Sabtu, 14 Januari 2017

WAHYU CAKRANINGRAT PILKADA DKI




Raden Lesmana Mandrakumara muntah darah!

Seberkas cahaya melesat keluar melalui mulutnya. Serta merta membawa sisa-sisa makanan dari dalam lambung. Bercampur cairan kental berwarna merah. Tubuh Lesmana roboh di dekat sebatang pohon randu alas.

Putra Mahkota Astina itu baru saja turun dari puncak gunung Ganggang Warayang, ditemani Begawan Durna dan Patih Harya Sangkuni. Setelah tujuh hari tujuh malam lamanya bertapa brata di sana, ambisi dia untuk mendapatkan Wahyu Cakraningrat, anugerah Sang Hyang Jagat Nata untuk para calon pemimpin negeri terkabul.

Belum jauh mereka meninggalkan pertapaan, seorang lelaki tua renta yang berjalan sambil memanggul sekantong barang usang lewat. “Wooey, berhenti kamu!” teriak Lesmana. Yang dipanggil tidak menoleh sedikitpun. Merasa ada rakyat jelata yang melecehkan dirinya sebagai putra mahkota Astina, dengan tidak membungkuk hormat, dia langsung mengejar.

Lesmana menendang lelaki bertubuh ringkih hingga terjungkal. Tidak berhenti sampai di situ, datang pula Patih Harya Sangkuni ikut melayangkan pukulan bertubi-tubi.

Tanpa merintih sedikitpun, sosok lelaki tua mendadak berubah menjadi seberkas cahaya, melesat masuk ke tubuh Lesmana, lalu keluar lagi melalui mulut.

Begawan Durna yang melihat kejadian itu sadar, Wahyu Cakraningrat yang di dapat Lesmana telah hilang. Lelaki tua bertubuh ringkih tadi adalah perwujudan dari sang wahyu.

*****

Sementara di puncak gunung Ganggang Warayang sisi yang lain, Raden Setya Boma, pangeran negeri Dwarawati masih khusyu’ dalam tapa bratanya.

“Putraku, keinginanmu untuk menjadi pemimpin negeri telah terwujud. Buka matamu sekarang. Ingat Setya Boma, jangan tergoda sedikitpun ... jangan tergoda sedikitpun ... jangan tergoda sedikitpun!” Terdengar suara Dewi Jembawati, ibundanya, dari dimensi lain yang nyaring masuk ke telinga batin Setya Boma.

Ketika membuka mata, Setya Boma yakin bahwa dirinya telah mendapatkan Wahyu Cakraningrat. Dia pun langsung bergegas turun dari puncak gunung Ganggang Warayang. Pulang ke Dwarawati.

“Hahaha ... sekarang akulah calon pemimpin negeri pilihan Dewata!” teriak Setya Boma lantang.

Belum jauh langkahnya meninggalkan tempat bertapa brata tadi, lewat seorang perempuan cantik jelita sembari menuntun lelaki renta bertubuh ringkih.

“Sembah bhakti kami untukmu, Raden Setya Boma, calon pemimpin kami,” ucap gadis berkulit kuning langsat dengan mata bulat. Rambutnya berkibas-kibas diterpa angin.

Seketika putra mahkota Dwarawati terkesima menatapnya. Kecantikan gadis itu sungguh memikat hatinya. “Dengan senang hati kuterima sembahmu, dan memang sudah sepatutnya calon pemimpin harus disembah rakyatnya.” Ucap Setya Boma.

“Kami berdua sengaja menemuimu untuk mengajukan diri sebagai abdi,” lelaki tua bertubuh ringkih berucap seraya bersembah dada.

Setya Boma menggelengkan kepala. Dia tidak mau mengabulkan permohonan si lelaki tua. Hanya si gadis jelita yang dia terima sebagai abdi, “Engkau akan kumuliakan di istanaku, gadis cantik,” ucapnya. “Sedangkan engkau bapa tua, tubuhmu sudah renta, tak mungkin sanggup bekerja untukku. Pulanglah, kembali ke rumahmu!” pungkasnya.

“Baiklah, aku pulang!”

“Aku juga ikut pulang, bapa!”

Dalam sekejap, lenyap tubuh lelaki tua dan gadis jelita dari hadapan Setya Boma. Dia mencari-cari ke sekeliling, tetapi tak terlihat sedikitpun jejak keduanya.

“Setya Boma, aku tidak akan menempati tubuh pemimpin yang suka menghujat. Engkau tidak pantas mengemban Wahyu Cakraningrat!” terdengar suara tanpa rupa yang membuat Setya Boma menyesal. Ternyata dua sosok yang ditemuinya tadi adalah perwujudan dari wahyu yang dia buru selama ini.

*****

Raden Angkawijaya tak bergerak sedikitpun. Dia duduk bersila di atas sebongkah batu lempeng, di sisi lain puncak gunung Ganggang Warayang.

“Raden Angkawijaya, sudah saatnya lelaku---menjalani tirakat (puasa, mengheningkan) --- ini raden akhiri. Ijinkan aku menyatu dalam tubuhmu sekarang,” terdengar suara lirih yang berbisik ke telinga batin Raden Angkawijaya.

Putra Arjuna dan Dewi Sembadra itu masih belum membuka mata. Ketika sebuah sinar melesat dari cakrawala, lalu masuk ke tubuhnya, dia baru merasakan sebuah rasa hangat menjalar ke wajahnya.

Seketika, Raden Angkawijaya membuka mata.

Melihat kejadian itu, segera datang Kiai Lurah Semar Badranaya, Bagong, Gareng dan Petruk yang telah menunggui tujuh hari tujuh malam selama Raden Angkawijaya bertapa brata. Mereka bersuka cita, melihat wajah bendara-nya (majikannya) mengeluarkan sinar terang.

“Wahyu Cakraningrat telah menyatu ke dalam tubuh ndara Abimanyu,” ucap Kiai Semar. Abimanyu adalah panggilan akrab Raden Angkawijaya.

Dikawal punakawan, Raden Angkawijaya turun dari puncak gunung Ganggang Warayang. Mereka menuju ke Amarta, untuk mengabarkan berita gembira itu kepada Pandawa.

Perebutan Wahyu Cakraningrat oleh ketiga ksatria, Raden Lesmana Mandrakumara, Raden Setya Boma dan Raden Angkawijaya berakhir dengan kemenangan sang putra Arjuna.

*****

Kisah turunnya Wahyu Cakraningrat di atas adalah refleksi dari Pilkada DKI Jakarta saat ini.

Ada tiga kandidat yang sedang berebut tampuk pimpinan tertinggi. Agus Harimurti Yudhoyono, Basuki Tjahana Purnama dan Anis Baswedan. Kursi DKI Jakarta 1 ibarat Wahyu Cakraningrat. Wilayah ibu kota itu bagai puncak gunung Ganggang Warayang, tempat ketiga ksatria menempa diri.

Raden Lesmana Mandrakumara gagal karena bertindak arogan terhadap seorang rakyat jelata. Pun demikian dengan Raden Setya Boma, anugerah yang sudah di depan mata lepas gara-gara tidak bisa menjaga sikap dan ucapan. Raden Angkawijaya pun mulus memenangkan perebuatan wahyu.

Dalam kisah pewayangan, untuk mendapatkan Wahyu Cakraningrat tidaklah mudah. Banyak syarat yang harus bisa dipenuhi agar dia bisa manjing---menyatu atau sejiwa dengan ksatria terpilih.

Adapun syarat yang harus dipenuhi adalah: bisa memberi teladan yang baik kepada rakyat (handayani), berpegang teguh pada kejujuran, mampu memberikan rasa tenteram kepada rakyat, mampu memberi rasa kasih sayang pada rakyat, mempunyai perilaku amanah, mampu menjaga persatuan dan kesatuan rakyat tanpa memandang latar belakang suku, agama, ras dan budaya.

Kita lihat, siapa diantara ketiga kontestan Pilkada DKI 2017 yang akan menjadi Lesmana Mandarakumara, Setya Boma dan Angkawijaya.

Heru Sang Mahadewa
Member of #OneDayOnePost

2 komentar:

  1. Bagus, mas... Suka..
    Siapapun yang menang, semoga bisa membawa Jakarta lebih baik..
    Kita tonton saja... Duduk manis dan diam.. hehhee

    BalasHapus
  2. Aamiin.
    Duduk manis, tapi tetap menulis.
    Yang penting obyektif dan tidak provokatif Bang ... hahaha

    BalasHapus

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *