ilustrasi gambar: Yayasan Wacana |
PUPUH XV
DURMA 13
Porak-poranda (pasukan Surabaya) lalu menemui
gustinya. Kangjeng Ratu Pandhansari menunjuk-nunjuk kepada para prajuritnya
sembari berkata, wahai anak-anak Surabaya, kalian mau kemana? Jawab para
prajuritnya, menyingkir untuk beristirahat sementara.
DURMA 14
Setelah beristirahat sejenak, lalu segera
bertindak lagi, menuju medan perang. Endrasena dan seluruh pasukannya bersorak
gembira. Sungguh mengerikan amukannya. Kangjeng Ratu Pandhansari yang
melihatnya menjadi kasihan.
DURMA 15
Berkata kepada suaminya, Kangjeng Pangeran Pekik,
duh kangmas Adipati, senapati China itu telah mabuk perang. Cukup dijatuhi
peluru, ia akan pulang ke hadapan Allah SWT. Kangjeng Ratu Pandhansari
buru-buru memegang (senjata).
DURMA 16
Pistolnya ia bidikkan dan peluru terlepas,
mengarah ke Endrasena, terluka tangan kanannya. Terkejut hingga terlepas
pedangnya. Mengamuk lagi dengan keris di tangan kiri. Lalu kembali tertembak pistol.
Terlukalah kedua tangannya.
DURMA 17
Masih juga memaksa mengamuk dengan menendang-nendang,
menggigit telinga musuh. Ratu Pandhansari lalu kembali membidikkan pistol. Tepat
mengenai kaki Endrasena, seketika roboh. Prajurit Surabaya.
DURMA 18
(Prajurit Surabaya) semua mendengar letusan pistol
sebanyak tiga kali, seketika berhamburan (keluar dari persembunyian) ke medan
perang dari segala penjuru kiri dan kanan. Terkejut pasukan yang terkena
terjangan (serangan tiba-tiba), orang-orang Giri tidak ada yang menyangka, jika
jumlah pasukan musuhnya bertambah banyak, pasukan Surabaya.
DURMA 19
Diperkirakan hanya tinggal sedikit saja yang
terlihat, dalam hati manusia besar yang sombong, justru menjadikannya ceroboh. (Strategi)
tipuan dari orang Mataram. Senopati China terus menahan, kebanjiran musuh, tertusuk
lambungnya dari kanan dan kiri.
DURMA 20
Endrasena jatuh tersungkur di hadapan pasukannya.
Begitu para prajurit Giri melihat yang dialami senopati China, seketika runtuh
nyalinya. Sementara tak kalah garang aksi perang, prajurit Surabaya, semua siap
mati.
DURMA 21
Merangsek musuh yang telah porak-poranda, bagai
membabat tanaman ilalang. Sang Endrasena dihujani tombak, hancur lebur hingga
menyatu dengan tanah. Pasukannya tumpas. Sebagian yang tertinggal.
DURMA 22
Pontang-panting lari sambil membuang pedang. Semua
lari menyelamatkan diri. Ada yang terjun ke jurang, bersembunyi di dalam gua. Ada
yang menceburkan diri ke laut. Ketika naik ke daratan, mereka kian ketakutan.
DURMA 23
Pasukan Giri satu pun tiak ada yang terlihat.
Bersih bagai disapu. Pasukan Surabaya bersorak bersahut-sahutan, pertanda telah
menang perang. Kedhaton Giri dikepung oleh barisan pasukan yang berlapis.
DURMA 24
Dikisahkan ketika sedang ramai pecah perang, para
putra Sunan Giri, yang berasal dari istri selir, ketiganya perempuan, tunggal
seayah seibu, sangat bersedih dalam hati. (Mereka) bagai emas yang muncul di
permukaan air (cantik jelita paras mereka).
..................
BERSAMBUNG
-o0o-
Bagian selanjutnya, baca [ DI SINI ]
Judul asli:
Suluk Tambangraras
Pengarang:
KGPAA Amengkunegara III (Sunan Pakubuwana
V)
Raden Ngabehi Yasadipura II (Ranggawarsita
I)
Raden Ngabehi Sastradipura (Ahmad Ilham)
Raden Ngabehi Ranggasutrasna
Dituturkan ulang oleh:
Heru Sang Mahadewa
(Member Of One Day One Post)
0 komentar:
Posting Komentar