Jumat, 09 September 2016

MENILIK JEJAK GERILYA PANGLIMA BESAR JENDRAL SUDIRMAN

Monumen Jendral Soedirman di desa Bajulan - Dok. Pribadi

Robek-robeklah badanku
Potong-potonglah jasadku
Jiwaku yang dilindungi benteng Merah Putih
Akan tetap hidup
Akan tetap menuntut bela
Siapapun lawan yang akan kuhadapi

Jangan bimbang
Menghadapi macam-macam penderitaan
Karena
Makin dekat cita-cita kita tercapai
Makin berat penderitaan yang kita alami

(Jendral Soedirman)

Jika kita membaca sebuah sajak dari almarhum Panglima Besar Jendral Soedirman tersebut, pasti jiwa nasionalisme kita akan tergugah.

Seorang panglima besar, demi membela negara rela menempuh perang gerilya dengan rute panjang. Dalam keadaan sakit, sangat minim logistik pula

*****

Ketika liburan kemarin, saya tertarik untuk mengunjungi sebuah obyek wisata yang tidak lepas dari sejarah gerilya Panglima Besar Soedirman.

Selain menjadi sarana untuk menambah pengetahuan tentang history education, tempat bernuansa sejarah juga dapat dijadikan alternativ untuk refreshing. Mengingat obyek wisata seperti pantai, air terjun, dan lainnya sudah beberapa kali pernah saya kunjungi.

Tempat yang saya tuju kali ini berada di kampung halaman sendiri. Tepatnya sebuah desa di puncak gunung Wilis. Sisi sebelah timur. Desa Bajulan, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.

Di tempat yang berada jauh dari pusat kota ini, terdapat sebuah obyek wisata sejarah yang minim publikasi, sehingga tak banyak orang yang mengetahui keberadaan lokasinya.

Monumen Perjuangan Panglima Besar Jendral Soedirman, nama tempat wisata bersejarah ini.

Perjalanan dari rumah saya di Nganjuk menuju puncak gunung Wilis saya tempuh menggunakan sepeda motor. Mengambil rute dari pusat kota melalui jalur Nganjuk – Kediri.

Sampai di perempatan Ngepeh, saya terus memacu sepeda motor ke arah selatan, menuju kawasan gunung Wilis.

Jika menggunakan angkutan umum, dari terminal Anjuk Ladang kita bisa naik bis antar kota jurusan Nganjuk - Kediri – Blitar, turun di perempatan Ngepeh (SMPN 1 Loceret). Sampai di sana, kita akan disambut beberapa tukang ojek yang siap mengantar ke desa Bajulan.

Sekitar 10 menit perjalanan dari perempatan SMPN 1 Loceret, kita akan disuguhi pemandangan yang menakjubkan. Hamparan hutan khas tropis akan memanjakan mata kita.

Di sebelah selatan, terpampang gunung Wilis yang tinggi menjulang, begitu perkasa mengangkasa.

Setelah menempuh perjalanan dengan kondisi jalan aspal yang sangat representativ (jenis aspal kelas 1, untuk infrastruktur ini saya angkat topi kepada Pemda Nganjuk), kita akan menembus kawasan hutan cemara.

Begitu indahnya DIA telah menciptakan alam semesta ini. Sekali lagi kita akan dibuat takjub melihatnya.

Sekitar 3 km sebelum puncak Sekartaji (salah satu diantara 5 puncak gunung Wilis), kita akan sampai di pertigaan desa Bajulan.

Di sinilah terdapat sebuah bangunan yang di dirikan untuk menandai bahwa di wilayah itu dulu pernah dijadikan persinggahan Panglima Besar Jendral Soedirman saat memimpin langsung perang gerilya melawan Belanda.



Tempatnya sejuk sekali. Udara bersih gunung Wilis menambah kita akan kerasan singgah di Monumen Jendral Soedirman.

Selanjutnya, perjalanan kita teruskan menanjak lagi. Kurang lebih 3 km dari monumen tadi, kita akan sampai di sebuah tempat yang digunakan Pak Dirman bertempat tinggal.

Masyarakat menyebutnya Padepokan Pak Dirman.


Padepokan PB Soedirman - Dok. Pribadi

Patung PB Soedirman berdiskusi dengan pengikutnya - Dok. Pribadi

Terdiri dari sebuah bangunan utama berbentuk Joglo (bangunan khas rumah orang Jawa). Di halaman padepokan, terdapat patung Jendral Soedirman sedang melakukan diskusi mengatur strategi gerilya bersama para pengikut setianya.

Hanya ada satu ruangan pada bangunan padepokan.

Ruang utama (lebih tepatnya satu-satunya ruangan) yang berukuran sekitar 5 x 5 meter dihiasi dengan lukisan foto Pak Dirman. Sebuah bendera pusaka Merah Putih bersanding dengan replika bentuk asli tempat tinggal sang panglima dahulu.


Ruang Utama Padepokan PB Soedirman & Replika Rumah Beliau - Dok. Pribadi

Berjalan ke belakang padepokan sekitar 50 meter, kita akan melihat sebuah tempat yang digunakan oleh Jendral Soedirman menjalankan ibadah Shalat. Lengkap dengan tempat berwudhu.

Airnya berasal langsung dari sumber air di puncak gunung Wilis. Sangat jernih dan dingin. Saya menyempatkan meminum air tersebut. Luar biasa segarnya.


Tempat Wudhu Pak Dirman - Dok. Pribadi

Tempat Pak Dirman Menjalankan Ibadah Shalat - Dok. Pribadi

Tepat bersebelahan dengan batu yang biasa digunakan Pak Dirman menunaikan kewajiban 5 waktu, terdapat beberapa batu yang ditata rapi, menyerupai meja dan kursi ruang tamu.

Dahulu, di tempat itulah Panglima Besar Jendral Soedirman melakukan musyawarah dengan para pengawal dan pengikutnya. Menyusun strategi perang gerilya untuk mengacaukan konsentrasi penjajah Belanda.


Tempat Musyawarah Pak Dirman dan Pengikutnya - Dok. Pribadi

Pak Dirman sendiri memulai taktik perang gerilya dari Yogyakarta pada 19 Desember 1948. Rute yang ditempuh adalah sebagai berikut :

Yogyakarta, Bantul, dusun Bakulan (Kecamatan Jetis, Bantul), Kretek (Kecamatan Kretek, Bantul), dusun Grogol (Desa Parangtritis Kecamatan Kretek, Bantul), Parangtritis (Kecamatan Kretek, Bantul), Panggang (Kecamatan Panggang, Gunungkidul), Paliyan (Kecamatan Paliyan, Gunungkidul), Playen (Kecamatan Playen, Gunungkidul), Wonosari, Semanu, Bedoyo (Ponjong, Gunungkidul), Pracimantoro (Pracimantoro, Wonogiri), Eromoko, Wuryantoro, Wonogiri, Jatisrono (Wonogiri), Purwantoro (Wonogiri), Sumoroto (Kauman, Ponorogo), Ponorogo, Jetis (Jetis, Ponorogo), Sambit (Sambit, Ponorogo), Sawoo (Sawoo, Ponorogo), Nglongsor (Tugu, Trenggalek), Trenggalek, Kalangbret, Tulungagung, Kediri, Karangnongko, Goliman (desa Parang Banyakan kab. Kediri), Bajulan (Loceret, Nganjuk), Salamjudeg, Makuto, Sawahan, Ngliman (Nganjuk), Gedangklutuk, Wates, Serang, desa Jambu (Ponorogo), desa Wayang (Pulung Ponorogo), dusun Banyutowo (Pulung, Ponorogo), desa Sedayu (Ponorogo), dusun Warungbung (Sooko, Ponorogo), dusun Gunungtukul (desa Suru Sooko, Ponorogo), desa Ngindeng (kecamatan Sawoo, Ponorogo), desa Tumpakpelem (Kecamatan Sawoo, Ponorogo), Nglongsor (Kecamatan Tugu, Trenggalek), Trenggalek (Trenggalek), Karangan (Kecamatan, Karangan, Trenggalek), Suruhwetan (Suruh Trenggalek), Dongko (Trenggalek), Panggul (Kecamatan Panggul, Trenggalek), desa Bodag (Panggul, Trenggalek), desa Nogosari (Ngadirojo, Pacitan), Gebyur, Pringapus (Tulakan Pacitan), desa Wonosidi (Tulakan, Pacitan), desa Ketro (Tulakan Pacitan) dusun Wonokerto (Kecamatan Nawangan, Pacitan), Tegalombo (Tegalombo, Pacitan), Mujing (Nawangan, Pacitan), Nawangan (Nawangan, Pacitan), Ngambarsari (Kecamatan Karangtengah, Wonogiri), dusun Sobo (desa Pakisbaru, Kecamatan Nawangan, Pacitan). Kembali ke Yogyakarta : dusun Sobo (desa Pakisbaru, Kecamatan Nawangan, Pacitan), Tirtomoyo (Kecamatan Tirtomoyo, Wonogiri), Baturetno (Kecamatan Baturetno, Wonogiri), dusun Pulo (desa Kasihan kecamatan Ngadirojo Wonogiri), Karangbendo (Wonogiri), Ponjong (Kecamatan Ponjong, Gunungkidul), desa Karangmojo (Kecamatan Karangmojo, Gunungkidul), desa Gari (Kecamatan Wonosari Gunungkidul), Piyungan (kecamatan Piyungan, Bantul), Prambanan (Kecamatan Prambanan, Sleman).”

( Rute Gerilya PB Soedirman-  Firdaus Ubaidilah )

Setelah hampir setahun bergerilya, Pak Dirman akhirnya tiba kembali di Yogyakarta pada 10 Juli 1949.

Yang membuat saya salut dengan Pak Dirman adalah beliau dalam kondisi fisik yang sedang menderita sakit keras saat memimpin gerilya itu. Perjalanan yang ditempuh pun tak kurang dari 1009 km.
Sayang, padepokan Pak Dirman di desa Bajulan kini terkesan kurang terawat.

Selain lantai yang berdebu, banyak lumut yang tumbuh pada bebatuan dan papan petunjuk di obyek wisata. Menggambarkan betapa minimnya kepedulian masyarakat untuk melestarikan lokasi bersejarah itu.

Semoga minat anak-anak muda sekarang untuk mengunjungi Monumen dan Padepokan Pak Dirman di desa Bajulan tumbuh lagi.


(Heru Sang Mahadewa)



7 komentar:

  1. Njenengan tuh klo nulis lengkap Kali, pakai riset yo kang

    BalasHapus
  2. Njenengan tuh klo nulis lengkap Kali, pakai riset yo kang

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ah, biasa aja kok Mbakyu Wiwid.
      Bukan riset sih, tapi mencoba datang ke tempat itu lalu menggali informasi sebanyak-banyaknya dari berbagai sumber referensi.

      Hapus
  3. Balasan
    1. terima kasih Pak Parto, tulisan bapak juga mantab banget.

      Hapus
  4. keren mas Heru :D jadi pengen kesana.

    BalasHapus

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *