkan di Giri, meninggalkan sepuluh anak, bungsunya Sunan Sedarmagi, yang kedua dikenal, Sunan Giri Prapen Adi.

KINANTHI 31
Ketiga Nyi Geng Karugangurung, Nyi Geng Kulakan yang suci, Pangeran Lor, Pangeran Dheket, Pangeran Bongkok, lalu Nyi Ageng Waru namanya, dan Pangeran Bulu  kakak dari si bungsu.

KINANTHI 32
Bungsunya bernama Pangeran Sedalaut, setelah selesai mengurusi almarhum, dibahas siapa pantas menggantinya, berkumpullah semua pengikutnya, Sunan Prapen terpilih, (dia) memiliki ilmu lebih seperti eyangnya (Sunan Giri).

KINANTHI 33
Mandirinya Giri Kedhaton, disebut tetap abadi, Sunan Giri Prapen yang memiliki ilmu lebih, semua pengikutnya baik anak-anak maupun orang dewasa (rajin) sujud, terkenal hingga ke negeri lain, tiada pernah putus disuara(kabar)kan.

BERSAMBUNG

-o0o-

Bagian sebelumnya, baca [ DI SINI ]
Bagian selanjutnya, baca [ DI SINI ]

Judul asli:
Suluk Tambangraras

Pengarang:
KGPAA Amengkunegara III (Sunan Pakubuwana V)
Raden Ngabehi Yasadipura II (Ranggawarsita I)
Raden Ngabehi Sastradipura (Ahmad Ilham)
Raden Ngabehi Ranggasutrasna

Dituturkan ulang oleh:
Heru Sang Mahadewa
(Member Of One Day One Post)

PENUTURAN ULANG SERAT CENTHINI JILID I (4)



ilustrasi gambar: Yayasan Wacana


KINANTHI 11
Lalu tiada pernah pulang, berlanjut tinggal di Giri, pemimpin ulama Satmata, julukan dari Sunan Giri, Gajah kedhaton yang mulia, tersyohor hingga ke negeri lain.

KINANTHI 12
Dan telah dijadikan menantu, oleh Sunan Ampel, dinikahkan dengan putrinya, bernama Nyai Ageng Ratu, membangun rumah tangga yang rukun, abadi hingga menurunkan anak.

KINANTHI 13
Sang istri pergi, Nyai Ageng telah mendahului, pulang ke rahamatullah, makamnya berada satu tempat, dengan mertua laki-laki dan perempuannya, suami dan anak-anaknya sangat bersedih.

KINANTHI 14
Sampai disini berganti kisah, sang raja Brawijaya, mendengar kabar yang telah nyata, bahwa Sunan Giri, memiliki banyak pengikut, diam tanpa dengan peperangan.

KINANTHI 15
Sang prabu segera mengirim utusan, Rakryan Patih Gajah Tanada, seketika bergeraklah pasukan, menyerang ke Giri Gresik, tidak dikisahkan (bagaimana) perjalanan mereka, tiba-tiba telah datang menduduki Giri.

KINANTHI 16
Gempar seperti dilandai badai, yang menerjang tiada henti, (larilah) naik ke kedhaton, bersamaan dengan Kanjeng Sunan Giri, sedang membaca dan menulis Al-Qur’an, terkejut mendengar suaranya.

KINANTHI 17
Orang-orang berteriak “musuh datang!”, semua merusak Giri, pena yang sedang digunakan menulis, lalu segera dilempar dengan cepat, sambil berdoa kepada Pangeran (Allah SWT), memohon perlindungan.

KINANTHI 18
Lalu pena itu berubah menjadi keris, melesat dan mengamuki tubuh, para prajurit Majapahit, banyak yang terluka, lalu meninggal, sebagian lagi lari tunggang langgang.

KINANTHI 19
Pulang ke Majapahit, setelah musuh pergi, keris kembali ke wujud asalnya, tergeletak di hadapan, tempat menulis sang ulama, dan berlumuran darah.

KINANTHI 20
Terkejut sang prabu, mengetahui keris berlumuran darah, sangat bersedih dan menyesal, lalu berdoa kepada Hyang Widhi (Allah SWT), semoga Allah mengampuni, segala perbuatan khilaf hamba.


............

BERSAMBUNG

-o0o-


Bagian sebelumnya, baca [ DI SINI ]
Bagian selanjutnya, baca [ DI SINI ]

Judul asli:
Suluk Tambangraras

Pengarang:
KGPAA Amengkunegara III (Sunan Pakubuwana V)
Raden Ngabehi Yasadipura II (Ranggawarsita I)
Raden Ngabehi Sastradipura (Ahmad Ilham)
Raden Ngabehi Ranggasutrasna

Dituturkan ulang oleh:
Heru Sang Mahadewa
(Member Of One Day One Post)

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *