Kamis, 29 September 2016

SATU MALAM DI MUSIM GLAGAH




Malam itu adalah malam dimana harga sebuah nyawa lebih murah dari seekor ayam.

Roemaisah meringkuk diantara perdu glagah yang bermusim di tepi Kali Widas. Petang tadi, ia merangkak dari kebun belakang rumahnya. Bersembunyi di sawah, lalu setelah gelap, ia tiarap di tepi kali itu.

Sayup-sayup, terdengar suara orang meminta ampun. Disusul jeritan menyayat hati meregang nyawa.

“Semoga Kang Sirun bisa melarikan diri dari kejaran para santri itu.” Harapnya dalam hati.

Byur!

Sesosok tubuh melayang jatuh di dekatnya. Diatas jembatan, terlihat tiga orang pelaku pelemparan. Salah satunya menjilati golok yang berkilau kemerah-merahan.

Darah!

Iya, lelaki itu membersihkan darah yang menempel di golok dengan lidahnya. Seketika Roemaisah ingin muntah. Perutnya mual semual-mualnya. Kepalanya terasa berputar-putar. Pandangan matanya meredup.

Slep!

Roemaisah pingsan di sela-sela pohon glagah.

Ketika ia membuka mata, puluhan mayat telah mengapung di Kali Widas.

*****
Satu bulan setelah Partai berlambang Palu Arit terkuak kedoknya telah melakukan makar, orang-orang yang dicurigai sebagai anggota dan simpatisannya dibantai oleh laskar sebuah ormas Islam. Sebagai bentuk pembalasan atas kekejian partai itu selama kurun waktu puluhan tahun.

Peristiwa ini menjadi catatan paling kelam dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia.

 

(Heru Sang Mahadewa)

Member Of OneDayOnePost

#FiksiMini

#30th_September’sNight

9 komentar:

  1. Wah ini kisah.
    Serem pembunuhan. Hehe

    Memang itu kisah kelam yang bagaimana, bang?

    Masih perlu belajar si Ainayya. Ketahuan Ainayya engga tahu apa-apa. Hehehe

    BalasHapus
  2. Keren...aku sdh siaga bacanya. Lha kok fiksi mini

    BalasHapus
  3. Aku sampai pegangan erat tadi pas baca takut jatuh apa tetiba pingsan gituh... seyemmmm en kerennn selalu :)

    BalasHapus
  4. All@ terima kasih
    Saya lg beljar menulis Fiksi Mini ini

    BalasHapus

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *