Sang Bagaskara semakin redup sinarnya. Meski senja
belum tiba, tetapi teriknya mulai pudar di cakrawala Panjalu. Rona jingga
tipis-tipis mulai mengintip di ufuk barat. Saya pun bergegas meninggalkan desa
Menang.
Setelah merasa cukup mengantongi beberapa data
jejak kerajaan Panjalu dari Petilasan Prabu Sri Aji Jayabhaya, kini perjalanan
saya lanjutkan ke arah selatan, menuju jalur Simpang Lima Gumul.
Sekitar lima belas menit berkendara sepeda motor,
saya tiba di sebuah situs yang terletak di tepi jalan raya.
Arca
Totok Kerot.
Peninggalan benda purbakala jaman kerajaan Panjalu ini
berbentuk Arca Dwarapala----raksasa. Berada
di desa Bulupasar, kecamatan Pagu, kabupaten Kediri, Jawa Timur.
Arca Totok Kerot diwujudkan sebagai wanita berambut
panjang terurai. Matanya membelalak, seperti ciri khas Dwarapala pada umumnya. Posisinya
duduk berjongkok. Sayang, kondisi arca ini cacat. Tangan kirinya putus.
Kemungkinan rusak ketika diangkat dari dalam timbunan tanah.
Setahu saya, salah satu tangan arca Dwarapala
biasanya memegang sebuah Gada. Nah, kemungkinan besar tangan kiri Totok Kerot yang
patah itulah pemegang senjata pemukul tersebut.
Di atas kepala Totok Kerot terdapat hiasan Candrakapala----bulan sabit di atas
tengkorak. Ornamen ini membuktikan bahwa arca ini dibuat pada era Panjalu. Candrakapala
adalah lambang kebesaran dari negeri Panjalu (Kadhri/Kadhiri/Kediri, Jawa Timur
sekarang).
Arca Dwarapala biasanya dibangun di sisi kanan kiri
sebuah bangunan gapura agung. Jika analisa saya tidak salah, maka di tempat
berdirinya Arca Totok Kerot sekarang ini dulunya terdapat sebuah pintu gerbang
besar. Bisa gapura menuju kotaraja Panjalu, pintu masuk istana, atau gerbang sebuah
tempat Pendharmaan (candi).
Legenda
Masyarakat Setempat.
Penduduk sekitar Arca Totok Kerot sendiri meyakini
bahwa hingga kini benda purbakala itu masih hidup, tetapi tidak bisa dilihat
secara kasat mata. Dia adalah penjelmaan dari seorang wanita cantik. Putri
salah satu Demang dari Lodoyo (Blitar, Jawa Timur sekarang).
Putri dari Lodoyo itu sedang jatuh hati kepada
Prabu Sri Aji Jayabhaya. Ingin sekali dia dipinang menjadi istri Bathara Ring
Panjalu Kapat. Tetapi keinginannya ditentang oleh sang Demang.
Tak menghiraukan larangan ayahnya, nekadlah Putri
Lodoyo berangkat menuju kotaraja Panjalu. Terjadi keributan antara dia dengan
punggawa kerajaan. Tetapi kedigdayaan
wanita cantik itu bukan tandingan para prajurit Prabu Sri Aji Jayabhaya.
Semua kewalahan menghadapi sepak terjang sang putri.
Dia pun mengatakan bahwa akan berhenti membuat
keonaran asal bisa dipertemukan dengan Prabu Sri Aji Jayabhaya.
Datanglah sang penguasa Panjalu menemui Putri
Lodoyo.
Di hadapan Prabu Sri Aji Jayabhaya, Putri Lodoyo
mengutarakan isi hatinya bahwa dia sangat mencintai sang raja. Ingin sekali dia
dijadikan istri. Tetapi keinginan itu ternyata bertepuk sebelah tangan.
Putri Lodoyo murka!
Dia kembali membuat keonaran.
Terjadi pertarungan adu kedigdayaan antara Prabu
Sri Aji Jayabhaya dengan Putri Lodoyo. Sang penguasa Panjalu tak kalah murka
pula. “Sungguh elok parasmu, putri. Tapi sayang kelakuanmu seperti watak butho----kala/raksasa!” kutuknya.
Seketika Putri Lodoyo berubah wujud menjadi sebuah
Arca Dwarapala.
Sejak itulah dia berdiam diri dengan posisi jongkok
di tempat pertarungan antara dirinya melawan Bathara Ring Panjalu Kapat. Prabu
Sri Aji Jayabhaya.
*****
Kisah putri Lodoyo diatas hanyalah folklore----cerita/mitos dari mulut ke
mulut----masyarakat Kediri. Namun saya sangat menghormatinya sebagai kekayaan akan
kearifan budaya lokal Panjalu.
Saya sendiri masih meyakini bahwa Arca Totok Kerot
adalah sebuah Arca Dwarapala yang dibangun pada era Panjalu, sebagai ornamen
pada sebuah gapura agung.
Nah, jika sahabat sekalian berkunjung ke kota tahu
Kediri, tidak ada salahnya singgah ke Arca Totok Kerot. Dari pusat kota, tepatnya
Simpang Lima Gumul, berjarak sekitar tiga kilometer.
Untuk memasuki area situs tersebut, kita tidak dipungut
biaya alias gratis. Hanya membayar uang untuk perawatan seikhlasnya.
Hayu,
hayu, rahayu wilujeng.
Heru Sang Mahadewa
Member
of #OneDayOnePost
Suka tulisan kang heru 😀😀
BalasHapusHehehe .. makasih mas Ian
HapusMas heru .... tulisanya menambah penhgetahuan sejarah.
BalasHapussuka ....
Terima kasih mbk Nur ...
Hapussemoga bermanfaat.
Jadi bertambah nih ilmu tentang kerajaan Panjalu
BalasHapusMakasih udah singgah Aa
Hapusreportase perjalanan yang dipadukan dengan legenda setempat selalu menarik buat dibaca. Bang Heru berhasil menuliskan dengan manis tanpa harus kehilangan pesan moral dan pelajaran sejarah yang terkandung di dalamnya. Good job, Bang.
BalasHapusTerima kasih Uncle
HapusAku nggak tahu kediri ki ndi..
BalasHapusRuhmu Nganjuk thok Lis.
HapusMas Heru pantes jadi sejarawan, pengetahuan tentang sejarah nusantaranya keren...
BalasHapushehehe ...
Hapussejarawan amatiran mbk Inet,
cuma sekedar cari bahan untuk menulis ini
Keren, klo nulis selalu lengkap
BalasHapussuwun mbakyu ...
Hapusbelajar nulis reportase iki