Dang Hyang Kumbayana - katalog wayang |
Sang Bagaskara baru saja naik sepenggalan. Burung-burung
telah berhenti bercericit. Mereka mulai membuari terbang ke angkasa,
membentuk kawanan-kawanan di cakrawala. Kuru Setra dijejali orang-orang yang datang dari
segala penjuru Astina dan negeri-negeri tetangga.
Hari itu, Dang Hyang Kumbayana
menggelar pendadaran (adu kepintaran, adu kedigdayaan) untuk mencari siapa di antara murid-muridnya yang
telah sekian tahun berguru di pedepokan Sokalima menjadi yang terbaik.
Seluruh ksatria yang akan mengikuti pendadaran pun telah bersiap di Kuru Setra. Sebuah panggung
berdiri megah di tengah-tengah, dikelilingi ratusan pengunjung. Ada yang hanya ingin sekedar
menonton, ada pula yang turut memberikan dukungan kepada ksatria pilihannya.
Satu hari sebelum pendadaran itu,
diam-diam Destarastra memanggil Harya Sangkuni dan Dang Hyang Kumbayana.
Penguasa Astina itu menginginkan agar putra mahkotanya, Raden Suyudana dimuluskan
langkahnya untuk menjadi ksatria terbaik dalam ajang Pendadaran Sokalima nanti.
Guru Durna, nama lain Dang Hyang
Kumbayana menolak keras!
Putra Resi Baratwaja itu mengatakan
bahwa sebagai penguji, dia akan bersikap netral dan tidak boleh memihak kepada salah
satu calon ksatria. Meski seorang putra mahkota sekalipun.
Adu kepandaian dan kesaktian dimulai.
Harya Sangkuni yang menjadi
moderator, melempar buah dadu untuk mengundi. Keluar nama Raden Bratasena dan Raden
Dursasana. Keduanya langsung naik panggung.
Hanya butuh dua gerakan, Raden
Dursasana terpental jatuh dari panggung. Segmen kesatu ini menobatkan Raden
Bratasena menjadi pemenang.
Buah dadu dilempar lagi oleh
Harya Sangkuni. Keluar nama Raden Surtayu dan Raden Bratasena. Keduanya
langsung melompat naik ke atas panggung. Nahas, Raden Surtayu mengalami
nasib serupa dengan saudaranya, Dursasana.
Kembali buah dadu dilempar,
berturut-turut keluar nama Raden Bratasena lagi. Kali ini berhadapan dengan
Raden Citraksa. Nasibnya sama seperti pendahulunya. Terjungkal dari panggung. Diundi kembali. Lagi-lagi
nama Raden Bratasena yang keluar. Kstaria Pandawa itu berhadapan dengan Raden
Citraksi. Menang lagi.
Paman Yamawidura, politisi Partai Pandawa mulai curiga,
sang moderator, Harya Sangkuni sepertinya bermain curang. Dia sengaja
memunculkan nama Raden Bratasena terus-menerus untuk bertarung.
Pasti ada maksud tersembunyi dari
politisi kontroversi Partai Kurawa Astina
itu, protes Yamawidura. Namun Harya Sangkuni menyangkal. Dia mempersilahkan
siapa pun melihat buah dadu yang digunakan untuk mengundi nama para ksatria.
Hingga akhirnya, tersisa Raden
Kartamarma dan Raden Suyudana bersama lawan-lawannya dari ksatria Pandawa.
Tak beda dengan ksatria-ksatria Kurawa lainnya, Raden Kartamarma dipaksa kalah telak oleh ksatria Pandawa. Raden Bratasena.
Bratasena Adu Tanding dengan Raden Suyudana.
Undian kembali dilakukan. Kali
ini keluar nama Raden Bratasena dan sang putra mahkota Astina, Raden Suyudana, alias Raden Duryudana,
alias Raden Kurupati.
Raden Suyudana pun
bertarung melawan Raden Bratasena. Mereka beradu ketangkasan memainkan senjata
gada. Kali ini ksatria Pandawa mendapatkan lawan seimbang.
Adu kepintaran memanas ketika ada provokasi dari Raden Suyudana. Dia meledek dengan berkata bahwa para Pandawa adalah hasil
perselingkuhan Dewi Kunti dengan para Dewa. Ayah mereka, Prabu Pandudewanata telah mendapat
kutukan Resi Kindama tidak bisa memiliki keturunan selamanya.
Raden Bratasena termakan omongan Raden Suyudana. Ia marah lalu memukul mulut Raden Suyudana hingga robek dan berdarah.
Para simpatisan Partai Kurawa Astina tidak terima!
Puluhan kader partai yang syarat dengan tindakan korupsi itu beramai-ramai naik ke panggung untuk
mengeroyok Raden Bratasena. Arena adu kepintaran pun menjadi ricuh. Keadaan menjadi tak terkendali.
Melompatlah naik ke atas
panggung seorang pemuda berkulit bule. Semua kaget melihat ada pemuda desa tiba-tiba membantu Raden Bratasena sambil mulutnya memaki-maki
dengan kasar atas tindakan curang dan tidak sportiv anak-anak Kurawa.
Tak lama, menyusul naik panggung dua anak muda, lelaki dan wanita. Mereka melerai keributan di arena adu kepintaran. Tubuh Kakrasana, pemuda bule tadi segera ditarik turun oleh adik wanitanya, yang ternyata bernama Rara Ireng. Sementara kakaknya, Narayana meminta maaf kepada Dretarastra atas ulah kakaknya itu. Kelak, mereka dikenal sebagai Baladewa, Sembadra dan Kresna.
Dretarastra tidak terima!
Dia memerintahkan prajurit Astina menangkap pemuda yang berani memukuli anak-anak Kurawa. Namun, dalam sekejap, Narayana segera
membawa kakaknya Kakrasana, dan adiknya Rara Ireng menjauhi panggung lalu tiba-tiba menghilang dari kerumunan penonton. Para prajurit mencari ke mana-mana tetapi
tidak berhasil menemukan.
RADEN PERMADI MENGALAHKAN RADEN PUNTADEWA.
Dang Hyang Kumbayana men-diskualifikasi Raden
Bratasena karena telah menyebabkan
mulut cablak Raden Suyudana robek.
Rencana Harya Sangkuni berjalan mulus. Para ksatria Kurawa gagal menguras tenaga Raden Bratasena. Siasat pun
diubah, Raden Suyudana memancing kemarahannya agar dikeluarkan dari pertandingan.
Kembali Harya Sangkuni melemparkan buah dadu undian. Kali ini yang muncul adalah nama Raden Permadi (Pandawa nomor tiga) dan Raden Nakula (Pandawa nomor empat). Prediksi politisi Partai Kurawa Astina tepat, Raden Nakula mundur bertanding karena tidak mau melawan
kakak sendiri.
Buah dadu selanjutnya kembali memunculkan nama Raden Permadi, dan yang menjadi lawannya adalah
Raden Sadewa (Pandawa nomor lima). Sama seperti Raden Nakula, Raden Sadewa juga mundur karena tidak mau bertarung dengan kakaknya.
Kini tinggal ada tiga nama ksatria yang tersisa. Raden Suyudana, Raden Puntadewa, dan Raden Permadi.
Sejak
tadi Harya Sangkuni selalu memainkan akal bulusnya sebagai moderator. Dia mengatur undian agar nama Raden Bratasena selalu muncul, dan kini mengatur nama
Raden Permadi supaya muncul terus pula. Sebagai lawannya, kali
ini adalah Raden Puntadewa (Pandawa nomor satu).
Raden Puntadewa dan Raden Permadi
telah berhadapan di atas panggung. Harya Sangkuni menyindir Raden Permadi
sebaiknya mundur sebagai bhakti kepada saudara tua. Seperti Nakula dan Sadewa tadi.
Raden
Puntadewa dikenal sebagai Ajitasatru, ksatria yang tidak mau membalas pukulan saat bertarung. Tentunya tidak pantas jika
Raden Permadi mempermalukan kakaknya itu di hadapan ratusan penonton.
Prediksi Harya Sangkuni, jika Raden Permadi mundur, maka Raden Puntadewa tinggal berhadapan dengan Raden Suyudana. Skenario ini akan membuat putra mahkota Astina melenggang kangkung sebagai pemenang Pendadaran Sokalima.
Di luar dugaan, Raden Puntadewa melarang Raden
Permadi termakan hasutan Harya Sangkuni. Dia memerintahkan adiknya agar menunjukkan kepandaian memanah dengan sungguh-sungguh.
Di antara murid-murid
Padepokan Sokalima, Raden Puntadewa adalah yang paling pandai melempar lembing. Dia pun langsung melemparkan lembing-lembingnya kepada Raden Permadi. Jika
nanti Raden Permadi mampu mengalahkannya, itu bukan berarti seorang adik
mempermalukan kakaknya, tetapi justru sang adik
membuat kakaknya bangga.
Raden Permadi kini merasa mantap.
Satu persatu panah-panahnya melumpuhkan lemparan lembing kakaknya. Setelah lembing Raden Puntadewa habis, Raden Permadi ganti menghujani sang kakak dengan ratusan
panah.
Semua yang ada di Kuru Setra tercengang!
Tak ada satu panah pun yang melukai Raden Puntadewa. Lesatan-lesatan senjata dari busur Raden Permadi justru tersusun rapi membentuk sebuah kursi.
Raden Permadi menyembah
Raden Puntadewa, lalu mempersilakan kakaknya itu untuk duduk di atas kursi panah.
Raden Puntadewa pun duduk sambil mengumumkan bahwa dirinya dengan bangga menyatakan
kalah di tangan sang adik.
Sontak semua prnonton bersorak
memuji kehebatan Raden Permadi yang berhasil mengalahkan Raden Puntadewa tanpa
mempermalukan kakaknya itu.
Sementara sang moderator, Harya Sangkuni sangat kecewa karena skenarionya gagal total. Dia sadar, tak mungkin Raden Suyudana mampu melanjutkan pendadaran dengan menghadapi kesaktian Raden Permadi, alias Arjuna!
*****
Kisah Pendadaran siswa Sokalima diatas
adalah refleksi dari Debat Cagub dan Cawagub dalam Pilkada DKI.
Ada tiga kandidat yang sedang diuji
kepandaiannya dalam debat. Layaknya para ksatria murid-murid Dang
Hyang Kumbayana, ketiga pasangan calon akan saling menunjukkan kedigdayaannya. Dalam
hal visi dan misi tentunya.
Semua pasti berharap bahwa dalam debat
dan Pilkada nanti, tidak ada Destaratra yang rela berbuat apa saja untuk memuluskan
langkah putra mahkota, Raden Suyudana. Juga tak boleh ada Harya Sangkuni di ibu
kota. Biarlah semua kandidat bertarung secara ksatria. Jangan ada provokasi menyerang lawan dengan masalah pribadi atau kasus pribadi yang sedang menjeratnya, seperti ledekan Suyudana kepada Bratasena.
Kita
lihat, siapa diantara ketiga kontestan Pilkada DKI 2017 yang layak menjadi
murid terbaik padepokan Sokalima Jakarta.
Heru Sang Mahadewa
Member of #OneDayOnePost
Luar biasa Mas Heru. Bisa mengolah kisah pewayangan menjadi cerita aktual.
BalasHapusMantap tenan...
Matur suwun Pak Parto
BalasHapus