Selasa, 18 Juli 2017

PENUTURAN ULANG SERAT CENTHINI JILID I (15)



ilustrasi gambar: Yayasan Wacana


PUPUH 8
KINANTHI 1
Dari lubuk hati hamba, pangeran di Surawesthi, sudah selayaknya hamba wajib haturkan bhakti, kepada paduka yang mulia, yang berbudi luhur dan memiliki derajat, ialah paduka yang mulia.

KINANTHI 2
Kemandirian negeri Mataram, di seluruh tanah Jawa hanya satu, hingga hamba dipanggil, semua tidak ada yang menolak, (maka) kami telah datang, menghadap kepada paduka raja.

KINANTHI 3
Diserahkannya jiwa dan raga (Pangeran di Surawesthi), telah didengar oleh Kangjeng Sultan, perkataan uwanya (itu), seketika bahagialah hatinya, mengetahui Pangeran Surabaya, beserta istrinya telah datang menghadap.

KINANTHI 4
Menunggu (untuk menghadap) di sebelah selatan pohon Beringin-Kurung, dengan tingkah memelas, maka diperintahkanlah untuk memanggil, abdi dalem menemui pangeran, beriringan mereka naik ke paseban.

KINANTHI 5
Menghadaplah dengan langkah merunduk, semua yang melihat takjub, oleh aura wajah pangeran, semua saling mencuri pandang Kangjeng Bupati, oleh sorot keindahan, gurat wajahnya sungguh tampan.

KINANTHI 6
(Setelah) memenuhi kehendak (perintah panggilan) sang prabu, sangat dekat posisi dia mengadap, lalu menunduk dan menyembah hingga menyentuh ubin, di akhir sembahnya, keris di pinggangnya diletakkan di sebelah kanan, lalu lekas memuja.

KINANTHI 7
Dan berkata dengan pelan, suaranya terbata-bata bercampur gemetar, Duh gusti yang termahsyur, mustika tanah Jawa, yang patut dipuja dan dihormati, yang berjuluk Kalifatullah.

KINANTHI 8
Sungguh sang pandhita (ulama/raja) yang tiada tertandingi, berbudi luhur dan penuh kasih sayang, penguasa yang bijaksana dan berhati mulia, selalu berbaik hati kepada para abdi, senantiasa tulus tiada pilih-pilih, dalam mencintai sesamanya.

KINANTHI 9
Punggawa keraton baik pembesar maupun rakyat kecil, tiada yang kecewa, bersatu dalam mentaati kehendak (paduka), patuh lahir batin, seluruh rakyat Mataram, dibawah kepemimpinan raja bijaksana.

KINANTHI 10
Kepandaiannya tiada tertandingi, tersyohor di segala penjuru bumi, pemimpin besar yang paling unggul, cerdas dan tepat dalam memimpin, keharuman namanya tersebar, senantiasa dikasihi Hyang Widdhi (Allah SWT).

KINANTHI 11
Seorang perwira yang memiliki ilmu berlebih, ia selalu patuh, memegang teguh agama mulia, beliau Nabi, Muhamamad (yang telah menyebar di) Jawa, hingga menjadikan kian indah negeri Mataram.

KINANTHI 12
Duh Kangjeng Gusti Prabu, datangnya hamba sebagai abdi, menyerahkan hidup mati, karena merasa bersalah besar, telah berani, nekad menginjakkan kaki (menghadap).

KINANTHI 13
Betapa nisatanya, lupa diri dan tidak menyadari, anugerah paduka raja, terhadap jiwa dan raga keturunan mulianya, kebaikan yang terlimpah, kepada saudara rakyat dan warga, tiada terlewat dari berkah paduka sang raja.

KINANTHI 14
Tiada henti salam, yang mustahil dari sang abdi, bisa menghaturkan sebagai, bhakti yang tulus, Oh gusti sungguh hamba yang masih muda, mustahil mengerti akan kebaikan.

KINANTHI 15
Jika kangjeng paduka prabu, tidak memberikan berkah kepada abdi, sudah pasti akan menderita, durhaka selamanya, maka dari itu hamba mempersilahkan, apa yang dikehendaki sang Bupati.

KINANTHI 16
Setelah itu Kangjeng Sinuhun (paduka raja), berkata dalam hati, anak ini tampan dan rendah hati, bicaranya sopan, tegas dan ikhlas menerima, tiada terlihat berdusta.

KINANTHI 17
Dari perasaan hatiku, ia bisa menjadi sandaran hati, layak membantuku (karena) berwibawa, menurunkan pemimpin tanah Jawa, (jika) memasukkan (dia) ke dalam kekuasaan yang besar, maka berkatalah (paduka raja) dengan lembut.

KINANTHI 18
Sudah-sudah, duduklah kemnali putraku, iya apalah yang kau pikirkan, duh adinda (adipati) Surabaya, engkau kupanggil, datang menghadapku, sudah ditentukan oleh kehendak Widdhi (Allah SWT).

KINANTHI 19
Karena kesetiaan adinda, dalam mengemban (kewajiban sungguh mulia bagai) emas, ibarat aku sebuah pancuran, engkau adalah sebuah telaga, adinda sebagai wadah, sedangkan aku hanya isinya.

KINANTHI 20
Peribahasa yang kukatakan ini, artinya sudah digarikan, bahwa engkau tidak dapat dipisahkan, ikut memberikan keturunan kelak, para raja tanah Jawa, istri adinda yang memberi itu.

KINANTHI 21
Aku sebagai seorang lelaki, maka kuperintahkan, kelak engkau tinggalah di Mataram, di sebelah timur keraton, menikah dan mendirikan kadipaten, bertempat tinggal di negeri Surabaya.

KINANTHI 22
Aku ijinkan untuk pulang, kepadamu adinda, kuberi kekuasaan, seperti yang sudah-sudah, Ki Sapanjang hanya bertugas menjaga, ketentraman negeri ini.

KINANTHI 23
(Sedangkan) engkau (Pangeran Pekik) di Mataram, jangan kecewa dan betahkanlah adinda, kuanggap semua sama, Pangeran Pekik merasa terharu dalam hati.

KINANTHI 24
Lekas ia menyembah kembali sambil berkata, duh paduka sang kekasih Dewa, hamba haturkan sendika (siap laksanakan), menjunjung tinggi panggilan paduka raja, bagai ditimpa banjir, guyuran gula dan madu.

..................

BERSAMBUNG

-o0o-

Bagian sebelumnya, baca [ DI SINI ]
Bagian selanjutnya, baca [ DI SINI ]

Judul asli:
Suluk Tambangraras

Pengarang:
KGPAA Amengkunegara III (Sunan Pakubuwana V)
Raden Ngabehi Yasadipura II (Ranggawarsita I)
Raden Ngabehi Sastradipura (Ahmad Ilham)
Raden Ngabehi Ranggasutrasna

Dituturkan ulang oleh:
Heru Sang Mahadewa
(Member Of One Day One Post)

0 komentar:

Posting Komentar

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *