Selasa, 22 Maret 2016

SENJA DI BANDAR ALIM



Aku ingin melihat jenasah saudaraku untuk terakhir kali!” dengan nada memelas Rara Parameswari Sri Wardhani memohon.

"Ijinkan aku menyeberang."

“Maafkan aku adinda, kali ini aku tidak bisa mengabulkan permohonanmu.” jawab Rakryan Isanawikrama Dharmatunggadewa.

Hari menjelang senja, sang lazuardi melukiskan diri dihamparan tawang (langit) sebelah barat. Sepasang kekasih itu sedang berdiri di tepian pelabuhan.

Sang gadis matanya sembab, menatap kearah seberang bengawan Brantas. Dari dermaga pelabuhan Bandar Alim, dia hanya bisa melihat upacara kremasi pasukan Melayu (Sriwijaya).

“Kakanda harus membunuh kakakmu, agar mereka segera mundur ke Ujung Galuh!”

Gadis itu kembali larut dalam tangis, diapun terduduk lemas sambil memeluk lutut. Tak menghiraukan bujukan lelaki yang masih setia menungguinya.

Lama mereka tak beranjak, hingga senja pun digusur pekatnya petang. Perlahan mendung mulai menggelayut diatas Bandar Alim.

Tetap seperti keadaan semula, Rara Parameswari Sri Wardhani masih belum mau meninggalkan tepian dermaga. Langit semakin gelap, tetesan gerimis mulai membasahi punggung mereka. Sesekali kilat menyombongkan diri dengan cahayanya. Disusul gelegar suara petir menyahut.

“Ayo kita pulang ke Wawutan Mas, sebentar lagi pasukan Melayu juga akan mundur ke Ujung Galuh” Isanawikrama mengulurkan tangan ke sang kekasih.

Tak ada kata-kata keluar dari bibir Rara Parameswari Sri Wardhani. Dia pun akhirnya menyerah, lalu berdiri dan bergelayut pasrah dipelukan belahan jiwanya.


***********

Sebelas abad berlalu,

“Jadi apa yang ingin kamu katakan sekarang?” Vhellyn membuka percakapan sambil memainkan poni lucunya, seolah-olah meledek aku yang dari tadi belum berani berbicara sepatah kata pun.

Kami duduk berhadap-hadapan disebuah meja yang terletak di pojok sebuah Café di pinggiran kota.

“Aku ingin berterus terang kepadamu.” jawabku terbata-bata, kusedot dalam-dalam es Coca Cola, padahal aku tak merasa haus sedikitpun.

“Oh ya, tentang apa Raffa?”

“Apakah kita pernah bertemu sebelumnya? aku seperti pernah mengenalmu.”

“Sepertinya tidak!” jawabnya singkat sambil tersenyum, dia kernyitkan dahi sambil menatapku santai.

Mata kami bertemu, saling bertatap sesaat. Sunggingan dari bibir indahnya membuat detak jantungku terasa berhenti.

Aku tertunduk, lalu berpura pura mengalihkan perhatian dengan kembali menyedot es Coca Cola  tanpa membalas senyumnya. Ah, aku seperti anak sekolah yang ketahuan guru sedang mencontek saat ujian.

“Aku lupa kapan dan dimana, tapi perasaanku mengatakan kita pernah kenal.” lanjutku lirih.

“Ehm, masa sich?”

“Jujur ya, sebenarnya aku juga merasakan ada yang aneh, sepertinya aku tidak asing dengan wajah kamu Raffa.” kali ini nada ucapan Vhellyn terdengar serius.

“Tapi ya sudahlah, itu gak penting Vhellyn .. senang bisa jalan-jalan sama kamu hari ini.” ucapku.

“Trims ya, aku juga senang kok.”

Suasana menjadi cair, obrolan kami jauh lebih mengalir daripada diawal pertemuan tadi. Dari bangunan café yang terbuka ini aku bisa melihat pemandangan senja di langit seberang barat. Meski tampak mendung dan lazuardi bersembunyi di ufuk barat, namun perasaanku sangat bahagia sore ini.

“Sebentar lagi hujan, ayo kita pulang!” ajakku saat gerimis mulai turun.

Kami berjalan berdua keluar café. Sampai di depan gerbang area parkir motor, gerimis turun semakin lebat, tetesanya terasa membasahi punggung kami.

Tiba-tiba kepalaku terasa pusing, pandangan mata perlahan mengabur. Wajah Vhellyn yang ada disebelahku sudah tak bisa kulihat dengan jelas. Terlintas bayang-bayang kejadian di masa lalu yang membuat aku seperti terseret dalam kehidupan lampau.

Entah kekuatan apa yang merasuki diriku saat itu, sehingga aku reflek berani mengulurkan tangan ke arah wanita di sampingku.

“Rara Parameswari Sri Wardhani, apakah ini adinda?” aku berbisik kepadanya.

Vhellyn tersentak, menghentikan langkah lalu menjauh mundur satu langkah dariku. Ia menutup bibir indahnya dengan telapak tangan. Seolah tak percaya dengan ucapanku.

“Kakanda … benarkah kamu adalah kakanda Isanawikrama Dharmatunggadewa?” ia tampak belum percaya dengan kejadian ini.

Sesaat kami berpelukan, melepas kerinduan yang terpendam selama seribu tahun ini.

Seribu tahun pula Isanawikrama Dharmatunggadewa  harus menunggu untuk reinkarnasi, demi menemukan kembali Rara Parameswari Sri Wardhani yang lebih dulu menitis ke gadis bernama Vhellyn.


#ODOP
#PostingHariKeTujuhBelas
--------------------------------------

Catatan :
Rakryan Isanawikrama Dharmatunggadewa (Panglima Perang Anjuk Ladang) akhirnya berhasil menjadi raja di negeri kecil Wawutan Mas yang kelak menjadi cikal bakal Kerajaan Medang dan  memperistri Rara Parameswari Sri Wardhani.

Pelabuhan Bandar Alim kini telah hilang seiring letusan gunung Kelud yang merubah jalur aliran sungai Brantas (dulu dinamakan bengawan Brantas). Bandar Alim sekarang menjadi desa Demangan, Kec. Tanjung Anom.

Ujung Galuh kini bernama dermaga Megaluh, di tepian sungai Brantas Megaluh Jombang. Sementara persinggahan pasukan Sriwijaya dari divisi Jambi yang dipukul mundur oleh Rakryan Isanawikrama Dharmatunggadewa di tepian brantas dinamakan desa Jambi di Kec. Baron.

Kata-kata yang disebut dalam awal kisah diatas kini dikenal dengan nama desa Senjayan (senja) dan desa Ketawang (tawang) di Kec. Gondang.

Semua tempat-tempat diatas masuk wilayah Kabupaten Nganjuk (Anjuk Ladang).

Literatur : 

Prasasti Bandar Alim.

15 komentar:

  1. ak wong Nganjuk..tp ngerti crotane iki yo sijo awakmu..apiiik tenan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha ... wong Nganjuk ra ruh cikal bakale Anjuk Ladang

      Hapus
  2. Belajar sejarah dari cerita... Mantap

    Mksih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih mas Rahim udh mampir.
      Saya jg lg belajar ini

      Hapus
  3. maaaaaaaaassssss ini keren padahal.. coba dipanjangin lagi ceritanya..biar seruuu^^

    BalasHapus
  4. Applause for you mas. Guaul tuenann... hh.. like pokmen.

    BalasHapus
  5. Wah, mas Heru bisa merubah sejarah menjadi bacaan yang menarik. Apalagi tentang reinkarnasinya... wih keren....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Trima kasih, msh amatiran ini
      Hrs bnyk bljr lg

      Hapus
  6. Waw keren nih mas ceritanya tapi sayang gak terlalu panjang mas karena terlalu singkat bacanya, saya tunggu lagi mas yang terbarunya.

    BalasHapus
  7. Wahhh mas heruu,rumah saya bandaralim tapi saya baruu tahuu yha ternyata dusun saya punya cerita yang bagus spt ini,thanks for your information

    Nice sincerely for me. . .

    BalasHapus
  8. Balasan
    1. Silakan baca Babad Anjuk Ladang - Drs. Harmadi.

      Bedakan juga apakah tulisan ini fiksi artikel artikel. Cerpenisasi dari Babad Anjuk Ladang.

      Jika sampean orang Bandar Alim, pasti mengetahui artefak yang ditulis oleh Kaki Manta yang ditemukan di desa sampean.

      Salam.

      Hapus

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *