google.com |
BABAD ALAS MENTAOK
Mbak
Betty berada di jalur pemilihan tema yang tepat. Kisah perseteruan sesama anak
cucu Panembahan Fattah masih menjadi salah satu tema yang paling diminati para
penulis historical fiction.
Kelemahan
Babad Alas Mentaok yang ditulis Mbk Betty hanya terletak pada penggunaan kata
sapaan yang sedikit kurang pas (bukan berarti salah menurut PUEBI) jika dilihat
dari setting waktu peristiwa. Kata sapaan “Nak” dan “Yahnda” adalah bahasa Jawa
baru, sedangkan pada abad XV, lebih lazim menggunakan Ngger, Anakmas, Kangmas, Rama,
Bapa, dll. Penokohan Jaka Tingkir dan
Arya Jipang (baca-Penangsang) lumayan, kecuali pada dialek mereka.
Satu
lagi, peralihan satu adegan ke adegan lainnya dalam rentang waktu dan tempat
berbeda, terlalu cepat. Terkesan penulis ingin buru-buru meyelesaikan. Jika
sedikit sabar, sebenarnya masih bisa dimainkan dengan dialog dan diksi yang
lebih panjang.
Secara
keseluruhan, cerita ini tetap layak menjadi salah satu nominasi pemenang
tantangan kelas historical fiction. Jika diseriusin,
bisa menjadi sebuah novel sejarah yang tebal dan menarik.
SEJARAHKU
Meski
tema yang diangkat adalah sejarah sastra, tetapi tulisan salah satu PiJe kita
ini layak disebut out of the topic. Karena
bukan ini yang sebenarnya dibahas dalam kelas historical fiction.J
By the way,
tulisan Mbk Dita tetap tidak boleh dilewatkan. Penggunaan diksi yang genit
(baca: indah, mendayu-dayu) senantiasa menjadi daya pikat tulisan-tulisan fiksi
alumni ODOP batch 3 ini. Pada Sejarahku, rangkaian peristiwa dari masa ke masa
dikemas dengan bahasa yang memang nyastra
banget.
Namun,
karena ia adalah seorang PiJe, maka
tidak etis kalau dimasukkan sebagai nominator pemenang tantangan kelas
historical fiction.
RADEN SOEROSENTONO
Tidak
banyak yang bisa dikupas dari historical fistion biografi tokoh legendaris asal
sebuah Kademangan (kini menjadi Kecamatan) di Anjuk Ladang ini. Kang Win memang
berada di zona nyaman.
Sebagai
pemerhati sejarah, saya justru tertarik dengan sumber data yang dijadikan
pijakan oleh penulis dalam menuturkan kisah Raden Soerosentono. Sayangnyya, di
akhir tulisan tidak ada keterangan yang menyebutkan tentang itu. Jadi, terkesan
cerpen Kang Win hanya folklore atau cerita dari gethok tular.
Namun,
secara keseluruhan cerpen ini sangat layak untuk diorbitkan menjadi sebuah
novel.
BABAD TULUNGAGUNG
Begitu
membaca judulnya, pemerhati sejarah pasti langsung tertarik. Banarawa−nama Tulungagung
di masa lalu, adalah salah satu obyek yang saat ini menjadi tujuan riset dalam
rangka menyelesaikan novel Airlangga. Sampai pada tahap judul dan tema, Mbak
Nurul cukup berhasil memilihnya.
Rangkaian
kisah dituturkan dengan runut dan bahasa yang sederhana, sehingga enak dibaca
dan mudah dimengerti.
Kelemahan
Babad Tulungagung yang ditulis Mbak Nurul, terletak pada minimnya sumber data
yang dipakai rujukan. Nampak pada awal cerita, sudah terjadi kesalahan tokoh
sejarah. Tentu saja ini berpengaruh pada unsur intrinsik yang menjadi bagian
tak terpisahkan dari sebuah tulisan fiksi.
Jika
mau melakukan riset lebih mendalam, tulisan ini bisa menjadi sebuah novelet, atau
bahkan novel yang bagus, karena pemilihan tema tepat.
Perang Besar dan Keagungan Cinta Dalam
Pasola Sumba
Cerita
rakyat, legenda, dan sejenisnya, jika dikemas dengan rangkaian alur, penokohan,
konflik dan diksi yang tepat, akan menjadi karya besar. Tulisan Mbak Lisa ini
sudah menemukan gen karya besar itu.
Meminjam
ucapan Faisal Oddang saat ngopi bareng di Lidah Wetan, Surabaya, minggu lalu,
jika seorang penulis pemula ingin menemukan jati diri atau identitas
tulisannya, salah satu cara paling mudah adalah dengan mengangkat sejarah atau
kultur daerah asalanya. Mbak Lisa sudah melakukannya!
Sedikit
kelemahan pada Perang Besar dan Keagungan Cinta Dalam Pasola Sumba, adegan yang
semestinya menjadi konflik utama, lagi-lagi dituturkan hanya sepintas.
Seandainya saja peristiwa perang dua suku itu ditulis lebih galak ala The Troy,
cerpen ini akan menjadi sebuah kisah perang kolosal,
Terlepas
dari sedikit kekurangan di atas, Mbak Lisa tetap layak dijadikan nominator
pemenang kelas historical fiction.
1998
Tragedi
sejarah di ibu kota yang turut mewarnai detik-detik lengsernya Pak Harto, juga
tidak kalah menarik diangkat menjadi tema cerpen. Mbak Amieopee jeli
mengambilnya. Apalagi diangkat dengan gaya penulis non historical fiction.
Keindahan
cerpen ini terletak pada frasa “pakaian dalam” dalam konflik utama. Sayang
sekali, penulis hanya menuturkan rentetan peristiwa demi peristiwa berdarah
secara singkat. Karakter tokoh utama bahkan nyaris tidak ada atau sulit tertangkap
oleh pembaca. Masih ada kesan bahwa penulis ingin buru-buru menyelesaikannya.
Tragedi Mei 1998, jika dituturkan lebih lebih galak, bisa menjadi cerpen layak
terbit di media.
Secara
keseluruhan, 1998 adalah bakal cerpen sangat menarik jika dibongkar dan ditata
ulang.
PENANTIAN ASYIQAH
Cerpen
ini adalah miniatur dari the great romance
Panembahan Jin Bun/Jimbun (baca-Sultan Fattah). Mbak Lia berhasil menemukan
tema besar yang luar biasa. Tema yang menjadi diskusi tak berkesudahan para
pemerhati sejarah.
Bangunan
kisah yang disusun dengan penokohan dan alur yang tepat, membuat tulisan ini
sangat layak diorbitkan. Ada kemiripan dengan Babad Alas Mentaok-nya Mbak
Betty. Tetapi Mbak Lia memiliki warna romance yang lebih kental pada cerpen
ini.
Penggunaan
bahasa Jawa Lama dan Baru yang kurang sesuai, sedikit mengurangi kesempurnaan
Penantian Asyiqah. Kata sapaan di masa Kangjeng Susuhunan Ngampeldenta, lazim
menggunakan Yayi, Kangmbok, Kangmas,
dsb.
Jika
mau mebata ulang kembali, cerpen ini bisa menjadi bakal sebuah novel.
ELSYE
Setting
zaman penjajahan, khususnya masa pendudukan Jepang, menjadi tema miris jika
diangkat menjadi sebuah tulisan fiksi. Terlebih lagi dengan menghadirkan tokoh
perempuan korban kebiadaban seks bangsa Nipon, Jugun Ianfu.
Tetapi
penulis ternyata menghadirkannya dengan warna dan tema berbeda. Mbak Kartika
dengan terobosan baru justru berani menjadikan tokoh wanita Belanda dalam
cerpennya. Lebih jauh, unsur horor turut mewarnai Elsye. Jadilah cerpen ini
sebuah karya fiksi sejarah bercitarasa misteri. Syah-syah saja, dan ini adalah
bentuk dari sebuah cerpen sejarah gaya baru. Seorang penulis historical fiction
memang dituntut untuk menyajikan warna yang berbeda dari pakem.
Kelemahan
cerpen Elsye, terletak dari minimya setting tempat. Terkesan bahwa penulis ingin
cepat-cepat mengakhiri. Atau barangkali ini memang sengaja dibuat menjadi
sebuah fiksmin?
BUKAN PEREMPUAN BIASA
Tema
yang besar untuk sebuah tulisan cerpen. Mbak Asya sudah berada pada jalur tepat
dalam pemilihan tema, ketika memosisikan diri sebagai tokoh dalam cerita yang
mengambil setting waktu tahun 1800-an.
Dialog
dalam bahasa Jawa Anyar, begitu runut dituturkan. Pembaca tidak perlu berpikir
ulang untuk menangkap isi cerita..
Sayangnya,
cerpen ini tidak memiliki setting tempat dan konflik yang kuat. Hanya terkesan
cuplikan dialog antara seorang ibu dan anak perempuannya.
Jika
dibongkar ulang, cerpen ini juga memiliki potensi untuk menjadi tulisan yang
layak terbit di media.
KEMENANGAN PANGERAN SAMUDERA
Tema
sejarah sebuah kerajaan, sebagaimana novel-novel yang ditulis para maestro
fiksi sejarah, selalu menjadi best seller di kalangan pecintanya. Mbak Rindang
sangat berani mengambilnya. Salut!
Alur
cerita dipaparkan dengan berurutan. Dialog antar tokoh juga sangat hidup.
Sayangnya, penokohan Pangeran Samudera yang menjadi judul cerpen justru lemah,
nahkan nyaris tidak ada. Satu lagi, tidak adanya sumber data sejarah yang
disampaikan di akhir tulisan, membuat pembaca sedikit menerka: cerpen ini
diangkat dari sejarah atau hanya legenda?
Terlepas
dari itu, tulisan Mbak Rindang yang berani mengangkat cerita rakyat daerah,
layak dijadikan nominator pemenang kelas fiksi sejarah.
MEI 98
Tema
yang paling laris diangkat para penulis pendobrak. Tragedi kelam ini memang tak
ada habisnya untuk kembali dipilih, baik oleh romace, satire, maupun historical
fiction.
Ibu
Kiya mencoba menuturkan sejarah Mei 1998 dengan setting plot, tokoh, dan tempat
yang dikaburkan. Lebih berasa ke tulisan satire daripada sejarah. Sangat
menarik. Sejarah dipaparkan dengan gaya pendobrak.
Kelemahan
cerpen Mei 98 justru terletak pada kaburnya gaya menulis yang mencoba digunakan
Ibu Kiya. Antara satire dan historical fiction-nya sama-sama kurang kuat. Jika
menginginkan satire, seharusnya cerpen ini bisa dibikin lebih galak dan
menyengat. Atau sebaliknya, jika ingin dikuatkan sisi sejarahnya, kenapa harus
mengaburkan tokoh dan setting tempatnya? Hajar sekalian, Bu!
PARTITUR PIANO
Tema
yang besar, ditulis dengan plot, penokohan dan setting yang nyaris sempurna.
Ending cerpen juga menyentak.
Tidak
ada celah yang bisa dikoreksi. Mengikuti bait demi bait cerpen Mbak Silvana ini
serasa membaca trilogy Syiwa-nya Amish. Hanya saja, seandainya penulis
memosisikan diri sebagai tokoh dalam Partitur Piano, pembaca akan dibuat lebih
takjub. Menggunakan POV 1 misalnya.
Partitur
Piano memang layak menjadi pemenang.
BATURRADEN
Mbak
July sudah memulai tantangan dengan pemilihan tema yang benar. Toponimi, asal
muasal, dan sejenisnya adalah cara mudah memulai menulis di genre hisorical
fiction.
Penokohan
dan alur dibangun dengan nyaris sempurna. Sayangnya, tidak ada konflik kuat
yang dihadirkan penulis. Cerpen juga terkesan ingin cepat-cepat diakhiri.
Jika
direvisi dengan jeli, Baturraden layak dijadikan antologi historical fiction.
THE MADNESS OF MALLEUS MALEFICARUM
Tidak
jauh berbeda dengan Partitur Piano-nya Mbak Silvana, dalam cerita ini, Mbak
Fathin menghadirkan tema yang sama-sama besar.
Gaya
penulisan, penokohan, plot, dan konflik disajikan dengan kuat. Jelas sekali
menunjukkan baahwa penulis memiliki jam terbang tinggi dalam membaca tulisan
berkualitas.
Sedikit
kelemahan di cerpen ini terletak pada bagian akhir tulisan. Warna non fiksi
terasa lebih kuat dibandingkan fiksi.
Secara
keseluruhan, The Madness Of Malleus Maleficarum adalah pesaing terkuat Partitur
Piano dalam memenangkan tantangan kelas historical fiction.
ASMARA SRI HUNING MUSTIKANING TUBAN
Kisah
klasik dalam seni drama Ludruk dan Ketoprak ini adalah tema yang sangat tepat
dihadirkan penulis. Mbak Pebri mencoba menuturkannya dalam gaya berbeda.
Opening
yang mengutip sebuah tembang Jawa, menjadikan cerpen ini berasa seperti novel
Damar Shasangka dan Makinuddin Samin, dua penulis historical fiction yang
buku-bukunya selalu menjadi best seller.
Penokohan,
plot, dan konflik dibangun dengan sederhana, namun cukup berhasil memikat
pembaca. Sayangnya, adegan peristiwa perang tidak didesain secara kolosal.
Padahal ada peluang di sana untuk membuat cerpen lebih galak.
Kelemahan
lainnya, durasi cerpen ini terlalu pendek untuk kategori sebuah kisah sebesar
Sri Huning. Jika mau membongkarnya, Mbak Pebri bisa menjadikannya sebagai bakal sebuah
novel.
FILOSOFI MANGGARAI
Tema
yang sangat menarik. Tetapi membaca tulisan Mas M. Ali Asetiah ini nyaris tidak
menemukan rasa fiksinya. Lebih tepat dijadikan sebuah artikel. By the way, salut atas usaha Mas Ali.
KEBENCIAN ABDUL UZZA
Tidak
banyak penulis historical fiction yang berani mengambil tema religi, atau
setting jazirah Timur Tengah masa silam. Salut untuk keberanian Mbak Mutia.
Konflik
yang disajikan langsung pada opening, menjadikan cerpen ini memiliki daya pikat
kuat bagi pembaca untuk mengikuti paragraph demi paragraph selanjutnya.
Bangunan kisah juga dihadirkan dengan plot, tokoh dan gaya bertutur yang mudah
ditangkap.
Penjelasan
identitas tokoh di akhir tulisan, semakin menyempurnakan jawaban atas penokohan
yang sengaja dibuat menggantung dari awal hingga ending. Luar biasa tehnik ini!
Satu-satunya
kelemahan cerpen Mbk Mutia, mungkin hanya pada durasi. Sayang kalau kisah ini
hanya disajikan dalam halaman yang pendek.
PERTANYAAN TENTANG KEDATANGAN
RENGASDENGKLOK
Tema
yang luar biasa besar. Sejarah perjalanan bangsa Indonesia menuju hari
kemerdekaan, seharusnya memang wajib diangkat menjadi tema historical fiction.
Mbak
Dwi sudah memulai dengan setting tempat dan waktu yang benar. Penokohan juga
cukup berhasil. Sayangnya, sudut pandang bukan orang pertama, senantiasa
menjadikan cerpen sejarah kehilangan rasa fiksinya. Seharusnya penulis bisa
masuk ke dalam cerpen dengan memosisikan diri sebagai tokoh. Lastri misalnya.
Secara
keseluruhan, cerpen Mbak Dwi sangat layak menjadi kontributor antologi
historical fiction.
ASMARA SUNAN KALIJAGA DENGAN NYI RORO
KIDUL
Dari
Sembilan belas cerpen historical fiction, tulisan Mbak Is ini adalah
satu-satunya sub genre historical fantasy. Salut!
Tidak
banyak yang bisa dikoreksi dari sebuah tulisan fantasy. Hanya saja, seharusnya,
sebuah cerpen sejarah tetap tidak boleh mengandung cacat logika sejarah.
Meskipun hanya fiksi penuh khayalan, siapa Kanjeng Sunan Kalijaga dan siapa Nyi
Roro Kidul, harus dicari sumber data sebanyak-banyaknya, sebelum menjadikan
sosok keduanya sebagai tokoh utama. Di sinilah kelemahan Asmara Sunan Kalijaga
Dengan Nyi Roro Kidul.
Kelebihan
cerpen Mbak Is, terletak pada keberanian mendobrak pakem sejarah. Tidak banyak
penulis yang mengambil genre fantasy sejarah.
Salam.
Rahayu Mulyaning Jagad.
(Heru Sang Amurwabhumi)
Ketua
ODOP Demisioner
0 komentar:
Posting Komentar