Rabu, 13 April 2016

MAHACINTA SANG DURJANA (Part 2)



Rahwana Gandrung - image google

Seluruh saudara-saudara Rahwana berkumpul di pendopo istana Alengka. Mereka mengingatkan sang kakak sulung bahwa tindakannya menculik Sinta salah. Bagaimanapun juga, Sinta sudah memiliki suami. Rahwana sama saja dengan merusak Pager Ayu (kehormatan rumah tangga orang).

“Kakang Dosomuko, sebaiknya kakang mengembalikan lagi Dewi Sinta kepada Rama.” tutur Wibisana, adik Rahwana.

“Kita tidak ingin kakang Dosomuko dibutakan oleh cinta yang ngawur ini!” Kumbokarno (Kumbakarna) ikut menyalahkan ulah kakaknya.

“Kasihan Sinta, sejak kau bawa ke Alengka, ia tidak mau makan dan minum kakang.” Trijatha, adik perempuan Rahwana yang ditugaskan menjaga dan merawat Sinta menceritakan kondisi istri Rama.

“Ia terus menangis setiap hari, aku tidak sampai hati melihatanya. Sudahlah kakang, pulangkan saja Sinta.”

“Dengar adik-adikku! Sinta telah diturunkan ke bumi oleh para dewa untukku, dia adalah titisan Dewi Widowati!” bantah Rahwana.

“Tak akan pernah kukembalikan dia ke Ayodya! Sinta akan menjadi pendampingku, permaisuri Alengka!”

“Ya sudahlah, kalau kakang tidak mau di ingatkan lagi, aku tidak mau lagi mencampuri urusan ini, aku mau tidur saja!” Kumbokarno kecewa dengan sikap ngotot Rahwana.

Dikisahkan bahwa setelah itu, Kumbokarno tidur selama bertahun-tahun dan tak ada yang bisa membangunkan.

*****
Di Asoka, sebuah taman yang indah penuh bermacam-macam bunga, Sinta dijaga Trijatha beserta para dayang yang senantiasa setia melayani.

Segala keperluannya disediakan, semua fasilitas mewah diberikan oleh Rahwana di taman itu. Ia tak ingin Sinta terus-terusan larut dalam kesedihan. Rahwana berharap semua pemberian itu membuat Sinta bahagia di Argasoka.

“Paduka Raja, kumohon kembalikan aku kepada suamiku Rama.” Sinta meratap saat rahwana mengunjunginya.

“Aku mencintaimu Sinta, perasaan ini telah terbangun megah di sukmaku kini!”
“Tapi aku tidak bisa mencintaimu paduka, aku milik Rama!”
“Rahwana akan merebutmu dari Sri Rama!”
“Maaf beribu-ribu maaf, aku tidak bisa menerima cintamu paduka.”

Rahwana tidak patah semangat, setiap saat dijenguknya Sinta di taman Asoka. Tetapi wanita yang dianggapnya titisan Dewi Widowati itu tetap tak bergeming sedikitpun dengan rayuan Rahwana.

*****
Kumbokarno Gugur

Tiga tahun berlalu,
Suatu hari menyelinaplah seekor kera putih, Resi Hanoman di taman Argasoka. Hanoman adalah senopati perang Prabu Rama (di daratan Barata sana Rama sudah dinobatkan sebagai raja Ayodya) yang berasal dari bangsa kera.

“Dewi Sinta, hamba utusan Prabu Rama.” sembah Hanoman ketika menemui Sinta.

“Hamba diutus untuk memastikan keadaan paduka baik-baik saja, tak lama lagi Prabu Rama dan bala tentara kera akan datang kemari untuk membebaskan paduka.”

Bahagia sekali Sinta mendengar cerita dari Hanoman bahwa akhirnya suaminya akan datang menyelamatka dirinya. Tetapi pembicaraan mereka diketahui oleh prajurit Alengka, Hanoman pun ditangkap dan dibawa kehadapan Rahwana.

“Hai monyet jelek, berani-beraninya kau menyusup ke Argasoka! Apa kau sudah bosan hidup?” Rahwana murka kepada kera putih dihadapannya.

“Dengar Rahwana, kematianmu sudah dekat! Menyerah dan bertobatlah sebelum pintu ampunan tertutup untukmu!” jawab Hanoman.

“Lancang mulutmu hai monyet!”
“Bakar hidup-hidup monyet ini!” perintah Rahwana.

Alengka kembali geger!

Ketika Hanoman dibakar, tubuhnya tidak mempan api. Ia mengamuk dan menggunakan api yang membara di ekornya untuk membakar seluruh istana Rahwana. Alengka pun menjadi lautan api.

Saat itulah datang Sri Rama, Laksmana beserta ribuan pasukan kera. Terjadi pertempuran antara pasukan Rama dengan para prajurit Alengka. Korban saling berjatuhan, terutama di pihak Alengka.

Suara hiruk pikuk peperangan akhirnya membangunkan Kumbokarno yang tengah tidur pulas selama tiga tahun. Ia marah karena istananya diacak-acak pasukan yang tak dikenalnya. Jiwa kesatrianya tergugah melihat banyak prajurit Alengka yang tewas dihadapannya.

Ia segera menerobos barisan pasukan Rama, dan berdiri di barisan terdepan pasukan Alengka. Kumbokarno mengamuk, di injak-injaknya ribuan kera yang menjadi bala tentara Rama.

“Wahai kesatria Ayodya, hadapi aku! Kumbokarno tandinganmu!” tantangnya.

“Mundurlah kau wahai sang pemberani! Ini perangku dengan Rahwana!” jawab Rama.

“Jangan kau bela raja yang durjana itu!”

“Dengar kesatria Ayodya, aku tidak pernah membela angkara murka! Aku tidak sedang membela kakakku Dosomuko!”

“Aku berdiri di medan perang ini demi membela Alengka, tumpah darahku!”

“Negeriku memanggilku untuk turun ke medan perang ini, demi harga diri bangsaku!” ucap Kumbokarno.

Terjadi pertarungan antara Kumbokarno dengan Laksmana. Kedua kesatria saling mengeluarkan kesaktian, namun tak ada yang bisa dikalahkan.

Hingga akhirnya Rama tidak sabar melihat adiknya Laksmana terus bertarung habis-habisan dengan Kumbokarno. Ia mengeluarkan senjata Brahmastra miliknya. Dilepaskan anak panah pemberian Dewa Wisnu itu dan tepat menghunjam di jantung Kumbokarno.

Kesatria Alengka itu roboh, menggelepar dan gugur sebagai patriot Alengka.
Kumbokarno - image google

Rahwana Gugur
Kematian Kumbokarno membuat Rahwana murka. Kumbokarno adalah adik bungsu kesayangan Rahwana. Dipeluknya tubuh sang adik yang membujur kaku dengan anak panah Brahmastra menancap di jantung.

“Adikku Kumbokarno, jangan pergi… jangan tinggalkan aku!” Rahwana menangisi Kumbokarno.

Dosomuko mengamuk - image google
Rahwana mengamuk! Ia segera mencari Rama yang telah membunuh Kumbokarno. Ia ingin membalaskan kematiann adiknya. Akhirnya dua pemuja Sinta itu pun berhadapan head to head.

“Sang Durjana, kematianmu sudah tiba! Kau telah lancang membawa istriku! Kini terimalah hukumanmu!” tantang Rama.

“Lihat saja siapa yang akan meregang nyawa di medan laga ini Rama!” balas Rahwana

“Kita buktikan, senjata siapa yang lebih ampuh! Brahmastra milik Dewa Wisnu atau Trisula dari Dewa Syiwa!”

Pertarungan dua raja digdaya terjadi! Baik Rama maupun Rahwana sama-sama saling mengeluarkan ilmu kesaktian. Sama-sama menggunakan pusaka pemberian dewa. Rama menggunakan Brahmastra dari Dewa Wisnu, sedangkan Rahwana memakai Trisula dari Dewa Syiwa.

Hingga akhirnya Rama bisa menghunjamkan Brahmastra ke jantung Rahwana. Namun senjata itu tak membuat raja Alengka bergeser sedikitpun, tubuhnya masih tegap menantang, seperti gunung Jamurdipa yang berdiri kokoh di Alengka.

Berkali-kali Rama bisa melesatkan senjata Brahmastra ke jantung Rahwana, tetapi berkali-kali pula Rahwana tetap hidup.

“Hahaha… kau tak akan bisa membunuhku Rama!” ucap Rahwana.

Melihat kejadian itu, Resi Hanoman menghampiri Rama dan membisikkan sesuatu.

“Paduka Rama, putuskan lehernya dengan Brahmastramu!” bisik Hanoman.

Secepat kilat Sri Rama segera membidikkan anak panah Brahmastra tepat mengenai leher Rahwana hingga kepalanya terpenggal. Namun seketika itu kepala Rahwana tumbuh lagi. Rama terus membidikkan Brahmastra hingga sembilan kali.

“Paduka Sri Rama, satu lagi!” teriak Hanoman.

Maka anak panah kesepuluh pun menyambar leher Rahwana hingga putus. Melesat pula Hanoman ke gunung Jamurdipa dan mencabut dari akarnya.

Dihempaskan gunung itu ke tubuh Rahwana yang belum sempat menyatu lagi dengan kepalanya. Rahwana pun tewas tertimbun gunung Jamurdipa.

“Sinta, cintaku kepadamu tak pernah bisa dikubur dengan gunung ini! Kematian tak akan menyurutkan rasa ini dari sukmaku!”

“Kutunggu kau dikehidupan yang akan datang Sinta!” jerit Rahwana di penghujung ajalnya.

~ BERSAMBUNG ~

#OneDayOnePost
#PostingHariKetigaPuluhTiga
#TantanganMenggunakanAnalogiDalamTulisan

Pesan Moral :
Jiwa kesatria Kumbokarno patut menjadi teladan bagi kita. Patrioti sejati tak pernah memandang siapa pemimpin negerinya. Jika kehormatan dan harga diri ibu pertiwi terkoyak, tak ada alasan bagi kita untuk mengelak membelanya.

16 komentar:

  1. Wah keren, kisah Rama-Shinta....
    bener-bener sejarawan berbakat nih mas Heru ini....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih Khikmah ..
      Saya masih hrs bnyk2 belajar

      Hapus
  2. Keren.sdh bisa masuk aku ke ceritanya kang

    BalasHapus
  3. Selalu ada pesan moral... keren...

    BalasHapus
  4. Keren cak.. 😎😎😎 dadekno buku ae cak..😆

    BalasHapus
    Balasan
    1. Heheee .. sik gurung wani ning,
      Mene nek wis lulus tok ODOP ae

      Hapus
  5. saya seperti menyaksikan langsung pagelaran lakon itu... luar biasa hebatnya....
    siip mas Heru..

    BalasHapus

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *