Jumat, 27 Januari 2017

PENDADARAN SOKALIMA DKI 1


Dang Hyang Kumbayana - katalog wayang

Sang Bagaskara baru saja naik sepenggalan. Burung-burung telah berhenti bercericit. Mereka mulai membuari terbang ke angkasa, membentuk kawanan-kawanan di cakrawala. Kuru Setra dijejali orang-orang yang datang dari segala penjuru Astina dan negeri-negeri tetangga.

Hari itu, Dang Hyang Kumbayana menggelar pendadaran (adu kepintaran, adu kedigdayaan) untuk mencari siapa di antara murid-muridnya yang telah sekian tahun berguru di pedepokan Sokalima menjadi yang terbaik.

Seluruh ksatria yang akan mengikuti pendadaran pun telah bersiap di Kuru Setra. Sebuah panggung berdiri megah di tengah-tengah, dikelilingi ratusan pengunjung. Ada yang hanya ingin sekedar menonton, ada pula yang turut memberikan dukungan kepada ksatria pilihannya.

Satu hari sebelum pendadaran itu, diam-diam Destarastra memanggil Harya Sangkuni dan Dang Hyang Kumbayana. Penguasa Astina itu menginginkan agar putra mahkotanya, Raden Suyudana dimuluskan langkahnya untuk menjadi ksatria terbaik dalam ajang Pendadaran Sokalima nanti.

Guru Durna, nama lain Dang Hyang Kumbayana menolak keras!

Putra Resi Baratwaja itu mengatakan bahwa sebagai penguji, dia akan bersikap netral dan tidak boleh memihak kepada salah satu calon ksatria. Meski seorang putra mahkota sekalipun.

Adu kepandaian dan kesaktian dimulai.

Harya Sangkuni yang menjadi moderator, melempar buah dadu untuk mengundi. Keluar nama Raden Bratasena dan Raden Dursasana. Keduanya langsung naik panggung.

Hanya butuh dua gerakan, Raden Dursasana terpental jatuh dari panggung. Segmen kesatu ini menobatkan Raden Bratasena menjadi pemenang.

Buah dadu dilempar lagi oleh Harya Sangkuni. Keluar nama Raden Surtayu dan Raden Bratasena. Keduanya langsung melompat naik ke atas panggung. Nahas, Raden Surtayu mengalami nasib serupa dengan saudaranya, Dursasana.

Kembali buah dadu dilempar, berturut-turut keluar nama Raden Bratasena lagi. Kali ini berhadapan dengan Raden Citraksa. Nasibnya sama seperti pendahulunya. Terjungkal dari panggung. Diundi kembali. Lagi-lagi nama Raden Bratasena yang keluar. Kstaria Pandawa itu berhadapan dengan Raden Citraksi. Menang lagi.

Paman Yamawidura, politisi Partai Pandawa  mulai curiga, sang moderator, Harya Sangkuni sepertinya bermain curang. Dia sengaja memunculkan nama Raden Bratasena terus-menerus untuk bertarung.

Pasti ada maksud tersembunyi dari politisi kontroversi Partai Kurawa Astina itu, protes Yamawidura. Namun Harya Sangkuni menyangkal. Dia mempersilahkan siapa pun melihat buah dadu yang digunakan untuk mengundi nama para ksatria.

Hingga akhirnya, tersisa Raden Kartamarma dan Raden Suyudana bersama lawan-lawannya dari ksatria Pandawa.

Tak beda dengan ksatria-ksatria Kurawa lainnya, Raden Kartamarma dipaksa kalah telak oleh ksatria Pandawa. Raden Bratasena.

Bratasena Adu Tanding dengan Raden Suyudana.
Undian kembali dilakukan. Kali ini keluar nama Raden Bratasena dan sang putra mahkota Astina, Raden Suyudana, alias Raden Duryudana, alias Raden Kurupati.

Raden Suyudana pun bertarung melawan Raden Bratasena. Mereka beradu ketangkasan memainkan senjata gada. Kali ini ksatria Pandawa mendapatkan lawan seimbang.

Adu kepintaran memanas ketika ada provokasi dari Raden Suyudana. Dia meledek dengan berkata bahwa para Pandawa adalah hasil perselingkuhan Dewi Kunti dengan para Dewa. Ayah mereka, Prabu Pandudewanata telah mendapat kutukan Resi Kindama tidak bisa memiliki keturunan selamanya.

Raden Bratasena termakan omongan Raden Suyudana. Ia marah lalu memukul mulut Raden Suyudana hingga robek dan berdarah. 

Para simpatisan Partai Kurawa Astina tidak terima!

Puluhan kader partai yang syarat dengan tindakan korupsi itu beramai-ramai naik ke panggung untuk mengeroyok Raden Bratasena. Arena adu kepintaran pun menjadi ricuh. Keadaan menjadi tak terkendali.

Melompatlah naik ke atas panggung seorang pemuda berkulit bule. Semua kaget melihat ada pemuda desa tiba-tiba membantu Raden Bratasena sambil mulutnya memaki-maki dengan kasar atas tindakan curang dan tidak sportiv anak-anak Kurawa.

Tak lama, menyusul naik panggung dua anak muda, lelaki dan wanita. Mereka melerai keributan di arena adu kepintaran. Tubuh Kakrasana, pemuda bule tadi segera ditarik turun oleh adik wanitanya, yang ternyata bernama Rara Ireng. Sementara kakaknya, Narayana meminta maaf kepada Dretarastra atas ulah kakaknya itu. Kelak, mereka dikenal sebagai Baladewa, Sembadra dan Kresna.

Dretarastra tidak terima!

Dia memerintahkan prajurit Astina menangkap pemuda yang berani memukuli anak-anak Kurawa. Namun, dalam sekejap, Narayana segera membawa kakaknya Kakrasana, dan adiknya Rara Ireng menjauhi panggung lalu tiba-tiba menghilang dari kerumunan penonton. Para prajurit mencari ke mana-mana tetapi tidak berhasil menemukan.

RADEN PERMADI MENGALAHKAN RADEN PUNTADEWA.
Dang Hyang Kumbayana men-diskualifikasi Raden Bratasena karena telah menyebabkan mulut cablak Raden Suyudana robek. 

Rencana Harya Sangkuni berjalan mulus. Para ksatria Kurawa gagal menguras tenaga Raden Bratasena. Siasat pun diubah, Raden Suyudana memancing kemarahannya agar dikeluarkan dari pertandingan.

Kembali Harya Sangkuni melemparkan buah dadu undian. Kali ini yang muncul adalah nama Raden Permadi (Pandawa nomor tiga) dan Raden Nakula (Pandawa nomor empat). Prediksi politisi Partai Kurawa Astina tepat, Raden Nakula mundur bertanding karena tidak mau melawan kakak sendiri.

Buah dadu selanjutnya kembali memunculkan nama Raden Permadi, dan yang menjadi lawannya adalah Raden Sadewa (Pandawa nomor lima). Sama seperti Raden Nakula, Raden Sadewa juga mundur karena tidak mau bertarung dengan kakaknya.

Kini tinggal ada tiga nama ksatria yang tersisa. Raden Suyudana, Raden Puntadewa, dan Raden Permadi. 

Sejak tadi Harya Sangkuni selalu memainkan akal bulusnya sebagai moderator. Dia mengatur undian agar nama Raden Bratasena selalu muncul, dan kini mengatur nama Raden Permadi supaya muncul terus pula. Sebagai lawannya, kali ini adalah Raden Puntadewa (Pandawa nomor satu).

Raden Puntadewa dan Raden Permadi telah berhadapan di atas panggung. Harya Sangkuni menyindir Raden Permadi sebaiknya mundur sebagai bhakti kepada saudara tua. Seperti Nakula dan Sadewa tadi. 

Raden Puntadewa dikenal sebagai Ajitasatru, ksatria yang tidak mau membalas pukulan saat bertarung. Tentunya tidak pantas jika Raden Permadi mempermalukan kakaknya itu di hadapan ratusan penonton.

Prediksi Harya Sangkuni, jika Raden Permadi mundur, maka Raden Puntadewa tinggal berhadapan dengan Raden Suyudana. Skenario ini akan membuat putra mahkota Astina melenggang kangkung sebagai pemenang Pendadaran Sokalima.

Di luar dugaan, Raden Puntadewa melarang Raden Permadi termakan hasutan Harya Sangkuni. Dia memerintahkan adiknya agar menunjukkan kepandaian memanah dengan sungguh-sungguh.

Di antara murid-murid Padepokan Sokalima, Raden Puntadewa adalah yang paling pandai melempar lembing. Dia pun langsung melemparkan lembing-lembingnya kepada Raden Permadi. Jika nanti Raden Permadi mampu mengalahkannya, itu bukan berarti seorang adik mempermalukan kakaknya, tetapi justru sang adik membuat kakaknya bangga.

Raden Permadi kini merasa mantap.

Satu persatu panah-panahnya melumpuhkan lemparan lembing kakaknya. Setelah lembing Raden Puntadewa habis, Raden Permadi ganti menghujani sang kakak dengan ratusan panah. 

Semua yang ada di Kuru Setra tercengang!

Tak ada satu panah pun yang melukai Raden Puntadewa. Lesatan-lesatan senjata dari busur Raden Permadi justru tersusun rapi membentuk sebuah kursi.

Raden Permadi menyembah Raden Puntadewa, lalu mempersilakan kakaknya itu untuk duduk di atas kursi panah. Raden Puntadewa pun duduk sambil mengumumkan bahwa dirinya dengan bangga menyatakan kalah di tangan sang adik.

Sontak semua prnonton bersorak memuji kehebatan Raden Permadi yang berhasil mengalahkan Raden Puntadewa tanpa mempermalukan kakaknya itu. 

Sementara sang moderator, Harya Sangkuni sangat kecewa karena skenarionya gagal total. Dia sadar, tak mungkin Raden Suyudana mampu melanjutkan pendadaran dengan menghadapi kesaktian Raden Permadi, alias Arjuna!

*****

Kisah Pendadaran siswa Sokalima diatas adalah refleksi dari Debat Cagub dan Cawagub dalam Pilkada DKI.

Ada tiga kandidat yang sedang diuji kepandaiannya dalam debat. Layaknya para ksatria murid-murid Dang Hyang Kumbayana, ketiga pasangan calon akan saling menunjukkan kedigdayaannya. Dalam hal visi dan misi tentunya.

Semua pasti berharap bahwa dalam debat dan Pilkada nanti, tidak ada Destaratra yang rela berbuat apa saja untuk memuluskan langkah putra mahkota, Raden Suyudana. Juga tak boleh ada Harya Sangkuni di ibu kota. Biarlah semua kandidat bertarung secara ksatria. Jangan ada provokasi menyerang lawan dengan masalah pribadi atau kasus pribadi yang sedang menjeratnya, seperti ledekan Suyudana kepada Bratasena.

Kita lihat, siapa diantara ketiga kontestan Pilkada DKI 2017 yang layak menjadi murid terbaik padepokan Sokalima Jakarta.

Heru Sang Mahadewa
Member of #OneDayOnePost

2 komentar:

  1. Luar biasa Mas Heru. Bisa mengolah kisah pewayangan menjadi cerita aktual.
    Mantap tenan...

    BalasHapus

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *