Senin, 03 April 2017

CANDI SUROWONO, PENDHARMAAN BHRE WENGKER I


Candi Surowono / Curabhana / Wisnuprabhana


Sang Bagaskara bersinar sangat terik pagi itu. Menguapkan lepak embun yang tersisa di dedaunan pohon cemara yang banyak tumbuh di sepanjang jalan yang saya lalui dari kampung halaman di Nganjuk, menuju sebuah situs sejarah yang ada di tetangga kota. Kediri.

Perjalanan saya mulai dengan mengambil rute persis ketika dua bulan lalu saya juga menjelajahi situs-situs sejarah di kota Kediri. Kali ini tujuan saya adalah ke Candi Surowono.

Saya mengambil jalur utama Nganjuk - Surabaya. Tiga puluh menit kemudian, setelah memacu laju motor matic butut satu-satunya yang saya miliki, sampailah di simpang Mengkreng (Braan). Selanjutnya, jalan yang mengarah ke Purwoasri menjadi pilihan jalur alternativ. Salah satu kota kecamatan di Kabupaten Kediri yang terletak di tepian sungai Brantas itu saya capai sekitar lima belas menit. Sepuluh kilometer dari Purwoasri, saya tiba di Bogo, ibu kota Kecamatan Plemahan.

Dari simpang empat Bogo, laju kuda besi saya pacu ke arah timur (kota Pare). Desa Canggu yang menjadi tujuan saya. Berjarak sekitar sepuluh kilometer dari Bogo, tepatnya di pertigaan desa Mejono (keduanya masih masuk wilayah kecamatan Plemahan), saya berbelok ke kiri dengan melewati jalan desa beraspal.

Sekitar lima belas menit, setelah melewati hamparan kolam budidaya ikan, saya sampai di Dusun Surowono, Desa Canggu. Gapura indah bertuliskan “Selamat Datang di Desa Wisata” menyambut kedatangan saya. Ternyata, selain candi, banyak situs sejarah yang ditemukan di desa itu.

Tentang Candi Surowono
Sama dengan Candi Tegowangi yang dulu pernah saya kunjungi, Candi Surowono yang bernama asli Curabhana atau Wisnuprabhana merupakan situs peninggalan abad ke 14 pada era pemerintahan Majapahit. Berada di Dusun Surowono, Desa Canggu, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri.

Reruntuhan Candi Surowono yang ditata berjajar

Berdasarkan catatan yang ada di Serat Pararaton – Pupuh X bait 5 (kitab yang mengisahkan raja-raja Singasari dan Majapahit), candi ini dibangun sebagai pendharmaan Bhré Wengker Kapisan (raja bawahan di Wengker pertama).

Dalam Serat Pararaton, catatan tentang meninggalnya Bhré Wengker Kapisan berada dalam satu bait dengan catatan mangkatnya Bhré Matahun yang didharmakan di candi Tegowangi, tak jauh dari candi Surowono.

Bhré Wengker yang memiliki nama muda Dyah Kudamerta juga dikenal dengan sebutan Baginda Paramèswara. Dia merupakan menantu Kertaradjasa Jayawardhana,  Bathara Ring Wilwatikta Kapisan (raja Majapahit pertama), Sanggramawijaya atau Raden Wijaya. Kudamerta menikah dengan Rajadewi Maharadjasa, adik dari Tribhuwana Tunggadewi, Bathara Ring Wilwatikta Katêlu (raja Majapahit ketiga).

Bhré Wengker Kapisan juga ayah mertua dari Bathara Ring Wilwatikta Kapat  (raja Majapahit keempat), Maharaja Sri Radjasanagara/Hayam Wuruk. Raja yang membawa Majapahit ke puncak kejayaan bersama Mahamantri Gajah Mada itu menikahi Susumma Dewi/Paduka Sori, puteri dari bibinya sendiri, setelah kekasihnya, Dyah Pitaloka Citraresmi ikut terbunuh dalam tragedi Perang Bubat.

Susumma Dewi/Paduka Sori adalah anak dari pernikahan Raden Kudamerta/Bhre Wengker Kapisan dengan Rajadewi Maharadjasa (bibi Hayam Wuruk).

Merujuk pada Pararaton, bisa disimpulkan jika antara Bhré Matahun dan Bhré Wengker meninggal pada tahun yang sama. Candi yang dibangun untuk pendharmaan mereka juga memiliki arsitektur yang mirip. Terbuat dari batu andesit dan berbentuk bujursangkar dengan badan tambun. Berbeda dengan candi-candi peninggalan Majapahit yang kebanyakan berbahan batu bata merah dan bentuknya ramping menjulang tinggi.

Candi Surowono dibangun dua belas tahun setelah Bhré Wengker Kapisan mangkat di tahun 1310 Saka (1388 M). Kondisi candi kini hanya tinggal pondasi dan bagian badan. Atap candi diperkirakan sudah runtuh. Bekas reruntuhan itu yang sekarang tertata rapi berjajar di komplek candi.

Reruntuhan Relief Candi Surowono

Reruntuhan Yoni di Candi Surowono

Meski sebagian badan candi Surowono telah rusak karena dimakan usia, secara umum kondisi situs ini sangat terawat. Lokasi sekitar candi tampak rindang dan bersih. Untuk hal ini, saya patut memberikan apresiasi yang tinggi kepada pemerintah kabupaten Kediri dan masyarakat desa Canggu, atas kepedulian mereka menjaga benda purbakala.

Pada sekeliling dinding candi Surowono, terlukis relief Kisah Arjunawiwaha. Sebuah cerita dalam pewayangan yang pernah ditulis oleh Mpu Baradha atas perintah Sinuwun Prabu Airlangga, raja Panjalu (Kadhri/Kediri) yang tersohor. Kisah ini dianggap sebagai pengejawantahan menantu Prabu Dharmawangsa itu atas keberhasilannya mengalahkan Prabu Wura Wari, penguasa kerajaan Lwaram.

Relief Arjunawiwaha di Candi Surowono

Bagian belakang Candi Surowono yang tinggal pondasi dan badan

Jika sahabat sekalian berkunjung ke kota tahu Kediri, tidak ada salahnya singgah ke situs bersejarah peninggalan kerajaan Majapahit ini.

Selain lokasinya yang sangat terawat, untuk memasuki area candi Surowono, kita tidak dipungut biaya alias gratis. Hanya membayar parkir kendaraan. Inipun tidak  dipatok taripnya, hanya seikhlas kita.


Heru Sang Mahadewa
Member of #OneDayOnePost

2 komentar:

  1. jadi destinasi tempat bulan maduku nanti ini mas , heheh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, keren mas Fajar.
      Memang domisili sampean di Kediri juga?

      Hapus

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *