Dermaga Watu Galuh sekarang - dokumen pribadi |
Berabad-abad lalu, nama Watu Galuh telah dikenal dalam peradaban masyarakat Jawa Kuno. Tempat ini merupakan sebuah kota besar di masa silam.
Watu Galuh biasa digunakan transit Jung (kapal
besar) dan Balandongan (kapal kecil) para pedagang negeri Atas Angin----sebutan untuk bangsa asing----setelah singgah di Canggu Majapahit dan hendak melanjutkan perjalanan ke
Bandar Alim (Demangan, Tanjunganom, Nganjuk) dan Daha (Kediri).Terletak
di tepi bengawan Brantas.
Di Watu Galuh ini, pasukan Sriwijaya
dari divisi/pangkalan tentara Jambi bermarkas. Mereka melakukan
pengejaran terhadap Rakryan I Hino Mpu Sindok dan Rara Paramèswari
Sri Wardhani yang melarikan diri dari Mataram Kuno dan bersembunyi di
lembah gunung Wilis, untuk menjaga kelangsungan trah raja Dyah Wawa.
Dari Watu Galuh, Sriwijaya meneruskan pengejaran dengan menyusuri
bengawan Brantas dan Kali Widas. Selanjutnya, tentara dari
divisi/pangkalan Jambi membuat markas baru di seberang dermaga Bandar
Alim. Itu sebabnya, kini dikenal dengan nama Desa Jambi. Berada di
wilayah Kec. Baron, Kab. Nganjuk.
Nahas, pasukan dari
Melayu/Swarna Dwipa itu justru dibantai secara tragis oleh Rakryan I
Hino Mpu Sindok yang dibantu ribuan penduduk pribumi Jawa Dwipa saat
terjadi perang Gejag di kaki gunung Wilis. Tempat pembantaian tentara
Sriwijaya kini dinamakan Desa Gejagan, Kec. Loceret, Kab. Nganjuk.
Mpu Sindok pun berhasil meraih kemenangan gemilang, lalu
memproklamirkan negeri baru yang berdaulat dengan nama Medang Kamulan. Pertama kali kerajaan ini berpusat di Wawtan Mas, lereng gunung Wilis antara Nganjuk dan Madiun sekarang.
Medang Kamulan merupakan penerus dari trah raja Dyah Wawa, penguasa Mataram Hindu periode Jawa Tengah. Peristiwa ini sekaligus menjadi tonggak berdirinya Mataram Kuno era Jawa Timur.
Mpu Sindok mengukuhkan dirinya sebagai pendiri dinasti Isana. Beliau memakai abhiseka----gelar----Sri Maharaja Rakai Hino Sri Isana Dharmatunggadewa.
Mengingat letak geografis yang kurang ideal bagi sebuah kotaraja dan pusat pemerintahan, karena berda di lereng perbukitan dan gunung, Mpu Sindok akhirnya memindahkan ibu kota ke daerah Watu Galuh.
Hingga kini, pelabuhan kuno itu masih digunakan meski hanya oleh
kapal-kapal kecil yang menyeberangi Bengawan Brantas. Watu Galuh masih menjadi jalur trnasportasi air yang seakan-akan tiada pernah lekang oleh jaman.
Kini, orang-orang
menyebutnya sebagai tambangan/dermaga Megaluh. Berada di Kec. Megaluh,
Kab. Jombang, Jawa Timur.
Heru Sang Mahadewa
Member of #OneDayOnePost
Dermaga Watu Galuh sekarang - dokumen pribadi |
Keren kang 😀
BalasHapusHehehe ... tulisan dari wall sosmed saya ini mas Ian.
BalasHapusPenggugur kewajiban atas regulasi baru ODOP