Rabu, 07 September 2016

EMPAT POINT PENTING DI BALIK BOAZ SALOSSA DAN TIMNAS YANG LUAR BOAZA


Pasukan Muda Timnas Garuda - foto google


“Berikan kami seratus orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya! Berikan kami sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncang dunia!”

Petikan pidato Bung Karno yang sempat hits kembali saat diteriakkan oleh Valentino Simanjuntak, presenter tayangan pertandingan final sepakbola AFF Cup tiga tahun silam itu, rasanya pantas saya gelorakan lagi malam tadi.

Ya, skuad muda Garuda Jaya semalam sukses mencabik-cabik Harimau Malaya dengan margin tiga gol yang notabene dipenuhi para pemain yang jauh lebih senior.

Sebuah pertaruhan sangat berani telah diambil Alfred Riedl. Pelatih timnas Garuda.

Pertaruhan dengan merombak total formasi timnas sepakbola Indonesia. Jika selama ini skuad kita senantiasa diisi pemain itu-itu saja (jika tidak mau disebut pemain tua), namun tidak untuk pertandingan tadi malam.

Hampir 90% pasukan Merah Putih dipenuhi talenta muda berbakat. Starting eleven tim yang pertama kali tampil pasca dicabutnya sanksi FIFA ini juga mencatatkan deretan nama-nama baru. Minus Boaz Salossa, the rising star timnas sepuluh tahun lalu yang semalam masih dipercaya tuahnya.

Terbukti!

Dua gol putra Papua ini bukan hanya menjadi ucapan “Selamat Berjumpa Kembali, Seteru Abadi Kami” bagi Malaysia, tetapi juga membuka mata dunia, bahwa jangan sekali-kali meremehkan Indonesia.

Sosok Boaz yang liar, cepat dan mematikan, serasa lengkap menjadi momok tim negeri jiran ketika satu assistnya berbuah gol bagi tandemnya di lini depan. Irfan Bachdim.

Indonesia 3 – 0 Malaysia.

Kini rekor pertemuan kita dengan mereka adalah 31 – 15 – 21.

Dimulai dari tahun 1957, ketika untuk pertama kali kita bertemu dengan Malaysia, Indonesia sukses memenangi 31 laga. Selanjutnya 15 pertandingan berakhir seri, dan Malaysia baru memenangi pertandingan sebanyak 21 kali.

Saya mencatat ada beberapa point penting di balik masih dipercayanya Boaz saat Indonesia sukses membenamkan Malaysia di stadion Manahan, Solo tadi malam.

1. Terangkatnya Confidensi Pemain.
Keberhasilan mengalahkan negeri yang menjadi seteru abadi Indonesia ini secara moral akan mengangkat kepercayaan diri para pemain kita. Minimnya persiapan timnas (hanya dua hari jelang laga kontra Malaysia) tertutupi dengan hasil  fantastis.

Kemenangan yang sangat penting bagi mental pemain Indonesia sebelum tampil di Piala AFF bulan depan.

2. Timnas Garuda Masih Ada.
Kemenangan ini membuktikan bahwa kita (timnas Indonesia) masih mampu berbicara. Satu tahun lebih kita dikucilkan dunia internasional akibat konflik berkepanjangan antara Menpora dan PSSI. Dalam kurun waktu terkena banned FIFA itulah, sepakbola Indonesia menjadi sasaran bully. Meski masih ada yang setia dengan Garuda, namun banyak pula masyarakat mencaci makinya.

Indonesia (timnas Garuda) masih ada!

3. Pentingnya Regenerasi.
Kita tidak bisa memungkiri bahwa era keemasan pemain seangkatan Firman Utina, Bambang Pamungkas dkk. sudah lewat. Apresiasi yang tinggi tentu patut kita berikan atas dedikasi mereka selama ini. Kini, berikanlah kepercayaan pada anak-anak muda untuk memberi warna baru pada timnas Garuda. Evan Dimas, Andik Vermansyah, Rudolf Yanto Basna, Bayu Pradana, Abduh Lestaluhu, Lerbi Aliandri semalam telah menegaskan bahwa The Real Garuda is Back!

Indonesia telah kembali dengan pasukan mudanya!

4. Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.
Perpecahan sesama anak bangsa tidak ada untungnya. Konflik berkepanjangan antara pemerintah dengan induk organisasi sepakbola selalu membawa kerugian yang kompleks. Bukan hanya memerosotkan prestasi timnas, tetapi juga membunuh sektor ekonomi yang menggantungkan rejeki dari aktivitas kompetisi olahraga paling merakyat ini. Bersatunya kembali Menpora dan PSSI secara tidak langsung pasti berdampak pada timnas. Motivasi tentu terpompa lagi.

Empat point penting diatas sudah menjadi modal awal yang sangat berharga. Tinggal kini kembali lagi kepada semua element sepakbola Indonesia.

Pemerintah, dalam hal ini Menpora ingin membina seperti apa lagi? Perbaikan tata kelola (alasan pembentukan Tim Transisi PSSI oleh Kemenpora saat konflik dulu) yang bagaimana?

Sementara dari PSSI, seriuskah komitmen untuk mereformasi diri?

Beranikah induk organisasi sepakbola ini menjamin transpransi pemasukan dan penggunaan dana yang nilainya membelalakkan mata?

Bola memang bundar. Kita sulit menentukan dimana sudutnya. 

Sesulit kita menerka sebagaimana jujur dan sportivnya Pak Menteri dan orang-orang yang mengelola PSSI.


(Heru Sang Mahadewa)
Member Of #OneDayOnePost

0 komentar:

Posting Komentar

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *