Tak terasa hari ini
seluruh umat Muslim dari
berbagai penjuru belahan bumi sudah memasuki penghujung bulan suci Ramadhan, bulan penuh ampunan dan berkah.
Tepatnya adalah hari
kedelapan pada sepertiga terakhir
di bulan mulia ini. Dimana saat malam-malam ganjil, bagi siapa yang
memperbanyak amalan ibadah, maka akan mendapatkan berkah pahala yang nilainya lebih mulia dari ibadah selama seribu bulan.
Konon semua malaikat akan diturunkan ke bumi.
Ingatan
saya jadi kembali ke puluhan tahun silam, saat saya masih kanak-kanak.
Pada moment seperti inilah (sepertiga
terakhir di bulan Ramadhan) ada tradisi unik di tanah kelahiran saya. Tradisi
yang mungkin tidak bisa dijumpai di tempat lain.
Tanah
kelahiran saya adalah sebuah desa di
pedalaman Kota Angin, jauh dari
keramaian pusat kota. Tepatnya berada di lembah gunung Wilis dan gunung Renteng. Masuk wilayah Kabupaten Nganjuk, Jatim.
Dalam catatan saya
ada dua tradisi luhur moyang kami yang seharusnya bisa menjadi kekayaan budaya
lokal bahkan budaya nasional, andai selama ini dilestarikan dan dikelola lebih serius.
Tradisi pertama
adalah Apeman.
Selamatan atau kendurenan jajanan apem. Sebuah ritual kirim doa
untuk keluarga yang sudah meninggal dunia, disertai dengan saling berbagi ke
tetangga sekitar rumah, berupa kue khas nusantara yang berbahan tepung beras.
Jika dilihat sekilas dari
sisi jajanan apemnya, mungkin orang akan menganggap bahwa itu sudah biasa
dilakukan di daerah manapun saat menyambut Ramadhan.
Nah, disinilah letak
keunikan di desa saya.
Masyarakat Indonesia pada umumnya, dan di tanah Jawa khususnya, beramai ramai membuat jajanan apem saat menyambut datangnya bulan suci Ramadhan. Selama ini lebih dikenal dengan Megengan.
Tetapi tidak di desa saya.
Jajanan Apem justru baru dibuat saat puasa Ramadhan sudah menginjak hari kedua puluh delapan.
Kenapa?
Jajanan apem dibuat sebagai pelengkap tradisi Colok-Colok Malem Songo. Tradisi unik kedua setelah Apeman.
Malem Songo (bahasa Jawa-malam sembilan) sebenarnya adalah bentuk penyambutan kami terhadap malam ke sembilan
di sepuluh hari terkhir pada bulan ramadhan.
Pada malem songo, kata mbah-mbah kami dulu, ada Nini Towok yang akan turun semalam suntuk hingga fajar tiba untuk melimpahkan berkah
kepada para penduduk.
Untuk menyambutnya, para penduduk desa akan memasang dan menyalakan Colok (Obor) di segala penjuru halaman rumah.
Tempat yang biasanya dipasang adalah Pawan (kubangan tempat sampah) dan Pawon (tungku memasak yang terbuat dari tanah liat).
Waktu menyalakan Colok adalah ketika hari sudah petang atau menjelang buka puasa. Sehingga pemandangan indah dari kilauan ratusan obor pun
akan tampak di sepanjang jalanan desa.
Pesta lampion ala kampung saya!
Sekian tahun saya mengalami masa dimana Colok-Colok Malem Songo masih menjadi tradisi yang rutin digelar. Namun justru baru beberapa tahun
terakhir ini, saya baru menyadari arti dari Malem Songo dan Nini Towoknya.
Malem Songo adalah sebuah pengejawantahan masyarakat desa saya terhadap malam Lailatul Qadar. Sedangkan Nini Towok tidak lain adalah simbol dari para Malaikat yang turun ke
bumi hingga datangnya fajar.
Budaya ini sudah berkembang ratusan tahun di tanah kelahiran saya.
Hari ini kebetulan saya sudah mudik dan berada di kampung halaman. Tetapi ada kejanggalan yang membuat saya merasa sedih. Sebuah tradisi
yang dulu kental dengan nuansa keindahan itu kini sudah hilang, bahkan mungkin telah punah.
Seharusnya, petang ini saat menjelang waktu buka puasa, penduduk desa saya beramai-ramai melakukan tradisi Malem Songo. Namun saya tidak menjumpai satu obor pun menyala.
Betapa pilu!
Semenjak era Listrik Masuk Desa, banyak perubahan dan
kemajuan teknologi yang justru mengikis peninggalan luhur moyang kami.
Terang benderangnya
lampu di berbagai sudut jalan dan gang-gang kecil telah menenggelamkan Colok (obor) saat Malem Songo.
Entah dimana sekarang Nini Towok yang semasa kanak-kanak dulu
saya bayangkan adalah sosok nenek-nenek jahat dan menakutkan yang akan
berkeliling di desa saya sepanjang malam.
Jangan terkejut
jika kelak anak saya dan seluruh anak-anak di desa saya tidak mengenal apa itu Colok-Colok Malem Songo.
Sebuah budaya yang mungkin hanya akan tinggal legenda dan cerita semata.
Heru Sang Mahadewa
#OneDayOnePost
Tradisi yg memeriahkan bulan ramadhan ya bang. Pengingat yg seru, menyenangkan, sekaligu mengikat tali silaturahmi juga :)
BalasHapusBetul mbk Intan.
HapusSyg sekarang udh pudar
Sekarang sudah ga punya pawon... Ganti kompor gas semua ya mas..
BalasHapusHahaha ... betul bgt mbk Ciani
Hapus