Candi Tegowangi |
Matahari baru naik sepenggalan.
Burung-burung masih bercericit di atas ranting-ranting pohon bambu yang banyak
tumbuh di dekat rumah saya. Hujan baru saja berhenti menjelang Subuh, setelah
hampir sehari semalam mengguyur kampung halaman saya. Menguapkan aroma khas
tanah yang basah.
Hari itu saya kebetulan sedang mudik
ke kampung halaman di Nganjuk, sebuah kota kecil berjarak sekitar 150 km dari kota
tempat saya mengais rejeki, kota udang Sidoarjo.
Setelah membersihkan diri sesaat, saya
menyantap se-pincuk sego pecel godhong
jati---seporsi nasi pecel dengan bungkus daun jati---yang sudah disiapkan
ibu. Menu favorit saya sejak dulu. Setiap kali berkunjung ke tanah kelahiran, makanan
itu wajib hukumnya untuk tidak dilewatkan.
Bersama jagoan kecil saya, pagi itu rencananya
kami akan menjelajahi situs-situs sejarah yang ada di tetangga kota. Kediri.
Perjalanan saya mulai dengan mengambil
rute jalan utama Nganjuk - Surabaya. Tiga puluh menit kemudian, setelah memacu
laju motor matic butut satu-satunya yang saya miliki, sampailah kami di simpang
Mengkreng (Braan). Selanjutnya, jalan yang mengarah ke Purwoasri menjadi
pilihan jalur alternativ. Salah satu kota kecamatan di kabupaten Kediri yang
terletak di tepian sungai Berantas itu saya capai sekitar lima belas menit.
Sejenak saya mampir ke sebuah
mini market di daerah Ketawang, perbatasan antara kecamatan Purwoasri dan
Plemahan. Keduanya sudah ikut wilayah kabupaten Kediri. Sekedar membeli soft
drink dan cemilan untuk jagoan kecil saya, lalu perjalanan kami lanjutkan lagi menuju
Bogo, ibu kota kecamatan Plemahan.
Dari simpang empat Bogo, laju kuda
besi saya pacu ke arah timur (kota Pare). Desa Tegowangi yang menjadi tujuan
pertama. Berjarak sekitar tiga kilometer dari Bogo, tepatnya di pertigaan desa
Mejono (keduanya masih masuk wilayah kecamatan Plemahan), kami berbelok dengan
menyusuri jalan kampung yang berpaving.
Setelah melewati sebuah peternakan
lebah madu, kurang lebih satu kilometer dari pertigaan desa Mejono di jalur
Bogo – Pare tadi, tampaklah sebuah situs sejarah, peninggalan dari Majapahit
tempo dulu. Candi Tegowangi.
Tentang
Candi Tegowangi
Situs peninggalan abad ke 14 era
pemerintahan Majapahit ini berada di desa Tegowangi, kecamatan Plemahan,
kabupaten Kediri.
Berdasarkan catatan yang saya baca di
Serat Pararaton – Pupuh X bait 5 (Kitab yang mengisahkan raja-raja Singasari
dan Majapahit), candi ini dibangun sebagai pendharmaan Radjasawardhana/Bhre
Matahun Kapisan (Raden Larang), suami dari Radjasadhuhita Indhudewi/Bhre Lasêm
Kapisan/Bhre Daha Katêlu, dua belas tahun setelah dia mangkat di tahun 1310
Saka (1388 M).
Radjasadhuhita Indhudewi adalah adik
dari Bathara Ring Majapahit Kapat
(raja Majapahit ke empat), Maharaja Sri Radjasanagara/Hayam Wuruk.
Berbeda dengan candi-candi peninggalan
Majapahit yang kebanyakan berbahan batu bata merah, candi Tegowangi dibuat dari
bahan batuan andesit. Meski sebagian badan candi telah rusak karena dimakan
usia, secara umum kondisi situs ini sangat terawat. Lokasi sekitar candi tampak sangat bersih.
Untuk hal ini, saya patut memberikan
apresiasi yang tinggi kepada pemerintah kabupaten Kediri dan masyarakat desa
Tegowangi, atas kepedulian mereka merawat warisan benda purbakala.
Padi sekeliling dinding candi
Tegowangi terdapat relief Kisah Sudamala. Sebuah cerita dalam pewayangan yang
biasa dibawakan saat acara ruwatan, ritual masyarakat Jawa untuk
menghapus kesialan, bencana atau musibah.
Kisah Sudamala selengkapnya silahkan [ Baca Disini ]
Kisah Sudamala pada relief Candi Tegowangi |
Pada masa hidupnya, Bhre Matahun
(Raden Larang) pernah terjangkit sebuah penyakit parah. Di desa
Tegowangi, dia di-ruwat oleh Dang Hyang Mpu Smaranatha, seorang berilmu tinggi
dari kota raja Majapahit. Itu sebabnya, sebelum mangkat, dia berpesan agar
kelak di dharmakan di tempat itu.
Dang Hyang Mpu Smaranatha, selanjutnya
dikenal masyarakat Majapahit dengan nama Sabda Palon. Beliau dipercaya sebagai Sang
Pamomong Nusantara yang setia mengabdi kepada raja-raja Majapahit.
*****
Jika
sahabat sekalian berkunjung ke kota tahu Kediri, tidak ada salahnya singgah ke
situs bersejarah peninggalan kerajaan Majapahit ini.
Selain
lokasinya yang sangat terawat, untuk memasuki area candi Tegowangi, kita tidak
dipungut biaya alias gratis. Hanya membayar parkir kendaraan. Inipun tidak dipatok taripnya, hanya seikhlas kita.
Heru Sang Mahadewa
Member of #OneDayOnePost
0 komentar:
Posting Komentar