foto google |
Setelah
ultimatum Panglima AFNEI, keadaan Surabaya semakin mencekam. Semua laskar
pejuang mulai TKR, Hizbullah, hingga rakyat sudah siap mati syahid disana.
Dalam
surat ultimatum yang ditujukan kepada Gubernur Suryo, Inggris menyebut jenis
senjata apa saja yang harus diserahkan orang Indonesia. Bukan hanya senapan, pistol,
tank, bom, granat, dan mortar, tetapi juga “spears,
knifes, swords, sarpened bamboos, keris, blow-paper, poisoned arrows and darts”
bunyi ultimatum itu.
Para
pemimpin Surabaya, Gubernur RM Suryo, Residen Soedirman dan Doel Arnowo terus berusaha
menelpon pemerintah pusat Jakarta. Tujuan mereka adalah agar Presiden bisa
meminta Inggris mencabut ultimatum, Tetapi hingga sore hari, mereka belum bisa
menghubungi Bung Karno.
Pukul
19.30 Wib akhirnya Presiden Soekarno mengangkat telpon Gubernur Suryo dan menjelaskan
bahwa beliau sudah mengutus Menteri Luar Negeri Akhmad Soebardjo untuk
berunding dengan pimpinan tertinggi Inggris di Jakarta. Presiden
menginstruksikan agar para pemimpin di Surabaya menunggu hasil diplomasi itu. Tetapi
hingga pukul 21.00 Wib belum juga ada kabar lanjutan.
Tengah
malam pukul 22.00 Wib, Menteri Luar Negeri Akhmad Soebardjo memberi kabar bahwa
perundingan menemui jalan buntu. Ia pun berkata, “… saya sudah tidak dapat menilai
keadaan di Surabaya, kalau saudara berpendapat dapat mempertahankan kota itu,
pertahankanlah!”
Dengan
keputusan itu, akhirnya Gubernur Suryo mengambil keputusan untuk memberikan
pidato terkait situasi kota Surabaya yang semakin genting.
Bersama
Doel Arnowo, ia menyusun sebuah naskah di Kantor Gubernuran, lalu malam itu
juga disiarkan lewat RRI Surabaya yang ada di Jl. Embong Malang (hotel JW.
Marriot kini).
Berikut
isi pidato sakral dari Gubernur Suryo:
Saudara-saudara sekalian,
Pucuk pimpinan kita di Jakarta telah
mengusahakan akan membereskan peristiwa di Surabaya pada hari ini. Tetapi
sayang sekali sia-sia belaka, sehingga kesemuanya diserahkan kepada
kebijaksanaan kita di Surabaya sendiri. Semua usaha kita untuk berunding
senantiasa gagal. Untuk mempertahankan kedaulatan negara kita, maka kita harus
menegakkan dan meneguhkan tekad kita yang satu, yaitu berani menghadapi segala
kemungkinan.
Berulang-ulang telah kita kemukakan bahwa
sikap kita ialah: Lebih baik hancur
daripada dijajah kembali. Juga sekarang dalam menghadapi ultimatum pihak
Inggris, kita akan memegang tegfuh sikap itu. Kita tetap menolak ultimatum itu.
Dalam menghadapi kemungkinan besok pagi, mari kita semua memelihara
persatuan yang bulat antara Pemerintah, Rakyat, TKR, Polisi dan semua
Badan-badan perjuangan pemuda dan rakyat kita. Mari kita sekarang memohon
kepada Tuhan Yang Mahakuasa, semoga kita sekalian mendapat kekuatan lahir batin
serta Rahmat dan Taufik dalam perjuangan.
Selamat berjuang!
Pidato itu dibacakan oleh sang
Gubernur dengan tenang. Nadanya menyejukkan rakyat Surabaya, tetapi terkesan
tegas dan berani. Pidato ini yang akhirnya menggelorakan semangat para pejuang
Surabaya.
10 November 1945, Surabaya benar-benar
dikepung dari segala penjuru darat, laut dan udara oleh pasukan Sekutu pimpinan
Inggris. Banyak yang mengkiaskan bahwa hari itu langit Surabaya tidak terlihat.
Penuh dengan asap tebal. Hujan bom, granat dan mortar mengguyur kota Surabaya.
Dikisahkan pula, para pejuang kita seperti hanya berperang melawan jatuhnya
senjata-senjata. Tentara Inggris nyaris tak tampak mata!
Diluar dugaan, kota Surabaya yang
diprediksi bakal hancur lebur ternyata mampu memberikan perlawanan dan bertahan
hingga tiga minggu.
Para pejuang Surabaya akhirnya
meninggalkan Gunungsari dan Waru pada akhir November 1945. Mereka terus
melakukan perlawanan-perlawanan kecil di daerah Gedangan dan Krian.
Desember 1945 itu pula, tidak ada
lagi pemerintahan Indonesia di Surabaya. AMACAB (Allied Military Administration Civil Affairs Brach) menguasai kota
itu hingga misi Sekutu Inggris selesai.
Surabaya pun diserahkan oleh
Inggris kepada pemerintah Belanda hingga tahun 1950, dan berakhir ketika
terbentuk Negara Jawa Timur (menjadi ibu kota Negara) lalu kembali lagi ke
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menjadi ibu kota provinsi Jawa Timur.
Heru
Sang Mahadewa
Member of #OnedayOnePost
0 komentar:
Posting Komentar