Jumat, 03 Maret 2017

CANGGU, PELABUHAN KUNO DI MASA LAMPAU


Pelabuhan Canggu sekarang - foto dokumen ribadi


Majapahit dikenal sebagai negeri yang memiliki armada perang laut terbesar di Asia Tenggara. Kekuatan pasukannya bertumpu pada kepiawaian memanfaatkan perairan Nusantara, baik bengawan (sungai kuno) maupun lautan.

Tak mengherankan, jika di masa kejayaan Majapahit, terdapat pelabuhan-pelabuhan besar di berbagai kota. Beberapa diantaranya adalah pelabuhan Kambang Putih (Tuban, Jawa Timur sekarang),  pelabuhan Watu Galuh (Megaluh, Jombang, Jawa Timur sekarang), pelabuhan Ujung Galuh (Kali Mas, Surabaya, Jawa Timur sekarang), pelabuhan Bangèr (Bangil, Pasuruan, Jawa Timur sekarang) dan pelabuhan Canggu.

Nama terakhir, Canggu, merupakan pelabuhan dalam (pelabuhan sungai) yang terbesar di masa Majapahit. Letaknya yang berada di pusat kotaraja menjadikannya sebagai pangkalan strategis bagi armada laut kerajaan yang didirikan oleh Sanggramawijaya (Raden Wijaya).

Selain dijadikan pangkalan militer angkatan laut Majapahit, pelabuhan Canggu juga menjadi titik pertemuan  para pedagang dari negeri Atas Angin (sebutan untuk bangsa asing pada abad XI di tanah Jawa).

Saudagar-saudagar dari Champa, Tiongkok dan Arab yang menjual barang dagangan dari dan ke Jiao Tung/Paguhan (Pasuruan, Jawa Timur sekarang), Bangèr, Ujung Galuh, Tumapèl (Malang sekarang), Daha (Kediri sekarang) senantiasa singgah disana.

Konon, di masa itu sudah banyak berdiri penginapan-penginapan di sana. Bahkan, Canggu, selain menjadi pelabuhan besar, juga dikenal sebagai salah satu tempat rumah bordir (lokalisasi/pusat prostitusi) kuno.

Di kota pelabuhan inilah, Bhré Paguhan, tewas dibunuh secara tragis ketika berpesta di sebuah rumah bordir. Pelakunya adalah Arya Bangah dan Arya Gajah Para. Dua senopati kinasih Bhré Kertabumi yang ketika itu belum naik tahta Majapahit, masih menjadi Rakai Kanuruhan di Kêling (Pare, Kediri, Jawa Timur sekarang).

Ketika itu, Majapahit memang telah dilanda perang saudara semenjak meletus perang Paregreg.

Berbeda dengan pelabuhan kuno Watu Galuh di Megaluh, Jombang, yang masih tetap digunakan sebagai penyeberangan penduduk setempat, kini Canggu telah sirna tak berbekas. Orang-orang menyebutnya sebagai dusun Pelabuhan. Masuk wilayah Desa Mlirip, Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.

Dari jalan raya Surabaya – Mojokerto, bekas lokasi pelabuhan Canggu sangat mudah di akses. Berada pada titik pecahan bengawan Brantas menjadi dua aliran. Ke arah utara menjadi bengawan Mas yang bermuara di Ujung Galuh (Kali Mas Surabaya), dan lurus ke arah timur menjadi bengawan Porong, bermuara di Bangèr (Bangil, Pasuruan, Jawa Timur).

Heru Sang Mahadewa
Member of #OnedayOnePost

8 komentar:

  1. Saya sedang meneliti pelabuhan di Jawa Timur, Jakarta, Semarang dan Makasar. Semoga berkenan turut membantu atau memberi masukan. trims

    BalasHapus
  2. Pelabuhan banger sudah tidak berfungsi lagi sejak pemerintah belanda meluruskan brantas porong lurus ke utara.sehinga brantas porong lama yang bermuara dibanger atau bangil jadi kali mati.itulah mengapa disebelah timur brntas porong masih wilayah sidoarjo karena batas kabupaten pasuruan dan sidoarjo yang lama masih mengacu pada brantas porong yang lama

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih tambahan informasinya. Sangat bermanfaat.

      Hapus
  3. dulu sering nemuian uang kuno china di sungai canggu kedung sumur kidul,jaman sek seneng bluron nang kali

    BalasHapus
  4. Didaerah sekitaran Tarik,mlirip ,canggu sampai arah kupang masih banyak masih family Lurah daerah Sana ..Kita lagi Cari asal usul keluarga ,keturunan ..tks

    BalasHapus
  5. Maaf ada yg salah min.. dusun pelabuhan itu masuk wilayah desa Canggu..bukan desa Mlirip.
    Saya asli penduduk Canggu

    BalasHapus

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *