|
Pelabuhan Canggu sekarang - foto dokumen ribadi |
Majapahit dikenal sebagai negeri yang memiliki
armada perang laut terbesar di Asia Tenggara. Kekuatan pasukannya bertumpu pada
kepiawaian memanfaatkan perairan Nusantara, baik bengawan (sungai kuno) maupun
lautan.
Tak mengherankan, jika di masa kejayaan Majapahit,
terdapat pelabuhan-pelabuhan besar di berbagai kota. Beberapa diantaranya
adalah pelabuhan Kambang Putih (Tuban, Jawa Timur sekarang), pelabuhan Watu Galuh (Megaluh, Jombang, Jawa
Timur sekarang), pelabuhan Ujung Galuh (Kali Mas, Surabaya, Jawa Timur
sekarang), pelabuhan Bangèr (Bangil, Pasuruan, Jawa Timur sekarang) dan
pelabuhan Canggu.
Nama terakhir, Canggu, merupakan pelabuhan dalam (pelabuhan
sungai) yang terbesar di masa Majapahit. Letaknya yang berada di pusat kotaraja
menjadikannya sebagai pangkalan strategis bagi armada laut kerajaan yang
didirikan oleh Sanggramawijaya (Raden Wijaya).
Selain dijadikan pangkalan militer angkatan laut
Majapahit, pelabuhan Canggu juga menjadi titik pertemuan para pedagang dari negeri Atas Angin (sebutan
untuk bangsa asing pada abad XI di tanah Jawa).
Saudagar-saudagar dari Champa, Tiongkok dan Arab
yang menjual barang dagangan dari dan ke Jiao Tung/Paguhan (Pasuruan, Jawa
Timur sekarang), Bangèr, Ujung Galuh, Tumapèl (Malang sekarang), Daha (Kediri
sekarang) senantiasa singgah disana.
Konon, di masa itu sudah banyak berdiri
penginapan-penginapan di sana. Bahkan, Canggu, selain menjadi pelabuhan besar,
juga dikenal sebagai salah satu tempat rumah bordir (lokalisasi/pusat prostitusi)
kuno.
Di kota pelabuhan inilah, Bhré Paguhan, tewas dibunuh secara
tragis ketika berpesta di sebuah rumah bordir. Pelakunya adalah Arya Bangah dan
Arya Gajah Para. Dua senopati kinasih Bhré Kertabumi yang ketika itu belum naik
tahta Majapahit, masih menjadi Rakai Kanuruhan di Kêling (Pare, Kediri, Jawa
Timur sekarang).
Ketika itu, Majapahit memang telah dilanda perang
saudara semenjak meletus perang Paregreg.
Berbeda dengan pelabuhan kuno Watu
Galuh di Megaluh, Jombang, yang masih tetap digunakan sebagai penyeberangan
penduduk setempat, kini Canggu telah sirna tak berbekas. Orang-orang
menyebutnya sebagai dusun Pelabuhan. Masuk wilayah Desa Mlirip, Kecamatan
Jetis, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.
Dari jalan raya Surabaya – Mojokerto,
bekas lokasi pelabuhan Canggu sangat mudah di akses. Berada pada titik pecahan
bengawan Brantas menjadi dua aliran. Ke arah utara menjadi bengawan Mas yang
bermuara di Ujung Galuh (Kali Mas Surabaya), dan lurus ke arah timur menjadi
bengawan Porong, bermuara di Bangèr
(Bangil, Pasuruan, Jawa Timur).
Heru Sang
Mahadewa
Member of #OnedayOnePost
Saya sedang meneliti pelabuhan di Jawa Timur, Jakarta, Semarang dan Makasar. Semoga berkenan turut membantu atau memberi masukan. trims
BalasHapusDengan senang hati, Pak.
HapusPelabuhan banger sudah tidak berfungsi lagi sejak pemerintah belanda meluruskan brantas porong lurus ke utara.sehinga brantas porong lama yang bermuara dibanger atau bangil jadi kali mati.itulah mengapa disebelah timur brntas porong masih wilayah sidoarjo karena batas kabupaten pasuruan dan sidoarjo yang lama masih mengacu pada brantas porong yang lama
BalasHapusTerima kasih tambahan informasinya. Sangat bermanfaat.
Hapusdulu sering nemuian uang kuno china di sungai canggu kedung sumur kidul,jaman sek seneng bluron nang kali
BalasHapusDidaerah sekitaran Tarik,mlirip ,canggu sampai arah kupang masih banyak masih family Lurah daerah Sana ..Kita lagi Cari asal usul keluarga ,keturunan ..tks
BalasHapusMaaf ada yg salah min.. dusun pelabuhan itu masuk wilayah desa Canggu..bukan desa Mlirip.
BalasHapusSaya asli penduduk Canggu
Iyap
Hapus