dewisundari.com |
BAGIAN
I
(1)
Tuhan, Pencipta, Pelindung dan Pengakhir Alam, semoga
tak ada halangan. Sudjudku sesempurna-sempurnanya.
Demikian inilah kisah Ken Angrok. Asal mulanya ia
dijadikan manusia adalah seorang anak janda di Jiput, berkelakuan tidak baik,
memutus-mutus tali kekang kesusilaan, menjadi gangguan Hyang yang bersifat gaib.
Pergilah ia dari Jiput, mengungsi ke daerah Bulalak. Nama Yang Dipertuan di
Bulalak itu Mpu Tapawangkeng. Ia sedang membuat pintu gerbang pertapaan,
dimintai seekor kambing merah jantan oleh roh pintu. Kata Tapawangkeng, “Tak
akan berhasil berpusing kepala, akhirnya ini akan menyebabkan diriku jatuh ke
dalam dosa, kalau sampai terjadi aku membunuh manusia, tak akan ada yang dapat
menyelesaikan permintaan korban kambing merah itu.”
Kemudian orang yang memutus-mutus tali kekang
kesusilaan tadi berkata sanggup menjadi korban pintu Mpu Tapawangkeng. Sungguh
ia bersedia dijadikan korban, agar ini dapat menjadi lantaran untuk dapat
kembali ke surga Dewa Wisnu dan menjelma lagi di dalam kelahiran mulia, ke alam
tengah lagi. Demikianlah permintaannya.
Demikianlah ketika ia direstui Mpu Tapawangkeng,
agar dapat menjelma, disetujui inti sari kematiannya, akan menikmati tujuh
daerah. Sesudah mati, maka ia dijadikan korban oleh Mpu Tapawangkeng. Selesai
itu, ia terbang ke surga Wisnu, dan tidak bertentangan dengan inti perjanjian
yang dijadikan korban, ia meminta untuk dijelmakan di sebelah timur Kawi.
Dewa Brahma mencari-cari siapa yang akan dijadikan
temannya bercinta. Sesudah demikian itu, ada mempelai baru sedang cinta
mencintai. Yang lelaki bernama Gajahpara, yang perempuan bernama Ken Endok. Pekerjaan
mereka ini bercocok tanam.
Ken Endok pergi ke sawah, mengirim suaminya, yaitu
si Gajahpara. Nama sawah tempat ia mengirim: Ayuga. Desa Ken Endok bernama
Pangkur.
(2)
Dewa Brahma turun ke situ, bersenggama dengan Ken
Endok. Pertemuan mereka yang kedua terjadi di ladang Lalaten. Dewa Brahma
mengenakan perjanjian kepada isteri itu, “Jangan kamu bersenggama dengan
lelakimu lagi. Kalau kamu bersenggama dengan suamimu, ia akan mati. Lagipula
akan tercampur oleh anakku itu. Nama anakku itu: Ken Angrok. Dialah yang kelak
akan memerintah tanah Jawa. Lalu Dewa Brahma menghilang.
Lalu Ken Endok ke sawah, menemui Gajahpara. Kata Ken
Endok, “Kakak Gajahpara, hendaknyalah maklumi, saya telah bersenggama di dalam
pertemuan dengan Hyang yang tidak nampak di lading Lalaten. Pesan beliau
kepadaku; jangan tidur dengan lelakimu lagi, akan matilah lelakimu jika memaksa
tidur dengan kamu, dan akan tercampur anakku itu.”
Lalu pulanglah Gajahpara. Sesampainya di rumah, Ken
Endok diajak tidur, akan disenggamai di dalam pertemuan lagi. Ken Endok segan
terhadap Gajahpara, “Wahai Kakak Gajahpara, putuslahlah perkawinanku dengan
kakak, aku takut kepada ucapan Sang Hyang. Beliau tidak mengijinkan aku
berkumpul dengan kakak lagi.”
Kata Gajahpara, “Adik, bagaimana ini? Apa yang harus
kuperbuat? Nah, aku tidak berkeberatan kalau harus cerai dengan kamu. Adapun
harta benda pembawaanmu kembali kepadamu lagi, adik. Harta benda milikku
kembali pula kepadaku lagi.”
Sesudah itu Ken Endok pulang ke Pangkur di seberang
utara, dan Gajahpara tetap bertempat tinggal di Campara di seberang selatan.
Belum genap sepekan kemudian, matilah Gajahpara. Kata orang yang
menggunjingkan, “Luar biasa panas anak di dalam kandungan itu, belum seberapa
lama perceraian orang tua laki-laki dan perempuan, sudah diikuti orang tua
laki-laki segera meninggal dunia.”
Akhirnya sesudah genap bulannya, lahirlah seorang
anak laki-laki. Dibuang di kuburan anak-anak oleh Ken Endok. Selanjutnya ada seorang
pencuri bernama Lembong tersesat di kuburan anak-anak itu. (Ia) melihat benda menyala,
didatangi oleh Lembong, terdengar anak menangis. Setelah didekati oleh Lembong
itu, nyatalah yang menyala itu anak yang menangis tadi. Diambillah dan dibawa
pulang, diakui anak oleh Lembong.
Ken Endok mendengar bahwa Lembong memnungut seoramh
anal. Teman Lembonglah yang memberitahukan itu dengan menyebuy-nyebut anak yang
didapatnya dari kuburan anak-anak, nampak menyala pada waktu malam hari.
Lalu Ken Endok datang kepadanya, sungguhlah itu
anaknya sendiri. Kata Ken Endok, “Kakak Lembong, kiranya tuan tahu tentang anak
yang tuan dapat itu adalah anak saya, Kakak. Jika kakak ingin tahu riwayatnya,
demikianlah: Dewa Brahma bersenggama dengan saya. Jangalah tuan tidak
memuliakan anak itu, karena dapat diumpamakan anak itu beribu -
(3)
- dua berayah satu, demikian persamaannya.”
Lembong beserta keluarganya semakin cinta dan
senang. Lambat laun, anak itu akhirnya tumbuh besar, dibawa pergi mencuri oleh
Lembong. Setelah mencapai usia sebaya dengan anak gembala, Ken Angrok bertempat
tinggal di Pangkur. Habislah harta benda Ken Endok dan harta benda Lembong. Habis
dibuat taruhan oleh Ken Angrok. Kemudian ia menjadi anak gembala pada Yang
Dipertuan di Lebak, menggembalakan sepasang kerbau. Lama kelamaan kerbau yang
digembalakan itu hilang. Kerbau sepasang diberi harga delapanm ribu oleh Yang
Dipertuan di Lebak. Ken Angrok sekarang dimarahi oleh orang tua laki-laki dan
perempuan, kedua-duanya, “Nah buyung, kami berdua mau menjadi hamba tanggungan,
asal kamu tidak pergi saja. Kami sajalah yang akan menjalani, menjadi budak
tanggungan pada Yang Dipertuan di Lebak.”
Akhirnya tidak dihiraukan. Ken Angrok pergi. Kedua
orangtuanya ditinggalkan di Campara dan di Pangkur. Lalu Ken Angrok pergi
mencari perlindungan di Kapundungan. Orang yang diungsi dan dimintai tempat
berlindung tak menaruh belas kasihan.
Ada seorang penjudi permainan Saji berasal dari
Karuman, bernama Bango Samparan, kalah bertaruhan dengan seorang Bandar judi di
Karuman, ditagih tak dapat membayar uang. Bango Samparan pergi dari Karuman,
berziarah ke tempat keramat Rabut Jalu, lalu mendengar ucapan dari angkasa,
disuruh pulang ke Karuman lagi. “Kami mempunyai anak yang akan dapat
menyelesaikan hutangmu. Ia bernama Ken Angrok.”
Pergilah Bango Samparan dari Rabut jalu, berjalan
pada waktu malam, akhirnya menjumpai seorang anak, dicocokkan oleh Bango
Samparan dengan petunjuk Hyang, sungguhlah itu Ken Angrok, dibawa pulang ke
karuman, diaku anak oleh Bango Samparan.
Mereka lalu ke tempat berjudi. Bandar judi ditemui
oleh Bango Samparan, ditantang berjudi, kalahkan Bandar itu. Pulihlah kekalahan
Bango Samparan. Ternyata betul petunjuk Hyang itu. Ken Angrok dibawa Bango Samparan
pulang ke Karuman.
Bango Samparan beristri dua. Genuk Buntu nama istri
tuanya, dan Tirtaya nama istri mudanya. Adapun nama anak-anaknya dari istri
muda adalah Panji Bawuk, anak tengah Panji Kuncang, adiknya Panji Kunal dan
Panji Kenengkung. Bungsunya seorang anak perempuan bernama Cucu Puranti. Ken
Angrok diambil anak oleh Genuk Buntu.
Lama ia tinggal di Karuman, tidak dapat sehati
dengan semua para Panji itu, Ken Angrok berkehendak pergi dari Karuman. Lalu ia
ke Kapundungan, bertemu dengan seorang anak gembala, anak Tuan Sahaja, Kepala
Desa tertua di Sagenggeng, bernama Tuan Tita. Ia bersahabat karib dengan Ken
Angrok. Tuan Tita dan Ken Angrok saling menyukai. Selanjutnya Ken Angrok
bertempat tinggal pada Tuan Sahaja. Tak pernah berpisahlah Ken Angrok dan Tuan
Sahaja itu, mereka ingin tahu tentang bentuk huruf-huruf, pergilah ke seorang
guru di Sagenggeng, sangat ingin menjadi murid, minta diajari sastra.
Mereka diberi pelajaran tentang bentuk-bentuk dan
penggunaan pengetahuan tentang huruf-huruf hidup dan huruf-huruf mati, semua
perubahan huruf, juga diajar -
(4)
- tentang sengkalan (penanda masa), perincian hari paruh
bulan, bulan, tahun Saka, hari enam, hari lima, hari tujuh, hari tiga, hari
dua, hari sembilan, nama-nama minggu. Ken Angrok dan Tuan Tita kedua-duanya
pandai diajar pengetahuan oleh gurunya.
Ada tanaman sang guru, menjadi hiasan di halaman,
berupa pohon jambu yang ditanamnya sendiri. Buahnya sangat lebat, sungguh padat
karena sedang musimnya. Dijaga baik, tak ada yang diijinkan memetik, tak ada
yang berani mengambil buah jambu itu. Kata guru, “Jika jambu itu sudah masak,
petiklah!”
Ken Angrok sangat ingin melihat buah jambu itu.
Sangat dikenang-kenangkan buah jambu tadi. Setelah malam tiba, waktu orang
sedang tidur nyenyaknya, Ken Angrok tidur, kini keluarlah kelelawar dari
ubun-ubun Ken Angrok, berbondong-bondong tak ada putusnya, semalam-malaman
memakan buah jambu sang guru.
Pada waktu paginya, buah jambu nampak
berserak-serakan di halaman, diambil oleh pengiring guru. Ketika guru melihat
buah jambu rusak berserakan di halaman itu, maka menjadi sedih.
Kata guru kepada murid-muridnya, “Apakah sebabnya
sehingga jambu itu rusak?”
Menjawablah pengiring guru, “Tuanku, rusaknya itu
karena bekas kelelawar yang memakan jambu itu.”
Kemudian guru mengambil duri rotan untuk mengurung
jambunya dan dijaga semalam-malaman. Ken Angrok tidur lagi di atas balai-balai
sebelah selatan, dekat tempat daun ilalang kering. Di tempat ini biasanya guru
menganyam atap.
Menurut penglihatan, guru melihat kelelawar penuh
sesak berbondong-bondong keluar dari ubun-ubun Ken Angrok, semuanya memakan
buah jambu guru. Bingunglah hati guru itu. Marahlah guru itu. Ken Angrok diusir
oleh guru, kira-kira pada waktu tengah malam guru mengusirnya. Ken Angrok
bangun terperanjat bangun terhuyung-huyung, lalu keluar, pergi tidur di tempat
ilalang di luar. Ketika guru menengoknya keluar, ia melihat ada benda menyala
di tengah ilalang. Guru terperanjat mengira ada kebakaran. Setelah diperiksanya
yang tampak menyala itu adalah Ken Angrok, ia disuruh bangun dan pulang, diajak
tidur di dalam rumah lagi. Menurutlah Ken Angrok pergi di ruang tengah lagi.
Pagi-paginya ia disuruh mengambil buah jambu oleh guru. Ken Angrok senang.
Katanya, “Aku berharap semoga aku menjadi orang, aku akan membalas budi kepada
guru.”
Lama kelamaan Ken Angrok tumbuh menjadi dewasa,
menggembala dengan Tuan Tita, membuat pondok, bertempat di sebelah timur
Sagenggeng, di ladang Sanja, dijadikan tempatnya untuk menghadang orang yang
melewati jalan, dengan Tuan Tita temannya.
(5)
Adalah seorang pemahat di hutan Kapundungan, mempunyai
seorang anak perempuan cantik, ikut serta pergi ke hutan, dipegang oleh Ken
Angrok, disenggamai di dalam hutan. Hutan itu bernama Adiyuga. Makin lama makin
berbuat rusuhlah Ken Angrok. Kemudian ia memperkosa setiap orang perempuan yang
melalui jalan itu.
Hal itu diberitakan sampai di (ibu kota) negara Daha, bahwasanya Ken Angrok berbuat rusuh itu, maka ia ditindak untuk dilenyapkan
oleh penguasa daerah yang berpangkat Akuwu, bernama Tunggul Ametung. Pergilah
Ken Angrok dari Sagenggeng, mengungsi ke tempat keramat Rabut Gorontol.
“Semoga tenggelam di dalam air, orang yang akan
melenyapkan aku!” Kutuk Ken Angrok. “Semoga keluar air dari dalam dalam tanah,
sehingga terjadilah tahun tak ada kesulitan (air) di Jawa.”
Ia pergi dari Rabut Gorontol, mengungsi ke Wayang, ladang
di Sukamanggala. Ada seorang pemikat burung pipit, ia memperkosa orang yang
sedang memanggil-manggil burung itu, lalu menuju ke tempat keramat Rabut Katu. Ia
heran, melihat tumbuhan katu sebesar beringin. Dari situ lari mengungsi ke Jun
Watu, daerah orang sempurna, mengungsi ke Lulumbang, bertempat tinggal di
penduduk desa, keturunan seorang prajurit, bernama Gagak Uget.
Lamalah ia tinggal di situ, memperkosa orang yang
sedang melalui jalan. Ia lalu pergi ke Kapundungan, mencuri di Pamalantenan,
ketahuanlah ia, dikejar, dikepung, tak tahu ke mana ia mengungsi. Ia memanjat
pohon tal, ditunggu orang Kapundungan di bawah, sambil dipukulkan canang. Pohon
tal itu ditebang oleh orang-orang yang mengejarnya. Sekarang ia menangis,
menyebut-nyebut sang Pencipta Kebaikan atas dirinya. Akhirnya ia mendengar
sabda dari langit. Ia disuruh memotong daun tal, untuk dijadikan sayapnya kiri
kanan, agar dapat melayang ke seberang timur. Mustahil ia akan mati.
Lalu ia memotong daun tal, mendapat dua helai,
dijadikan sayapnya kiri kanan. Ia melayang ke seberang timur, mengungsi ke
Nagamasa, diikuti, dikejar, mengungsilah ia ke daerah Oran. Masih dikejar,
diburu, lari ke daerah Kapundungan. Yang Dipertuan di daerah Kapundungan didapatinya sedang bertanam. Ken Angrok ditutupi dengan cara diakui anak oleh
Yang Dipertuan itu.
Anak Yang Dipertuan di daerah itu sedang bertanam,
banyaknya enam orang. Kebetulan yang seorang sedang mengeringkan empang.
Tinggal lima orang, yang sedang pergi itu digantikan menanam oleh Ken Angrok.
Datanglah yang mengejarnya seraya berkata kepada penguasa daerah, “Wahai Tuan
Kepala Daerah, ada seorang perusuh yang kami kejar. Tadi mengungsi kemari.”
(BERSAMBUNG)
***
Disadur dari
grup Majapahit (Yayasan Abiyasa) dan Alang-Alang Kumitir. Diterjemahkan kembali
versi bebas oleh penulis.
Heru
Sang Amurwabhumi
Panjang ternyata 😅
BalasHapusiya .. baru beberapa saja ini.
Hapusjd ingat mata pelajaran sejarah
BalasHapusSeru ya mbak
HapusPanjang yaa ceritanyaa
BalasHapusReal or not?
BalasHapusReal.
HapusBaru sampai bab 5. Yang benar Ken Arok atau Ken Angrok
BalasHapusIya, belum sempat dilanjutkan.
HapusPararaton menyebutnya Angrok.