Senin, 26 September 2016

KAMPANYE GERAKAN NASIONAL NON TUNAI MELALUI PAGELARAN WAYANG KULIT



Penyerahan Gunungan oleh Indah Kurnia kepada dalang Ki Kabar Panut, tanda Pagelaran Wayang Kulit dimulai - Dokumen Pribadi

Sabtu 24 Sepember 2016 Bank Indonesia Cabang Jawa Timur mengadakan kampanye Gerakan Nasional Non Tunai. Lokasi yang dipilih berada di kawasan Surabaya Selatan. Tepatnya Lapangan Parkir Giant Pondok Candra Indah.

Acara yang digagas salah satu anggota DPR RI Komisi XI asal Surabaya, Indah Kurnia dan Bank Indonesia ini berlangsung cukup sukses. Warga yang hadir sangat antusias mengikuti pemaparan yang disampaikan Feri, perwakilan Bank Indonesia Cabang Jawa Timur.

Hadir pula jajaran Muspika Waru Sidoarjo, Kapolsek, Danramil,  serta undangan dari Bank Indonesia Pusat Jakarta.

Menurut Feri, di era digital dan tehnologi seperti sekarang, sudah saatnya masyarakat Indonesia mulai beralih dari uang kwartal ke uang elektronik. Selain aman, gampang dibawa kemana-mana, juga memudahkan transaksi dalam nominal yang kecil.

Berbeda dengan kartu ATM, kartu Debit dan Kredit, Uang Elektronik bisa digunakan untuk transaksi dengan nominal kecil (misal seribu rupiah). Outlet yang compatible dengan uang elektronik pun sama dengan transaksi pada umumnya. Supermarket, mall, rumah makan, toko, tol, tempat wisata, dll.

Feri juga memaparkan, ada dua jenis uang elektronik yang saat ini sudah direkomendasikan Bank Indonesia.

Pertama berbasis kartu, bentuknya seperti ATM, Kartu Debit dan Kredit. Kedua berbasis chip yang bisa di set ke ponsel kita.

Yang menarik, Bank Indonesia dan Ibu Indah Kurnia mengkampanyekan Gerakan Nasional Non Tunai ini menggunakan media seni dan budaya. Wayang Kulit.

Selain menjadi anggota Komisi XI DPR RI, Ibu Indah Kurnia memang juga dikenal masyarakat Surabaya sebagai pegiat seni dan budaya Jawa. Sampai sekarang beliau masih aktiv menjadi penyiar radio Media FM dalam siaran Campur Sari.

“Setiap akhir pekan, saya selalu pulang ke Surabaya. Malam harinya nongkrong di studio Media FM untuk membawakan siaran Campur Sari.” Ungkap Indah Kurnia.

Menurutnya, dengan aktiv di dunia seni dan budaya seperti itu, dia bisa menetralisir pikiran yang penat setelah sepekan berkutat dengan utak-atik angka selama ngantor di Komisi XI DPR RI di Jakarta.

Malam itu, kampanye Gerakan Nasional Non Tunai mengusung pagelaran wayang kulit dengan dalang Ki Kabar Panut asal Surabaya. Di iringi Grup Campur Sari Gumlegar, dan dua pelawak kondang TVRI Jatim dan RRI Surabaya. Cak Pendik Ding Tak Tong dan Cak Momon.

Lakon yang dibawakan oleh Ki Dalang Kabar Panut adalah Petruk Dadi Ratu.

Jalannya Kisah.
Pandawa kelabakan karena Jamus Kalimasada hilang dari gedung tempat penyimpanan pusaka. Kehilangan jimat ini artinya Pandawa lumpuh karena hilang kebijaksanaan dan kemakmuran. Kejahatan dan angkara murka akan timbul dimana-mana.

Pusaka ini dicuri oleh Mustakaweni. Mengetahui hal itu, Pandawa menugaskan Bambang Irawan (anak Arjuna) dengan disertai Petruk untuk merebut kembali Jamus Kalimasada dari Mustakaweni.

Singkat cerita, pusaka tersebut berhasil direbut Bambang Irawan dan dititipkan kepada Petruk.

Dalam perjalanan pulang, Petruk bertemu Adipati Karna yang ternyata juga berhasrat memiliki jimat tersebut. Terjadi pertarungan memperebutkan Jamus Kalimasada.

Petruk ditusuk dengan keris Kyai Jalak yang ampuh. Mati.

Datanglah ayahnya, Begawan Salantara (Gandarwa). Dengan kesaktiannya, Petruk dihidupkan lagi. Ayahnya juga berkata ingin menolong Petruk mendapatkan lagi Jamus Kalimasada. Ia berubah wujud menjadi Prabu Duryudana, raja Astina, kerabat Karna.

Ketika bertemu Adipati Karna, Duryudana meminta Jamus Kalimasada. Basukarna pun menyerahkannya. Pusaka tersebut oleh Gandarwa kemudian diberikan kembali kepada Petruk. Dia berpesan agar sepeninggalnya nanti Petruk meletakkan Jamus Kalimasada di atas kepala.

Setelah menuruti nasehat tersebut, ternyata Petruk menjadi sakti mandraguna, tidak mempan senjata apapun.

Ia mencari Karna, dan mengalahkannya. Dalam usaha pencarian Karna, Petruk terpisah dengan Bambang Irawan. Petruk pun mengembara ke berbagai negeri dan menaklukkannya.

Salah satu negeri yang ditaklukkan itu adalah Ngrancang Kencana, atau negeri Sonya Wibawa. Petruk menjadi raja disana dan bergelar Prabu Wel Geduwelbeh.

Saat pelantikan Prabu Wel Geduwelbeh menjadi raja, semua pemimpin negeri yang pernah ditaklukkan diundang. Hanya tiga negeri yaitu Amarta, Dwarawati, dan Mandura yang tidak mau hadir.

Petruk pun murka. Bersama pasukan Ngancang Kencana, ia berangkat menaklukkan Amarta dan Mandura.

Mendengar berita itu, raja Dwarawati Prabu Krisna meminta Kyai Lurah Semar Badranaya agar menaklukkan Prabu Wel Geduwelbeh. Oleh Semar, Gareng dan Bagong diperintahkan untuk menyelesaikan masalah ini.

Berangkatlah dua momongan Semar. Sampai dihadapan Prabu Wel Geduwelbeh, terjadi peperangan sengit antara Prabu Wel Geduwelbeh dengan Gareng dan Bagong.

Peperangan berlangsung alot, belum ada yang keluar sebagai pemenang. sampai ketiganya berkeringat.

Saat itulah Gareng dan Bagong bisa mengenali bau keringat musuhnya. Keduanya yakin bahwa orang yang sedang bertarung dengan mereka itu sesungguhnya adalah Petruk

Maka mereka tidak lagi bertarung kesaktian tetapi justru bercanda, menari bersama, dengan berbagai tembang. Prabu Wel Geduwelbeh merasa dirinya kembali ke habitatnya, lupa bahwa dia memakai pakaian kebesaran kerajaan.

Setelah ingat, ia segera lari meninggalkan Gareng dan Bagong. Prabu Wel Geduwlbeh dikejar oleh Gareng dan Bagong dan tertangkap. Sang prabu dipeluk Gareng dan digelitik oleh Bagong sampai Petruk kembali ke wujud aslinya.

Datanglah Prabu Krisna lalu menginterograsi Petruk, mengapa ia bertindak seperti itu?

Petruk beralasan bahwa tindakan itu untuk mengingatkan bendaranya (majikannya) bahwa segala perilaku harus diperhitungkan terlebih dahulu. Semisal saat para Pandawa membangun candi Sapta Arga, kerajaan ditinggal kosong sehingga kehilangan Jamus Kalimasada.

Juga kepada Bambang Irawan, jangan mudah percaya kepada siapa saja. Kalau diberi tugas harus diselesaikan sampai tuntas. Jangan dititipkan kepada siapapun.

Petruk akhirnya meminta maaf kepada semua punggawa Pandawa, mengakui atas semua ulahnya selama ini adalah salah. Ia pun kembali lagi ke Amarta, menjadi abdi Pandawa bersama ayahnya Kyai Lurah Semar Badranaya dan dua saudaranya. Bagong dan Gareng.

*****

Indah Kurnia menyampaikan Orasi Budaya sebelum acara - Dokumen Pribadi
Cak Pendik Ding Tak Tong (TVRI Jatim) dan Cak Momon (RRI Surabaya) mengocok perut penonton - Dokumen Pribadi
Pagelaran Wayang Kulit memang menjadi salah satu media yang efektiv untuk menyampaikan pesan. Khususnya kepada masyarakat Jawa.

Terbukti malam itu masyarakat Surabaya Selatan tumplek blek ke lapangan parkir Giant Pondok Candra. Mereka terlihat gayeng mengikuti pagelaran ringgit wacucal sedalu natas (wayang kulit semalam suntuk).

(Heru Sang Mahadewa)
Member Of OneDayOnePost

14 komentar:

  1. Balasan
    1. saya banyak belajar dari tulisan gaya jurnalisnya jenengan pak.

      Hapus
  2. Wah... Bang heru cakaplah dibidang nii...

    Keren,

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih mbk Ainayya. saya masih banyak belajar.
      tulisan mbk Ainayya juga keren.

      Hapus
  3. Tulisannya keren Kang, ajarin ya..nulis artikel

    BalasHapus
  4. Balasan
    1. Terinspirasi dari tulisan-tulisan abang ini.
      hehe

      Hapus
  5. Mantap mas... kayak cerita lewat point of view yang berbeda.

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih mbk Vinny. saya nulis yang ringan-ringan aja.
      Gak sanggup kalau harus bermain-main diksi seperti tulisan sampean :)

      Hapus
  6. Kereenn.. Saya orang jawa harus banyak belajar wayang dr Mas heru nih...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tulisan sampean juga Te-O-Pe mbak Cili.
      Waduh, jangan sampai lali Jowone, apalagi Ora Njowo.
      hehehe

      Hapus

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *