Sabtu, 25 Maret 2017

HIDUP SETELAH MATI (REINKARNASI)




Bukan hanya dalam legenda Tiongkok saja dikenal sebuah fase dimana seseorang yang telah meninggal, dia akan terlahir kembali ke dunia dalam jasad orang lain (Reinkarnasi). Moyang kami, orang-orang Jawa kuno sejak dulu juga mempercayai setiap manusia yang mati akan Njlémo/Ndlémo (menjelma) ke bayi yang baru lahir.

Lazimnya, bayi yang dipilih sebagai wadah untuk reinkarnasi adalah yang masih terhitung dalam garis keturunan (trah). Meski ada juga yang memutuskan Njlémo ke sosok anak yang bukan siapa-siapanya.

Kenapa seseorang bisa terlahir kembali ke bumi?

Untuk menyempurnakan lêlaku hidup sebelumnya. Menebus segala kesalahan yang pernah diperbuat. Menyelesaikan tugasnya yang masih tertunda sebagai makhluk yang di-kodrat-kan menjadi Khalifah di muka bumi.

Sinuwun Sri Aji Jayabhaya, Bathara Ring Panjalu Kapat (raja Kadhri/Kadiri/Kediri ke empat) diyakini sebagai reinkarnasi Sang Hyang Wisnu (Dewata Pemelihara Perdamaian Alam Semesta).

Dhandang Gêndis, Bathara Ring Panjalu Pungkasan (raja Kadhri/Kadiri/Kediri terakhir) mengklaim dirinya sebagai reinkarnasi Hyang Ning Lawang/Bathara Kala (Dewata Penguasa Waktu) dan merasa tidak bisa ditaklukkan siapapun, kecuali oleh Sang Hyang Manikmaya (Bathara Syiwa).


Muncul anak muda bernama Kèn Angrok yang mengklaim dirinya sebagai reinkarnasi Bathara Syiwa. Dhandang Gêndis pun dikirim ke alam Dewata (mati dibunuh) dalam level Moksa (fase kematian kedua/tidak bisa bereinkarnasi kembali).

-o0o-

Dulu ketika masih kanak-kanak, Simbah (nenek) saya pernah bertutur bahwa suatu hari ketika sedang terlelap tidur, beliau bermimpi di bangunkan mendiang suaminya (kakek saya) dengan digoncang-goncang punggungnya. Ketika terjaga, ternyata Simbah sedang ditendang punggungnya oleh saya yang masih bayi.

"Eling-elingono, kowé kuwi Njlémoné Mbah Djo-----ketahuilah, kamu itu reinkarnasi dari Mbah Djo," tutur beliau. Mbah Djo yang dimaksud adalah Djokarso, mendiang kakek saya.

"Nggih----Iya," jawab saya sembari tertawa terbahak-bahak, lalu berlari meninggalkan Simbah yang sewot oleh tanggapan saya.

-o0o-

Iya, begitulah kami, orang Jawa. Banyak mitologi dalam kultur ke-Jawa-an kami yang terkadang tidak bisa diterima oleh akal dan logika masyarakat modern. Apalagi dari sudut pandang agama. Tidak akan pernah ketemu landasan pemikirannya.

Tapi kami bangga menjadi salah satu penyumbang khasanah budaya nasional, yang InsyaAllah tidak akan merubah sejengkalpun keyakinan kami terhadap ajaran Rasulullah.

Ayu, hayu, rahayu wilujêng.

Heru Sang Mahadewa
Member of #OneDayOnePost

6 komentar:

  1. Banyak yang bilang aku mirip bulek yg udah meninggal, jgn2 aku reinkarnasinya beliau ya Mas Heru.

    BalasHapus
  2. Aku juga pengen reinkarnasi 😁😁

    BalasHapus

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *