Jumat, 03 Februari 2017

MENYUSURI JEJAK KERAJAAN PANJALU




Sang Bagaskara semakin redup sinarnya. Meski senja belum tiba, tetapi teriknya mulai pudar di cakrawala Panjalu. Rona jingga tipis-tipis mulai mengintip di ufuk barat. Saya pun bergegas meninggalkan desa Menang.

Setelah merasa cukup mengantongi beberapa data jejak kerajaan Panjalu dari Petilasan Prabu Sri Aji Jayabhaya, kini perjalanan saya lanjutkan ke arah selatan, menuju jalur Simpang Lima Gumul.

Sekitar lima belas menit berkendara sepeda motor, saya tiba di sebuah situs yang terletak di tepi jalan raya.

Arca Totok Kerot.
Peninggalan benda purbakala jaman kerajaan Panjalu ini berbentuk Arca Dwarapala----raksasa. Berada di desa Bulupasar, kecamatan Pagu, kabupaten Kediri, Jawa Timur.


Arca Totok Kerot diwujudkan sebagai wanita berambut panjang terurai. Matanya membelalak, seperti ciri khas Dwarapala pada umumnya. Posisinya duduk berjongkok. Sayang, kondisi arca ini cacat. Tangan kirinya putus. Kemungkinan rusak ketika diangkat dari dalam timbunan tanah.

Setahu saya, salah satu tangan arca Dwarapala biasanya memegang sebuah Gada. Nah, kemungkinan besar tangan kiri Totok Kerot yang patah itulah pemegang senjata pemukul tersebut.

Di atas kepala Totok Kerot terdapat hiasan Candrakapala----bulan sabit di atas tengkorak. Ornamen ini membuktikan bahwa arca ini dibuat pada era Panjalu. Candrakapala adalah lambang kebesaran dari negeri Panjalu (Kadhri/Kadhiri/Kediri, Jawa Timur sekarang).

Arca Dwarapala biasanya dibangun di sisi kanan kiri sebuah bangunan gapura agung. Jika analisa saya tidak salah, maka di tempat berdirinya Arca Totok Kerot sekarang ini dulunya terdapat sebuah pintu gerbang besar. Bisa gapura menuju kotaraja Panjalu, pintu masuk istana, atau gerbang sebuah tempat Pendharmaan (candi).

Legenda Masyarakat Setempat.
Penduduk sekitar Arca Totok Kerot sendiri meyakini bahwa hingga kini benda purbakala itu masih hidup, tetapi tidak bisa dilihat secara kasat mata. Dia adalah penjelmaan dari seorang wanita cantik. Putri salah satu Demang dari Lodoyo (Blitar, Jawa Timur sekarang).

Putri dari Lodoyo itu sedang jatuh hati kepada Prabu Sri Aji Jayabhaya. Ingin sekali dia dipinang menjadi istri Bathara Ring Panjalu Kapat. Tetapi keinginannya ditentang oleh sang Demang.

Tak menghiraukan larangan ayahnya, nekadlah Putri Lodoyo berangkat menuju kotaraja Panjalu. Terjadi keributan antara dia dengan punggawa kerajaan. Tetapi kedigdayaan  wanita cantik itu bukan tandingan para prajurit Prabu Sri Aji Jayabhaya. Semua kewalahan menghadapi sepak terjang sang putri.

Dia pun mengatakan bahwa akan berhenti membuat keonaran asal bisa dipertemukan dengan Prabu Sri Aji Jayabhaya.

Datanglah sang penguasa Panjalu menemui Putri Lodoyo.

Di hadapan Prabu Sri Aji Jayabhaya, Putri Lodoyo mengutarakan isi hatinya bahwa dia sangat mencintai sang raja. Ingin sekali dia dijadikan istri. Tetapi keinginan itu ternyata bertepuk sebelah tangan.

Putri Lodoyo murka!

Dia kembali membuat keonaran.

Terjadi pertarungan adu kedigdayaan antara Prabu Sri Aji Jayabhaya dengan Putri Lodoyo. Sang penguasa Panjalu tak kalah murka pula. “Sungguh elok parasmu, putri. Tapi sayang kelakuanmu seperti watak butho----kala/raksasa!” kutuknya.

Seketika Putri Lodoyo berubah wujud menjadi sebuah Arca Dwarapala.

Sejak itulah dia berdiam diri dengan posisi jongkok di tempat pertarungan antara dirinya melawan Bathara Ring Panjalu Kapat. Prabu Sri Aji Jayabhaya.

*****

Kisah putri Lodoyo diatas hanyalah folklore----cerita/mitos dari mulut ke mulut----masyarakat Kediri. Namun saya sangat menghormatinya sebagai kekayaan akan kearifan budaya lokal Panjalu.

Saya sendiri masih meyakini bahwa Arca Totok Kerot adalah sebuah Arca Dwarapala yang dibangun pada era Panjalu, sebagai ornamen pada sebuah gapura agung.

Nah, jika sahabat sekalian berkunjung ke kota tahu Kediri, tidak ada salahnya singgah ke Arca Totok Kerot. Dari pusat kota, tepatnya Simpang Lima Gumul, berjarak sekitar tiga kilometer.

Untuk memasuki area situs tersebut, kita tidak dipungut biaya alias gratis. Hanya membayar uang untuk perawatan seikhlasnya.

Hayu, hayu, rahayu wilujeng.


Heru Sang Mahadewa
Member of #OneDayOnePost

14 komentar:

  1. Suka tulisan kang heru 😀😀

    BalasHapus
  2. Mas heru .... tulisanya menambah penhgetahuan sejarah.
    suka ....

    BalasHapus
  3. Jadi bertambah nih ilmu tentang kerajaan Panjalu

    BalasHapus
  4. reportase perjalanan yang dipadukan dengan legenda setempat selalu menarik buat dibaca. Bang Heru berhasil menuliskan dengan manis tanpa harus kehilangan pesan moral dan pelajaran sejarah yang terkandung di dalamnya. Good job, Bang.

    BalasHapus
  5. Mas Heru pantes jadi sejarawan, pengetahuan tentang sejarah nusantaranya keren...

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehe ...
      sejarawan amatiran mbk Inet,
      cuma sekedar cari bahan untuk menulis ini

      Hapus

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *