Sabtu, 01 Oktober 2016

MENULISLAH SEPERTI DALANG YANG MEMAINKAN WAYANG



Foto Dokumen Pribadi

Dalam sebuah acara bertajuk Festival Dalang Dulongmas gagasan Bupati Tegal yang juga seorang praktisi seni pewayangan, Ki Enthus, hadir maestro pedalangan asal Solo. Ki Manteb Sudarsono.

Dalang yang telah puluhan tahun malang melintang membawakan pentas wayang kulit dalam genggamannya itu memaparkan kepada para dalang pemula, “ketemu sing bener piye, sing apik piye, ning ojo mikir payu opo ora ..” (meramu yang benar bagaimana, yang bagus bagaimana, tapi jangan berpikiran kelak laku apa tidak).

Apa yang dipaparkan Dalang Sabet Setan (julukan Ki Manteb, karena piawai memainkan gerakan wayang saat perang tanding) juga pernah diungkapkan Mbah Tumiran, seorang praktisi seni pewayangan asal kota Nganjuk, Jawa Timur, ketika dahulu saya sering nongkrong di rumah beliau.

Ndalang iku ojo noleh sing ndelok, enek opo ora yo pancet kudu temen anggonmu suluk …” (Memainkan wayang itu jangan melihat ke penonton, ada ataupun tidak ada yang melihat, kamu harus tetap semangat dan fokus mendendangkan syair), ungkap Mbah Tumiran.

Apa yang disampaikan dua Dewa dalam dunia pedalangan dan pewayangan itu dapat kita terapkan juga dalam proses belajar menulis.

Kenapa?

Menurut Ki Manteb Sudarsono, seorang dalang pemula harus bisa meramu yang benar bagaimana, yang bagus bagaimana, tapi jangan berpikiran kelak laku apa tidak. Sama halnya dengan belajar menjadi penulis.

Menulis ya menulis saja.

Jangan berpikiran kelak tulisan kita akan laku apa tidak. Terus saja menulis. Sambil mengasah kemampuan bagaimana membuat sebuah tulisan yang benar dan bagus. Ini yang pertama.

Kedua, menurut Mbah Tumiran jangan pernah melihat ke penonton, ada ataupun tidak ada yang melihat, kita harus tetap semangat berkreasi dalam memainkan sebuah pagelaran wayang kulit.

Tetaplah menulis.

Pesan itu bisa saya terjemahkan ke dunia belajar menulis bahwa ada ataupun tidak ada yang membaca tulisan kita, jangan pernah mengendurkan semangat untuk berkreasi.

Ini penting.

Dalam sebuah pagelaran wayang kulit, saat segmen jejeran (perkenalan, pembukaan), limbukan (segmen santai), perang begal (segmen tantangan), goro-goro (segmen pendinginan suasana) biasanya penonton membludak dan antusias melihat.

Tetapi ketika Goro-goro berakhir, satu per satu penonton ikut bubar pula. Padahal pagelaran masih berlangsung setengah malam lagi. Hingga menjelang Subuh.

Inilah point yang ditekankan oleh Mbah Tumiran. Jangan sampai kreasi si Dalang akan kendur karena terpengaruh surutnya jumlah penonton. Tetap mendendangkan suluk (syair dalam wayang) dengan syahdu. Tetap menyabetkan wayang seindah mungkin.

Tidak berbeda jauh dengan proses kita belajar menulis.

Sekedar kilas balik ke perjalanan para siswa One Day One Post. Ketika memasuki awal-awal masa tantangan, kita semua bersemangat menulis. Blog juga tak pernah sepi dari pengunjung (meski kebanyakan adalah sesama siswa ODOP). Tetapi ketika memasuki masa-masa akhir tantangan, pembaca tulisan kita di blog mulai menurun. Tidak bisa dipungkiri, semangat menulis kita ikut mengendur pula.

Puncaknya adalah ketika sudah tidak ada tantangan dari Suhu, Bang Syaiha. Praktis pembaca tulisan di blog kita hanya tinggal segelintir orang. Ironisnya, semangat menulis seakan berbanding lurus dengan fenomena itu.

Kembali lagi ke penuturan Ki Manteb dan Mbah Tumiran.

Jangan berpikiran payu opo ora, enek sing ndelok opo ora, pancet ndalang sing temen. Masa bodohlah dengan ketakutan ‘laku atau tidak tulisan kita, ada yang membaca apa tidak’. Mari tetap menulis.

Jagalah api semangat belajar kita agar tetap menyala. Jangan biarkan ia meredup apalagi sampai padam.

Itu pesan yang bisa saya tangkap dari beliau.

Iya, begitu.

(Heru Sang Mahadewa)
Member Of OneDayOnePost

25 komentar:

  1. MasyaAllah. Tulisan ini penyemangat luar biasa, bang heru.
    Mantap nian.

    Jaga terus kobaran api semangat itu untuk menulis.

    Ainayya tunggu edisi selanjutnya, bang heru.

    Inspiratif

    BalasHapus
  2. Aku pokok e nulis Her, ga mikir lainnya

    BalasHapus
  3. Aku pokok e nulis Her, ga mikir lainnya

    BalasHapus
  4. Super sekali mas Heru.. inspiratif..😊

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih.
      selamat datang kembali di gubuk saya mbk Sas.
      lama gk pernah mampir =D hehe

      Hapus
  5. Tulisan mas heru ada pembacanya kok, nih saya :)

    BalasHapus
  6. Kata ippho. Lakukan apa yang kamu bisa saat ini, jelak kamu akan menemukan jati dirimu lewat apa tang sudah kamu lakukan.

    #efek abis dengerin ippho. Hahaha.

    Kira2 sama yah mas dengan apa yang guru2 menulis dan ki manteb dan mbah tumiran maksud.

    Lakukan terus... lakukan yang terbaik sambil belajar


    Terima kasih mas Heru.

    BalasHapus
  7. Semoga mengibarkan semangat di jiwaku khususnya.

    BalasHapus
  8. Bumi gonjang ganjing... Tratak tak tak tak...

    Hayo semangat...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Langit kelap-kelap ... katon ....
      hehe, semangat!

      Hapus
  9. Waaah luar biasaa tulisannya...
    Luar biasa kak...
    Semoga bisa seperti dalang yang tetap keep istiqomahnya sampai akhir cerita

    BalasHapus
  10. Terima kasih atas pencerahannya, Mas.

    BalasHapus
  11. Terima kasih atas pencerahannya, Mas.

    BalasHapus

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *