Rahwana Gandrung - image google |
Seluruh saudara-saudara Rahwana berkumpul di pendopo
istana Alengka. Mereka mengingatkan sang kakak sulung bahwa tindakannya
menculik Sinta salah. Bagaimanapun juga, Sinta sudah memiliki suami. Rahwana sama
saja dengan merusak Pager Ayu (kehormatan
rumah tangga orang).
“Kakang Dosomuko, sebaiknya kakang mengembalikan lagi
Dewi Sinta kepada Rama.” tutur Wibisana,
adik Rahwana.
“Kita tidak ingin kakang Dosomuko dibutakan oleh cinta
yang ngawur ini!” Kumbokarno
(Kumbakarna) ikut menyalahkan ulah kakaknya.
“Kasihan Sinta, sejak kau bawa ke Alengka, ia tidak
mau makan dan minum kakang.” Trijatha,
adik perempuan Rahwana yang ditugaskan menjaga dan merawat Sinta menceritakan
kondisi istri Rama.
“Ia terus menangis setiap hari, aku tidak sampai hati
melihatanya. Sudahlah kakang, pulangkan saja Sinta.”
“Dengar adik-adikku! Sinta telah diturunkan ke bumi
oleh para dewa untukku, dia adalah titisan Dewi Widowati!” bantah Rahwana.
“Tak akan pernah kukembalikan dia ke Ayodya! Sinta
akan menjadi pendampingku, permaisuri Alengka!”
“Ya sudahlah, kalau kakang tidak mau di ingatkan lagi,
aku tidak mau lagi mencampuri urusan ini, aku mau tidur saja!” Kumbokarno
kecewa dengan sikap ngotot Rahwana.
Dikisahkan bahwa setelah itu, Kumbokarno tidur selama
bertahun-tahun dan tak ada yang bisa membangunkan.
*****
Di Asoka, sebuah taman yang indah penuh bermacam-macam
bunga, Sinta dijaga Trijatha beserta para dayang yang senantiasa setia
melayani.
Segala keperluannya disediakan, semua fasilitas mewah
diberikan oleh Rahwana di taman itu. Ia tak ingin Sinta terus-terusan larut
dalam kesedihan. Rahwana berharap semua pemberian itu membuat Sinta bahagia di
Argasoka.
“Paduka Raja, kumohon kembalikan aku kepada suamiku
Rama.” Sinta meratap saat rahwana mengunjunginya.
“Aku mencintaimu Sinta, perasaan ini telah terbangun
megah di sukmaku kini!”
“Tapi aku tidak bisa mencintaimu paduka, aku milik
Rama!”
“Rahwana akan merebutmu dari Sri Rama!”
“Maaf beribu-ribu maaf, aku tidak bisa menerima
cintamu paduka.”
Rahwana tidak patah semangat, setiap saat dijenguknya
Sinta di taman Asoka. Tetapi wanita yang dianggapnya titisan Dewi Widowati itu
tetap tak bergeming sedikitpun dengan rayuan Rahwana.
*****
Kumbokarno
Gugur
Tiga tahun
berlalu,
Suatu hari menyelinaplah seekor kera putih, Resi
Hanoman di taman Argasoka. Hanoman adalah senopati perang Prabu Rama (di daratan Barata sana Rama sudah dinobatkan
sebagai raja Ayodya) yang berasal dari bangsa kera.
“Dewi Sinta, hamba utusan Prabu Rama.” sembah Hanoman
ketika menemui Sinta.
“Hamba diutus untuk memastikan keadaan paduka
baik-baik saja, tak lama lagi Prabu Rama dan bala tentara kera akan datang kemari
untuk membebaskan paduka.”
Bahagia sekali Sinta mendengar cerita dari Hanoman
bahwa akhirnya suaminya akan datang menyelamatka dirinya. Tetapi pembicaraan
mereka diketahui oleh prajurit Alengka, Hanoman pun ditangkap dan dibawa
kehadapan Rahwana.
“Hai monyet jelek, berani-beraninya kau menyusup ke
Argasoka! Apa kau sudah bosan hidup?” Rahwana murka kepada kera putih
dihadapannya.
“Dengar Rahwana, kematianmu sudah dekat! Menyerah dan
bertobatlah sebelum pintu ampunan tertutup untukmu!” jawab Hanoman.
“Lancang mulutmu hai monyet!”
“Bakar hidup-hidup monyet ini!” perintah Rahwana.
Alengka kembali geger!
Ketika Hanoman dibakar, tubuhnya tidak mempan api. Ia
mengamuk dan menggunakan api yang membara di ekornya untuk membakar seluruh
istana Rahwana. Alengka pun menjadi lautan api.
Saat itulah datang Sri Rama, Laksmana beserta ribuan pasukan
kera. Terjadi pertempuran antara pasukan Rama dengan para prajurit Alengka.
Korban saling berjatuhan, terutama di pihak Alengka.
Suara hiruk pikuk peperangan akhirnya membangunkan
Kumbokarno yang tengah tidur pulas selama tiga tahun. Ia marah karena istananya
diacak-acak pasukan yang tak dikenalnya. Jiwa kesatrianya tergugah melihat
banyak prajurit Alengka yang tewas dihadapannya.
Ia segera menerobos barisan pasukan Rama, dan berdiri
di barisan terdepan pasukan Alengka. Kumbokarno mengamuk, di injak-injaknya
ribuan kera yang menjadi bala tentara Rama.
“Wahai kesatria Ayodya, hadapi aku! Kumbokarno
tandinganmu!” tantangnya.
“Mundurlah kau wahai sang pemberani! Ini perangku
dengan Rahwana!” jawab Rama.
“Jangan kau bela raja yang durjana itu!”
“Dengar kesatria Ayodya, aku tidak pernah membela angkara
murka! Aku tidak sedang membela kakakku Dosomuko!”
“Aku berdiri di medan perang ini demi membela Alengka,
tumpah darahku!”
“Negeriku memanggilku untuk turun ke medan perang ini,
demi harga diri bangsaku!” ucap Kumbokarno.
Terjadi pertarungan antara Kumbokarno dengan Laksmana.
Kedua kesatria saling mengeluarkan kesaktian, namun tak ada yang bisa
dikalahkan.
Hingga akhirnya Rama tidak sabar melihat adiknya
Laksmana terus bertarung habis-habisan dengan Kumbokarno. Ia mengeluarkan
senjata Brahmastra miliknya. Dilepaskan anak panah pemberian Dewa Wisnu itu dan
tepat menghunjam di jantung Kumbokarno.
Kesatria Alengka itu roboh, menggelepar dan gugur
sebagai patriot Alengka.
Kumbokarno - image google |
Rahwana
Gugur
Kematian Kumbokarno membuat Rahwana murka. Kumbokarno
adalah adik bungsu kesayangan Rahwana. Dipeluknya tubuh sang adik yang membujur
kaku dengan anak panah Brahmastra menancap di jantung.
“Adikku Kumbokarno, jangan pergi… jangan tinggalkan
aku!” Rahwana menangisi Kumbokarno.
Dosomuko mengamuk - image google |
“Sang Durjana, kematianmu sudah tiba! Kau telah lancang
membawa istriku! Kini terimalah hukumanmu!” tantang Rama.
“Lihat saja siapa yang akan meregang nyawa di medan
laga ini Rama!” balas Rahwana
“Kita buktikan, senjata siapa yang lebih ampuh!
Brahmastra milik Dewa Wisnu atau Trisula dari Dewa Syiwa!”
Pertarungan dua raja digdaya terjadi! Baik Rama maupun
Rahwana sama-sama saling mengeluarkan ilmu kesaktian. Sama-sama menggunakan pusaka pemberian dewa. Rama menggunakan Brahmastra dari Dewa Wisnu, sedangkan Rahwana memakai Trisula dari Dewa Syiwa.
Hingga akhirnya Rama bisa menghunjamkan Brahmastra ke
jantung Rahwana. Namun senjata itu tak membuat raja Alengka bergeser sedikitpun,
tubuhnya masih tegap menantang, seperti
gunung Jamurdipa yang berdiri kokoh di Alengka.
Berkali-kali Rama bisa melesatkan senjata Brahmastra
ke jantung Rahwana, tetapi berkali-kali pula Rahwana tetap hidup.
“Hahaha… kau tak akan bisa membunuhku Rama!” ucap
Rahwana.
Melihat kejadian itu, Resi Hanoman menghampiri Rama
dan membisikkan sesuatu.
“Paduka Rama, putuskan lehernya dengan Brahmastramu!”
bisik Hanoman.
Secepat kilat Sri Rama segera membidikkan anak panah
Brahmastra tepat mengenai leher Rahwana hingga kepalanya terpenggal. Namun
seketika itu kepala Rahwana tumbuh lagi. Rama terus membidikkan Brahmastra
hingga sembilan kali.
“Paduka Sri Rama, satu lagi!” teriak Hanoman.
Maka anak panah kesepuluh pun menyambar leher Rahwana
hingga putus. Melesat pula Hanoman ke gunung Jamurdipa dan mencabut dari
akarnya.
Dihempaskan gunung itu ke tubuh Rahwana yang belum
sempat menyatu lagi dengan kepalanya. Rahwana pun tewas tertimbun gunung
Jamurdipa.
“Sinta, cintaku kepadamu tak pernah bisa dikubur
dengan gunung ini! Kematian tak akan menyurutkan rasa ini dari sukmaku!”
“Kutunggu kau dikehidupan yang akan datang Sinta!”
jerit Rahwana di penghujung ajalnya.
~ BERSAMBUNG ~
#OneDayOnePost
#PostingHariKetigaPuluhTiga
#TantanganMenggunakanAnalogiDalamTulisan
#TantanganMenggunakanAnalogiDalamTulisan
Pesan Moral
:
Jiwa kesatria Kumbokarno patut menjadi teladan bagi kita. Patrioti sejati tak pernah memandang siapa pemimpin negerinya. Jika kehormatan
dan harga diri ibu pertiwi terkoyak, tak ada alasan bagi kita untuk mengelak membelanya.
Rahwana oh rahwana
BalasHapusDasamuka, sang pemilik sepuluh nyawa.
HapusDasamuka, sang pemilik sepuluh nyawa.
HapusWoowww, kereeeen
BalasHapusHeheee ... sik biasa2 iki Lis
HapusHeheee ... sik biasa2 iki Lis
HapusWah keren, kisah Rama-Shinta....
BalasHapusbener-bener sejarawan berbakat nih mas Heru ini....
Terima kasih Khikmah ..
HapusSaya masih hrs bnyk2 belajar
Keren.sdh bisa masuk aku ke ceritanya kang
BalasHapusSelalu ada pesan moral... keren...
BalasHapusTerima kasih mbk Ainayya
HapusKeren cak.. 😎😎😎 dadekno buku ae cak..😆
BalasHapusHeheee .. sik gurung wani ning,
HapusMene nek wis lulus tok ODOP ae
saya seperti menyaksikan langsung pagelaran lakon itu... luar biasa hebatnya....
BalasHapussiip mas Heru..
Terima kasih pak Parto
HapusTerima kasih pak Parto
Hapus