Kamis, 16 Februari 2017

AKHIR BHARATAYUDHA DI TANAH PERANG PILKADA



devianart.com


Sang bagaskara telah naik satu tombak di cakrawala. Sinarnya menggampar tanah perang Kuru Setra yang belum kering sepenuhnya dari darah para ksatria. Menguapkan lapak-lapak embun di dedaunan kusam yang sebelumnya menjadi saksi bisu kekelaman. Kawanan burung pemakan bangkai sesekali mendekut. Bernyanyi ria menikmati serpihan bangkai manusia.

Begawan Abiyasa berjalan tertatih-tatih mengelilingi tegal yang menjadi ajang saling bunuh sesama anak keturunannya. Dadanya terasa dicabik-cabik ratusan anak panah melihat pemandangan mengerikan ini. Dalam pandangan kewaskitaan, terlintas bayangan pertempuran sia-sia antara kakek dengan cucu, paman dengan keponakan, kakak dengan adik, dan sepupu dengan sepupunya.

Air mata sang begawan pun tak terbendung. Bulir-bulir bening menggenang di pelupuk matanya, lalu perlahan membasahi pipi yang telah keriput.

Kuru Setra, tanah suci yang diberkati para Dewa kini telah koyak moyak. Dia menjelma menjadi jalan kematian para ksatria yang menghamba pada hawa nafsu duniawi. Nafsu untuk berebut tahta tertinggi antara Pandawa dan Kurawa.

Tidak ada yang pantas disebut sebagai pemenang dalam Bharatayudha, perang sesama wangsa Bharata ini. Pandawa kehilangan seluruh anaknya. Kurawa tumpas tak tersisa. Indraprasta dan Astina ludes harta bendanya.

Konsep manunggaling kawula praja lan sedulur-----bersatunya rakyat, pemimpin dan sesama anak bangsa-----yang telah dirintis oleh Kresna Dwipayana, abhiseka-----gelar natha/raja----sang Begawan Abiyasa, lalu diteruskan putranya Prabu Pandudewanata bukan hanya telah retak, tetapi sudah pecah berkeping-keping. Tak ada lagi prinsip mengedepankan persaudaraan yang tertanam pada jiwa Pandawa dan Kurawa.

Perebutan tahta tertinggi keduanya membawa mereka pada perpecahan sesama saudara.

Kini, Bharatayudha telah usai.

Sisa-sisa simpatisan pihak yang kalah perang, merasa dicurangi secara sistematis oleh raja Dwarawati, Prabu Kresna. Dialah aktor dibalik tumpasnya semua Kurawa. Seandainya sosok titisan Bathara Wisnu bisa berbuat adil dan tidak berpihak kepada Pandawa, tentu hasil akhir perang saudara ini akan berbeda.

Aswatama, Resi Krepa dan Kartamarma pun memprotes kecurangan Pandawa. Diam-diam mereka menyusun rencana balas dendam.

Putra Begawan Durna, Aswatama mengeluarkan kedigdayaannya nglandak. Dia menerobos masuk bumi, membuat terowongan menuju pesanggrahan tempat istirahat para Pandawa.

Bayi mendiang Abimanyu, cucu Arjuna, Raden Parikesti yang menjadi incaran untuk dihabisi. Nahas, ulah mereka justru bisa diselesaikan oleh si jabang bayi sendiri. Ketiganya tewas menyusul Kurawa.

Tahta tertinggi Astina, negeri yang menjadi rebutan Pandawa dan Kurawa dengan berdarah-darah, telah luluh lantak pula. Tak ada yang bisa dibanggakan dari hasil akhir perang saudara, Bharatayudha.

Puntadewa, Pandawa nomor satu menolak untuk menduduki tahta itu. Penyesalan atas pertumpahan darah di Kuru Setra telah membuka mata batinnya. Dia hanya bersedia menjadi wali raja bagi cucu keponakannya. Raden Parikesit. Satu-satunya penerus trah Pandawa yang tersisa.

Pelan-pelan, justru akhirnya Parikesit yang bisa membangun kembali Astina. Menyatukan kepingan-kepingan kebencian yang sebelumnya telah tertanam di antara para simpatisan Pandawa dan Kurawa.

Era baru Astina dimulai.

Di tangan Prabu Kresna Dwipayana II, abhiseka Raden Parikesit yang memilih meneruskan gelar buyutnya (Begawan Abiyasa), Astina tumbuh menjadi negeri yang gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kerta raharja------makmur, berlimpah pangan, aman tentram dan sentausa.

Astina bangkit dari perpecahan sesama saudara. Menjelma menjadi negeri damai nan penuh toleransi.

-o0o-

Akhir Perang Bharatayudha, pantas kita jadikan cermin dari berakhirnya Pilkada Serentak 15 Februari 2017 kemarin.

Usai sudah pesta demokrasi ini. Tidak ada yang boleh jumawa dengan hasil yang mungkin menyakitkan bagi sebagian pihak. Tidak boleh pula ada yang membabi buta dalam memprotesnya.

Seperti halnya Aswatama, Resi Krepa dan Kartamarma yang kecewa dengan ketidakadilan sikap Kresna, tentu setelah Pilkada ini ada pihak atau simpatisan yang merasa dicurangi saat proses kampanye, hari tenang, pencoblosan hingga penghitungan suara kemarin. Tetapi berkaca dari kisah akhir Bharatayuda, janganlah melakukan tindakan pembalasan yang inskonstitusional. Keluar dari jalur hukum.

Sampaikan protes dan keberatan hasil Pilkada ini secara prosedural. Ada Mahkamah Konstitusi yang Insya Allah akan memberikan penilaian seadil-adilnya terhadap nota kekecewaan kita.

Apapun hasilnya, baik dalam penghitungan suara hasil Pilkada maupun gugatan ke Mahkamah Konstitusi, meski tidak sesuai dengan harapan sebagian kubu, kita harus menghormatinya sebagai sebuah proses demokrasi.

Katakanlah yang menang nantinya adalah seorang terdakwa dan penista sekalipun.

Ingat, saat Bharatayudha, Prabu Kurupati, seorang penista yang berwatak angkara murka bersama Kurawa-nya juga berhasil mengalahkan kesatria berhati mulia. Gatotkaca dan Abimanyu tumbang di tangan koalisi mereka.

Jujur, secara langsung maupun tidak, Pilkada serentak, khususnya di ibu kota DKI Jakarta, telah mengoyak semangat persatuan dan kesatuan sesama anak bangsa.

Entah berapa banyak energi dan pikiran yang sudah tertumpah untuk mendukung paslon masing-masing. Tanpa sadar, terkadang dukungan itu membuat kita lupa mengedepankan arti pentingnya persatuan dan toleransi.

Seperti halnya Pandawa dan Kurawa dalam Bharatayudha yang sama-sama tidak menjadi pemenang, akhir dari Pilkada serentak ini adalah bukan kemenangan untuk satu paslon. Tapi kemenangan seluruh rakyat Indonesia.

Kemenangan akan datangnya masa damai bagi Indonesia. Kembali menjadi negeri yang gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kerta raharja.

Aamiin Ya Robbal Alaamiin.

Ayu, hayu, rahayu wilujeng.

Heru Sang Mahadewa
Member of #OneDayOnePost

4 komentar:

  1. aamiin, aamiin, yaa robbalallamin. semoga kedamaian datang setelah pilkada yang membuat kita saling menghujat dan menguras emosi ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin.
      Matur suwun, sudah mampir gubuk saya mas Fajar.

      Hapus
    2. sama sama mas. semoga semakin semangat ngeblog dan berbagi ilmu :), cerita dan pemikiran

      Hapus

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *