Jumat, 06 Januari 2017

TIM 9 MENPORA vs KOMITE AD HOC PSSI - KPSI vs PSSI Jilid 2

bundarsatu.com
Masih tersisa sesak di dada, ketika Timnas PSSI dibantai 0-10 oleh Bahrain dalam Kualifikasi AFC Cup dua tahun silam. Sepanjang sejarah, itulah kekalahan terbesar sekaligus paling memalukan yang pernah dialami Indonesia.

Buah dari perpecahan di induk organisasi sepakbola tanah air ketika itu. Adanya dualisme penyelenggara kompetisi (Indonesia Primer Leageu yang digulirkan PSSI, dan Indonesia Super League produk dari KPSI) bukan hanya berimbas pada jebloknya kekuatan skuad Merah Putih, namun juga meninggalkan luka yang amat perih bagi seluruh insan sejati sepakbola (baca = insan yang bukan sekedar suporter penggembira)

Ironisnya, kala itu PSSI yang dianggap organisasi syah di mata FIFA justru ditinggalkan mayoritas anggotanya di kasta tertinggi kompetisi, lalu menyeberang ke KPSI yang notabene adalah sempalan PSSI. Imbasnya, klub-klub di KPSI menolak pemainya dipanggil PSSI untuk berlaga di Kualifikasi AFC Cup. Padahal, para pemain terbaik negeri ada di KPSI.

Nuansa politik sangat kental. Berawal dari kepemimpinan PSSI oleh Nurdin Halid, seorang petinggi “Partai Beringin” yang tak kunjung menghasilkan satu gelar pun untuk Timnas Garuda, membuat Menpora Andi A. Mallarangeng (The Golden Boy of “Partai Bintang Mercy Biru”) mulai usil untuk melengserkan rival politiknya itu.

Digulirkanlah kongres settingan Menpora di Malang untuk menandingi kongres PSSI demisioner-nya Nurdin Halid. Inilah yang menjadi cikal bakal terpecahnya PSSI. Terbentuknya KPSI sebagai tandingan PSSI ketika itu seolah menasbihkan bahwa Politisasi di Indonesia sudah merambah, mengakar dan beranak pinak di segala segmen kehidupan bangsa.

Jalan yang terjal dan berliku liku harus kita tempuh untuk Islah. Berbagai upaya oleh FIFA dan AFC akhirnya membuat para pecinta sepakbola Indonesia terharu. Djohar Arifin (Ketum PSSI) dan La Nyalla Mattaliti (Ketum KPSI) berjabat tangan dan berangkulan, sekaligus mengakhiri dualisme Induk Organisasi Sepakbola Indonesia.

Babak baru sepakbola Indonesia telah dimulai. Hanya berselang kurang dari setahun berakhirnya masa kelam sepakbola tanah air, Timnas Garuda Jaya U-19 mengobati rasa sakit seluruh rakyat Indonesia, yang sebelumnya sudah rindu akan gelar selama penantian 22 tahun. Indonesia berhasil menjadi juara AFF Cup U-19!!!

Tetapi, seolah tidak berkaca dengan perjalanan sejarah bangsa, kini nasib sepakbola kita kembali di ujung tanduk. Politik is politik, tetap kotor, bengis, licik, curang dan terkadang tidak kenal prinsip mengutamakan kepentingan rakyat (baca = pecinta sepakbola ), apalagi kepentingan bangsa.

Saat Pak Jokowi memutuskan memilih Cak Imam Nahrowi (Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa) sebagai Menpora beberapa bulan silam, saya sudah pasrah. Pos Kementerian Olah Raga terkesan senantiasa menjadi jatah bagi parpol pendukung Presiden terpilih.

Kini, Tim 9 telah terbentuk oleh Menpora untuk mengevaluasi, mengaudit (jika tidak mau disebut intervensi ) dan membedah berbagai persoalan yang ada di PSSI. Mulai dari pemasukan dana, anggaran belanja hingga pertanggung jawaban terhadap prestasi Timnas PSSI.

Tim yang diisi oleh para professional olah raga, mantan anggota Polri, mantan pemain, dan pengamat sepakbola ini seolah tak gentar dengan Psy War PSSI bahwa Menpora hanya mencari sensasi dan hendak membunuh-dirikan Sepakbola Indonesia dengan intervensi-nya. Seperti yang kita ketahui, regulasi FIFA melarang pemerintah melakukan intervensi kepada induk organisasi sepakbola sebuah negara. Sanksinya adalah Banned ke Timnas.

Tindakan Menpora membentuk Tim 9 di-cap sebagai provokasi dan menghembuskan suasana inkondusif  yang justru akan memecah belah lagi sepakbola Indonesia yang sudah susah payah di Islah-kan oleh FIFA dan AFC.

Seolah menyiapkan tameng, hariini terbentuk pula Komite Ad Hoc PSSI. Tak mau kalah dengan Tim 9 bentukan Menpora, Komite Ad Hoc PSSI juga diisi oleh para professional olah raga, mantan anggota Polri, mantan pemain, dan pengamat sepakbola.

Mendadak rasa sesak yang dulu pernah saya rasakan beberapa tahun silam kembali menghimpit dada saya. Kengerian apalagi yang akan mencabik-cabik sepakbola kita?

Beginilah kalau Olahraga sudah dikotori oleh politik. Semangat Fair Play akan tertutup oleh sebuah kepentingan pribadi, kelompok, atau golongan.

Semoga ini hanya kekhawatiran saya.

Ah Indonesiaku ... tanah airku ...tumpah darahku.


Surabaya, 06 Januari 2015
 (Heru Sang Mahadewa)

#SepakbolaIndonesiaMenangis

1 komentar:

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *