Minggu, 25 September 2016

BEREBUT WAHYU MAKUTHARAMA DKI 1


Tersiar berita bahwa Dewa akan menurunkan Wahyu Makhutarama. Barang siapa yang bisa mendapatkan wahyu tersebut, maka akan menjadi pemimpin paling disegani di Arcapada.

Duryudana, Raja Astina yang serakah dan berwatak penuh angkara, memerintahkan Patih Sengkuni dan Kurawa untuk memburu Wahyu Makhutarama.

Adipata Awangga, Karna Basusena pun tergiur untuk mendapatkan wahyu yang merupakan warisan dari Prabu Ramawijaya.

Sementara Pandawa, tak mau ketinggalan pula. Puntadewa memerintahkan Arjuna agar sang adik ikut mencari anugerah Dewata itu.

Ketiga kesatria berburu dengan waktu untuk menuju gunung Kutharunggu. Tempat Wahyu Makutharama akan diturunkan. Sama-sama ingin lebih dahulu bisa menemui Begawan Kesawasidi, Seorang pertapa sakti yang sedang bersemedi disana. Menurut Dewa, Begawan Kesawasidi lah yang membawa wahyu.

Adipati Karna adalah kesatria yang paling cepat sampai di Kutharunggu. Ia segera menemui Begawan Kesawasidi dan meminta wahyu. Tetapi ditolak, dengan alasan Sang Begawan tidak memiliki wahyu itu.

Karna Basusena marah. Ia melepaskan pusaka Kunta Wijayandanu ke arah Begawan Kesawasidi. Tetapi berhasil ditangkap oleh Hanoman. Kera putih yang menjaga semedi sang pertapa.

Hanoman lalu menghajar adipati Karna hingga lari dari gunung Kutharunggu.

Begawan Kesawasidi menyalahkan sikap Hanoman. Ia pun menghukum kera putih itu untuk pulang ke Kendalisada dan bertapa brata disana, seperti dirinya.

Datang Wibisana, adik mendiang raja Alengka, Rahwana yang menceritakan bahwa ia ingin mendapatkan Wahyu Makutharama untuk menyempurnakan sukma kedua kakaknya, Kumbakarna dan Dasamuka yang masih bergentayangan.

Begawan Kesawasidi menuturkan kepada Wibisana bahwa Wahyu Makutharama sebenarnya diturunkan bukan untuk Wibisana. Tetapi untuk seorang kesatria yang telah dipilih Dewa.

Kesatria yang akan menjadi pemimpin di jaman baru. Jaman setelah Ramayana berakhir (akhir perjalanan Rama, Rahwana, Kumbakarna, Wibisana).

Jaman Bharata.

Setelah Wibisana pergi, datang Arjuna menemui Begawan Kesawasidi. Kesatria Pandawa mengutarakan keinginannya untuk mencari Wahyu Makutharama.

Begawan Kesawasidi pun mengatakan bahwa Arjunalah memang yang telah dipilih oleh para Dewa untuk menerima wahyu yang sedang ramai diperebutkan banyak kesatria.

Namun, Sang Begawan mengatakan bahwa Wahyu Makutharama itu sebenarnya tidak ada wujudnya. Tidak berupa jimat, pusaka, ataupun benda. Tetapi sebuah wejangan luhur dari Dewa yang diambil dari sifat baik Prabu Ramawijaya selama menjadi pemimpin.

Ada delapan prinsip pemimpin yang diwejangkan Begawan Kesawasidi. Yang merupakan simbol dari delapan unsur kehidupan. Bumi, Air, Angin, Bulan, Matahari, Samudera, Gunung dan Api.

Hasta Brata, yang berarti delapan prinsip pemimpin.

*****

Jika mencermati lakon Wahyu Makhutarama tersebut, saya jadi teringat dengan fenomena yang terjadi di ibu kota sekarang.

Dalam beberapa hari ini, semua media santer mengupas pendeklarasian tiga calon Gubernur dan Wakli Gubernur untuk bertarung mendapatkan kursi DKI 1 pada Pilkada 2017.

Gubernur Petahana, Basuki Tjahaya Purnama atau biasa dikenal sebagai Ahok, bersama wakilnya Jarot kembali dicalonkan oleh PDI Perjuangan. Poros ini juga didukung Golkar dan Nasdem.

Poros kedua, dipelopori oleh Partai Gerindra resmi mengusung mantan Mendiknas Anis Baswedan dan Sandiago Uno sebagai Cagub – Cawagub.

Menarik.

Jauh hari sebelumnya, melalui berbagai media Pak Sandiago sudah melakukan start duluan untuk menaikkan personal branding sebagai salah satu kandidat yang akan meramaikan perebutan kursi DKI 1. Bukan sekedar Cawagub seperti sekarang.

Poros ketiga, dimotori oleh partai berlambang bintang mercy. Partai Demokrat menetapkan putra mahkota Presiden RI ke-6, SBY sebagai Cagub saat last minutes. Agus Harimurti Yudhoyono.

Mengejutkan.

Nama terakhir ini selain tidak pernah diprediksi oleh masyarakat, juga terkesan dipaksakan karena Demokrat sudah kehabisan kader yang punya elektabilitas tinggi. Terkesan nekad.

Sebuah perjudian tinggi. Jika tidak mau disebut partai ini sedang panik.

Mas Agus Yudhoyono harus membunuh karier militernya sebagai perwira muda berprestasi dan syarat penghargaan.

Namun semua telah terjadi. Ketiga poros telah mengetuk palu. Ketiga nama calon diatas juga telah resmi di daftarkan ke KPUD DKI Jakarta. Tinggal kini bagaimana masing-masing kandidat itu bisa menjual visi dan misinya untuk mendapatkan suara warga ibu kota.

Mensosialisasikan program-program mereka untuk merebut Wahyu Makutharama DKI 1.

Sebuah wahyu terusan dari Ramawijaya yang saya gambarkan sebagai Pak Jokowi, karena baik Pak Ahok yang menjadi gubernur sekarang maupun calon lain yang terpilih nantinya, sebenarnya adalah pemimpin DKI pengganti Pak Jokowi yang dipilih secara langsung oleh rakyat Jakarta (penerima mandat Dewa).

Kalau dalam lakon wayang Wahyu Makutharama ada tiga sosok pendahulu yang mewarnai perebutan wahyu, yaitu sukma Rahwana, Kumbakarna dan Wibisana, maka dalam Pilkada DKI kali ini juga ada tiga tokoh besar di belakang layar.

Ibu Megawati, Pak Prabowo dan Pak SBY. Beliau-beliau inilah motor di belakang tiga poros.

Ketiga calon yang akan berebut Wahyu Makutharama DKI 1 pun sama-sama berjiwa kesatria seperti Arjuna, Karna dan Wibisana.

Pak Ahok tegas dan berani. Pak Anis cakap dan santun. Mas Agus perwira muda yang syarat prestasi. Semua punya alasan yang kuat kenapa harus dipilih warga Jakarta.

Namun, lima bulan kedepan hanya akan ada satu kesatria yang dipilih Dewa (warga DKI) untuk mendapatkan wahyu.

Siapapun nantinya yang terpilih, sudah tentu wajib memegang Hasta Brata yang menjadi inti dari Wahyu Makutharama.

Delapan prinsip positiv dari kepemimpinan Ramawijaya : Memakmurkan, Mengamankan, Adil, Membahagiakan, Berwawasan Luas, Kokoh, dan Tegas.

Selamat berkompetisi dengan jujur dan sehat wahai tiga kesatria. Semoga lima bulan kedepan tidak ada kampanye yang mengusung isu Agama, Suku dan Ras.

Surabaya, 25 September 2016

(Heru Sang Mahadewa)
Member Of OneDayOnePost

5 komentar:

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *