Rabu, 25 Januari 2017

CANDI TEGOWANGI, PENDHARMAAN BHRE MATAHUN


Candi Tegowangi


Matahari baru naik sepenggalan. Burung-burung masih bercericit di atas ranting-ranting pohon bambu yang banyak tumbuh di dekat rumah saya. Hujan baru saja berhenti menjelang Subuh, setelah hampir sehari semalam mengguyur kampung halaman saya. Menguapkan aroma khas tanah yang basah.

Hari itu saya kebetulan sedang mudik ke kampung halaman di Nganjuk, sebuah kota kecil berjarak sekitar 150 km dari kota tempat saya mengais rejeki, kota udang Sidoarjo.

Setelah membersihkan diri sesaat, saya menyantap se-pincuk sego pecel godhong jati---seporsi nasi pecel dengan bungkus daun jati---yang sudah disiapkan ibu. Menu favorit saya sejak dulu. Setiap kali berkunjung ke tanah kelahiran, makanan itu wajib hukumnya untuk tidak dilewatkan.

Bersama jagoan kecil saya, pagi itu rencananya kami akan menjelajahi situs-situs sejarah yang ada di tetangga kota. Kediri.

Perjalanan saya mulai dengan mengambil rute jalan utama Nganjuk - Surabaya. Tiga puluh menit kemudian, setelah memacu laju motor matic butut satu-satunya yang saya miliki, sampailah kami di simpang Mengkreng (Braan). Selanjutnya, jalan yang mengarah ke Purwoasri menjadi pilihan jalur alternativ. Salah satu kota kecamatan di kabupaten Kediri yang terletak di tepian sungai Berantas itu saya capai sekitar lima belas menit.

Sejenak saya mampir ke sebuah mini market di daerah Ketawang, perbatasan antara kecamatan Purwoasri dan Plemahan. Keduanya sudah ikut wilayah kabupaten Kediri. Sekedar membeli soft drink dan cemilan untuk jagoan kecil saya, lalu perjalanan kami lanjutkan lagi menuju Bogo, ibu kota kecamatan Plemahan.

Dari simpang empat Bogo, laju kuda besi saya pacu ke arah timur (kota Pare). Desa Tegowangi yang menjadi tujuan pertama. Berjarak sekitar tiga kilometer dari Bogo, tepatnya di pertigaan desa Mejono (keduanya masih masuk wilayah kecamatan Plemahan), kami berbelok dengan menyusuri jalan kampung yang berpaving.

Setelah melewati sebuah peternakan lebah madu, kurang lebih satu kilometer dari pertigaan desa Mejono di jalur Bogo – Pare tadi, tampaklah sebuah situs sejarah, peninggalan dari Majapahit tempo dulu. Candi Tegowangi.

Tentang Candi Tegowangi
Situs peninggalan abad ke 14 era pemerintahan Majapahit ini berada di desa Tegowangi, kecamatan Plemahan, kabupaten Kediri.

Berdasarkan catatan yang saya baca di Serat Pararaton – Pupuh X bait 5 (Kitab yang mengisahkan raja-raja Singasari dan Majapahit), candi ini dibangun sebagai pendharmaan Radjasawardhana/Bhre Matahun Kapisan (Raden Larang), suami dari Radjasadhuhita Indhudewi/Bhre Lasêm Kapisan/Bhre Daha Katêlu, dua belas tahun setelah dia mangkat di tahun 1310 Saka (1388 M).

Radjasadhuhita Indhudewi adalah adik dari Bathara Ring Majapahit Kapat (raja Majapahit ke empat), Maharaja Sri Radjasanagara/Hayam Wuruk.

Berbeda dengan candi-candi peninggalan Majapahit yang kebanyakan berbahan batu bata merah, candi Tegowangi dibuat dari bahan batuan andesit. Meski sebagian badan candi telah rusak karena dimakan usia, secara umum kondisi situs ini sangat terawat. Lokasi sekitar candi tampak sangat bersih.

Untuk hal ini, saya patut memberikan apresiasi yang tinggi kepada pemerintah kabupaten Kediri dan masyarakat desa Tegowangi, atas kepedulian mereka merawat warisan benda purbakala.

Padi sekeliling dinding candi Tegowangi terdapat relief Kisah Sudamala. Sebuah cerita dalam pewayangan yang biasa dibawakan saat acara ruwatan, ritual masyarakat Jawa untuk menghapus kesialan, bencana atau musibah.

Kisah Sudamala selengkapnya silahkan [ Baca Disini ]

Kisah Sudamala pada relief Candi Tegowangi

Pada masa hidupnya, Bhre Matahun (Raden Larang) pernah terjangkit sebuah penyakit parah. Di desa Tegowangi, dia di-ruwat oleh Dang Hyang Mpu Smaranatha, seorang berilmu tinggi dari kota raja Majapahit. Itu sebabnya, sebelum mangkat, dia berpesan agar kelak di dharmakan di tempat itu.

Dang Hyang Mpu Smaranatha, selanjutnya dikenal masyarakat Majapahit dengan nama Sabda Palon. Beliau dipercaya sebagai Sang Pamomong Nusantara yang setia mengabdi kepada raja-raja Majapahit.

*****

Jika sahabat sekalian berkunjung ke kota tahu Kediri, tidak ada salahnya singgah ke situs bersejarah peninggalan kerajaan Majapahit ini.

Selain lokasinya yang sangat terawat, untuk memasuki area candi Tegowangi, kita tidak dipungut biaya alias gratis. Hanya membayar parkir kendaraan. Inipun tidak  dipatok taripnya, hanya seikhlas kita.


Heru Sang Mahadewa
Member of #OneDayOnePost

0 komentar:

Posting Komentar

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *