Sabtu, 04 Februari 2017

TIGA ALASAN KENAPA PIALA PRESIDEN 2017 ADALAH TURNAMEN TIDAK TEPAT



tribunnews.com


Dua tahun silam, sepakbola kita terisolasi oleh dunia internasional akibat banned Football Internationale Federation and Asociation (FIFA) karena adanya sanksi pembekuan Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia oleh Menpora yang dianggap sebagai bentuk intervensi pemerintah terhadap independensi PSSI.

Seketika itu sepakbola merah putih seperti mati suri. Tidak ada aktivitas di lapangan hijau, mulai level divisi dua hingga tim nasional. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Olahraga memang melarang keras (tidak mengakui) segala kegiatan sepakbola dibawah naungan PSSI.

Gejolak pro dan kontra terhadap kebijakan Menpora timbul dimana-mana.

Banyak yang mengeluh pembekuan PSSI sama saja dengan membunuh mata pencaharian orang-orang yang menggantungkan hidup dari sektor sepakbola. Bukan hanya pemain, pelatih, wasit dan seluruh perangkat pertandingan yang kehilangan pekerjaan. Para pedagang asongan dan kaki lima yang biasanya mengais rejeki di stadion-stadion, ikut gigit jari.

Tetapi tak jarang pula dukungan yang mengalir kepada Menpora. Lebih baik sepakbola Indoensia dibubarkan saja, daripada selalu kalah dan membikin malu negara, ungkap orang-orang yang pro pembekuan PSSI.

Seolah menegaskan bahwa kebijakan pembekuan sepakbola Indonesia di bawah naungan PSSI tidak akan membunuh aktivitas olahraga paling merakyat ini, digulirkanlah turnamen demi turnamen untuk mengisi kekosongan kompetisi.

Pemerintah meluncurkan sebuah turnamen pertama pasca pembekuan PSSI dengan label PIALA PRESIDEN 2015.

Tak tanggung-tanggung, kala itu turnamen langsung dibuka oleh Presiden RI ketujuh Joko Widodo di Bali. Persib ‘Maung’ Bandung akhirnya keluar sebagai jawara dan berhak mengangkat tropi unik yang di ukir oleh seorang pemahat asal Bali.

Kini, dua tahun sudah turnamen itu berlalu.

Mulai sore nanti, 4 Februari 2017 untuk edisi kedua kalinya, turnamen PIALA PRESIDEN 2017 kembali digelar. Sebanyak 20 klub Indonesia akan menguji kekuatan sebelum turun di kompetisi resmi PSSI musim 2017.

Berikut adalah para kontestan Piala Presiden 2017:

tribunnews.com

Grup 1 (Sleman, Jogjakarta)
PSS Sleman
Persipura Jayapura
Mitra Kutai Kartanegara
Persegres Gresik United

Grup 2 (Malang, Jawa Timur)
Arema FC
Bhayangkara FC
Persija Jakarta
PS TNI

Grup 3 (Bandung, Jawa Barat)
Persib Bandung
PSM Makassar
Persiba Balikpapan
Persela Lamongan

Grup 4 (Denpasar, Bali)
Bali United
Sriwijaya FC
Pusamania Borneo FC
Barito Putera

Grup 5 (Madura)
Madura United
Semen Padang
Perseru Serui
PSCS Cilacap

*****

Mendengar label turnamen ini, juga melihat nama-nama besar klub peserta, bisa dipastikan betapa mewah, dahsyat dan spektakuler kejuaraan pra musim yang lagi-lagi juga akan dibuka langsung oleh Presiden RI ketujuh Joko Widodo.

Syah-syah saja pemerintah menggelontorkan dana besar untuk perhelatan akbar seperti ini. Tetapi menurut saya ini sia-sia dan tidak tepat.

Iya, tidak tepat.

Kenapa?

Berikut adalah tiga hal yang menjadi alasan kenapa turnamen beranggaran spektakuler ini saya sebut tidak tepat.

Pertama, Salah Konsep.
Seolah tidak berkaca dengan berbagai konsep tata kelola sepak bola nasional yang tak kunjung mencapai puncak keberhasilan, lagi-lagi pemerintah mengulangi kebiasaan terlena dengan kemegahan sebuah turnamen.

Nyaris tidak ada konsep, visi dan misi berorientasi prestasi jangka panjang dalam turnamen Piala Presiden 2017. Hanya terkesan menonjolkan gaung kemegahan.

Kedua, Salah Sasaran.
Klub-klub besar yang kali ini dimanjakan dengan turnamen megah itu, sudah punya wadah sendiri. Kompetisi musim 2017 yang sebentar lagi bergulir adalah tempat mereka menempa diri. Bukan di turnamen Piala Presiden.

Jika turnamen ini dihelat tahun 2015 mungkin masih bisa dibenarkan. Ketika itu seluruh aktivitas kompetisi sepakbola kita benar-benar mati akibat pembekuan PSSI oleh Menpora. Wajar jika dibutuhkan sebuah turnamen untuk menghidupkan kembali gerak nadi dan napas hidup para insan sepakbola. Tetapi untuk tahun ini, seyogyanya dipikir ulang konsepnya.

Ketiga, Tidak Ada Unsur Pembinaan.
Betapa sangat bermanfaatnya anggaran yang digunakan untuk menggelar turnamen Piala Presiden 2017 seandainya dialokasikan untuk kejuaraan sepakbola usia dini.

Betapa gembiranya anak-anak seusia SD atau SMP jika mereka dilibatkan dalam sebuah turnamen bertajuk Piala Presiden Junior. Dibuka oleh orang nomor satu di Indonesia.

Alih-alih memperhatikan pembinaan usia dini, yang ada justru sangat minim ajang kompetisi berbasis antar Sekolah Sepak Bola dengan naungan resmi pemerintah atau PSSI.

Sudah saatnya penggunaan dana besar kita alihkan ke sasaran yang lebih tepat. Pembinaan pemain-pemain junior akan sangat bermanfaat bagi kesinambungan tim nasional sepakbola Indonesia ke depan. Hasilnya mungkin tidak bisa dipetik secara langsung sekarang. Tetapi empat atau lima tahun kelak.

Pembinaan tim usia muda dengan serius, transparansi laporan keuangan, dan bergulirnya kompetisi yang sehat secara berjenjang, tentu akan membawa sepakbola kita ke jalur prestasi yang jauh lebih baik.

Semoga saja setelah Piala Presiden ini, yang biasanya disusul dengan turnamen-turnamen sekelas (Piala Panglima TNI dan Piala Bhayangkara), para penyelenggara kejuaraan berani mengubah sasaran. Menggelontorkan dana besar untuk ajang kelompok anak-anak.

Semoga harapan ini sepaham dengan visi dan misi pemerintah serta pengurus PSSI yang baru saja terbentuk.

Salam Merah Putih.

( Heru Sang Mahadewa)
Member Of OneDayOnePost

8 komentar:

  1. Bijak sekali Mas Heru. aku ngga mikir sampai situ

    BalasHapus
  2. Nice post bang...moga pssi terus makin brkwlitas mainny...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin.
      Makasih udah mampir gubuk saya mas Rohmat.

      Hapus
  3. Wew, Bang Heru ternyata selain Penyusur Jejak Sejarah, juga Pengamat Bola, ya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe ...
      Belajar menulis opini ini Gus Basyier ☺

      Hapus

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *