RM Panji Sosrokartono - portalmedia.com |
“Saya
tidak menyerang orang lain, karena itulah saya juga tidak akan diserang. Jadi, apa
perlunya saya harus membawa senjata?”
Kalimat
itu terlontar dari seorang wartawan Perang Dunia I yang bekerja untuk koran New
York Herald Tribune. Pangkat Mayor yang disematkan kepadanya tidak serta merta
membuat pemuda asal Indonesia itu menerima senjata yang diberikan tentara Sekutu
kepadanya.
Dialah
Raden Mas Panji Sosrokartono, putera Bupati Jepara, saudara kandung dari Raden
Ajeng Kartini, tokoh emansipasi wanita Indonesia yang keharuman namanya melampaui
sang kakak. Padahal, sosok Kartono----nama panggilan oleh orang-orang
Jawa----juga memiliki peran yang tak kalah heroik dalam mengharumkan nama
bangsa ini.
R.M.
Panji Sosrokartono lahir pada tahun 1877, dua tahun lebih tua dari sang adik,
R.A. Kartini. Dia menjadi orang Indonesia pertama yang menempuh pendidikan tinggi
di Eropa.
Awalnya,
R.M. Sosrokartono mengambil jurusan tehnik. Karena merasa tidak cocok, dia pindah
ke Sastra hingga meraih gelar Docterandus in de Oostersche di perguruan tinggi Leiden,
Belanda.
Namanya
mencuat ketika dia mampu menguasai 27 bahasa asing. Bahkan, Kartono muda juga
fasih bercakap-cakap 10 bahasa daerah nasional. Tidak mengherankan, jika putera
Jawa itu menjadi kesayangan para pengajarnya selama mengenyam bangku kuliah di
Belanda.
De Javanis Prins----Pangeran
dari Jawa----begitu sebutan teman-temannya dari Eropa dan Amerika. Kaum hawa di
benua biru memanggilnya “De Moois Sos”.
Sos (Sosrokartono) yang ganteng.
Lulus
kuliah, Kartono bekerja sebagai seorang jurnalis perang di surat kabar terbitan
Amerika yang berkantor di Eropa, New York Herald Tribune. Selama menjadi
wartawan, sebuah reportase-nya tentang perundingan rahasia antara Jerman dan
Perancis menggemparkan jurnalisme barat. Padahal, peristiwa itu dilakukan di
dalam sebuah gerbong kereta dengan penjagaan tentara kedua pihak yang sangat ketat.
Bagaimana dia bisa mendapatkan informasi?
Kartono
sempat bekerja sebagai alih bahasa di kedutaan Perancis di Den Haag, sebelum
akhirnya tahun 1919 diterima bekerja di Liga Bangsa Bangsa. Dia menjadi penerjemah
tunggal selama dua tahun. Kariernya berlanjut ketika pada tahun 1921 Liga Bangsa
Bangsa berubah nama menjadi Perserikatan Bangsa Bangsa. Sang Pangeran Jawa itu
diangkat menjadi Ketua Penerjemah di sana.
Suatu
hari, Kartono mendengar kabar bahwa seorang anak dari sahabatnya menderita
sakit yang berkepanjangan. Para ahli medis belum mampu menanganinya. Ketika menjenguk,
di hadapan para dokter, dia melakukan pengobatan yang irasional. Kartono
menempelkan telapak tangannya ke ubun-ubun si anak sambil membacakan Doa
tertentu. Di luar dugaan, anak yang sakit itu sembuh.
Seorang
dokter psychiatry dan hypnose mengatakan kepada Kartono bahwa
dia memiliki daya pesoonalijke
magneetisme----magnet pribadi----dan kemampuan hypnotherapy besar yang belum disadarinya. Atas saran sang dokter,
Kartono kembali melanjutkan pendidikan ke Paris untuk mendalami psychometry dan psychotecnical. Tetapi
regulasi menghambatnya. Seorang mahasiswa lulusan sastra tidak boleh diterima di
fakultas itu.
Kembali ke Indonesia.
Kondisi
tanah air yang memprihatinkan oleh pendudukan Belanda, mengetuk hati Kartono
untuk pulang. Tahun 1925, dia bertemu dengan Raden Mas Soerjadi Soerjaningrat (Ki
Hajar Dewantara) dan adiknya, Raden Mas Soerjodipoetro. Mereka kemudian mendirikan Nationale Middelbare School (Sekolah Menengah Nasional).
Pengalamannya
selama belajar dan bekerja di luar negeri, membuat Kartono miris menyaksikan
penderitaan rakyat pribumi, terutama dalam hal pendidikan. Dia menemui seorang
pembesar Belanda, W.B. Rooseboom untuk menyampaikan tuntutan agar Gubernur Jenderal Belanda memperhatikan nasib buruk masyarakat Indonesia, disegerakan adanya pendidikan bagi rakyat dan supaya bahasa Belanda diajarkan di sekolah-sekolah pribumi.
Kepulangan
Kartono di tanah air justru menimbulkan fenomena lain. Masyarakat
berbondong-bondong menemuinya. Bukan untuk belajar baca tulis, justru meminta
pengobatan darinya. Kebanyakan mereka yang datang memang sedang bermasalah
dengan kesehatan. Ahenya, Kartono justru menyanggupi permintaan itu dengan
memberi pengobatan melalui media air putih.
Kabar
Kartono bisa menyembuhkan orang sakit segera menyebar kemana-mana. Setiap hari,
orang-orang berduyun menemuinya untuk meminta pengobatan. Dia pun mendirikan
balai pengobatan bernama Klinik Darussalam (beberapa ejaan menyebut
Dar-Oes-Salam).
Selama
di Darussalam inilah, Kartono dikenal dengan nama Mandor Klungsu dan Joko Pring.
Dia justru lebih banyak mengabdikan diri untuk membantu sesama, baik yang
bermasalah dengan jasmani maupu rohani.
BERSAMBUNG
Heru Sang Mahadewa
Member of #OneDayOnePostCatatan :
Dirangkum dari berbagai sumber.
Aku penasaran caranya bisa tahu perundingan rahasia itu..
BalasHapusKeren....
BalasHapusCara apa yang dipake Kartono bisa tau perundingan rahasia itu, kang?
Sekolah yang didirikan akhire gimana?
Aku penasaran kelanjutan ceritanya ^^
BalasHapus