Surya Majapahit - image google |
Masih dalam misi mewujudkan resolusi untuk bisa menerbitkan sebuah
buku bertema fiksi sejarah di tahun 2017 ini, saya meneruskan blusukan (keluar masuk) ke
situs-situs sejarah di Trowulan.
Setelah beristirahat sejenak di kolam
Segaran, kembali saya pacu laju sepeda motor menuju arah timur kolam. Hanya berjarak
sekitar seratus meter dari telaga di tengah kota raja Majapahit. Sebuah situs
yang belum selesai pemugarannya saya singgahi.
CANDI
MENAK JINGGO
Reruntuhan candi Menak Jinggo di bawah pohon Mojo |
Terletak di dusun Unggah-Unggahan, desa
Trowulan, kecamatan Trowulan, kabupaten Mojokerto.
Situs ini merupakan satu-satunya
bangunan candi di Trowulan yang berbahan batu andesit. Lazimnya, hampir seluruh
peninggalan kerajaan Majapahit terbuat dari batu bata merah. Candi ini terletak
tak jauh dari kolam Segaran.
Sampai sekarang, belum jelas apa
kegunaan situs yang kini tinggal reruntuhan itu.
Berdasarkan data yang saya temui di
Museum Majapahit, ketika pertama kali ditemukan, terdapat sebuah arca berbentuk
garuda di komplek situs tersebut. Masyarakat setempat meyakini arca itu sebagai
simbol perwujudan Prabu Menak Jinggo (Bhre Wirabumi), penguasa Blambangan (kini
kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur) yang tergila-gila kepada Dyah Suhita (Ratu
Kencana Wungu).
Tidak banyak informasi yang bisa saya gali di
candi Menak Jinggo. Hanya reuntuhan pondasi bangunan candi dan beberapa susunan
batu bata merah yang belum diteruskan pemugarannya oleh para arkeolog.
Di komplek candi Menak Jinggo banyak
tumbuh pohon Mojo. Dalam bahasa ilmiah disebut Aegle Marmelos Correa. Buahnya sungguh menggoda, tetapi rasanya
sangat pahit jika dimakan.
Dahulu, ketika membuka hutan Tarik,
para pengikut Sanggramawijaya (raden Wijaya) tertipu dengan penampakan buah
ini. Tanah perdikan itu pun selanjutnya dinamakan Mojopahit (Majapahit).
MAKAM
PUTRI CAMPA
Makam Putri Campa - foto BPPD Kabupaten Mojokerto |
Masih di sekitar kolam Segaran dan
Candi Menak Jinggo, terdapat sebuah situs makam Putri Campa.
Berada di komplek pemakaman umum,
situs ini terkesan tidak terawat. Baik pintu gerbang, pemakaman maupun bangunan
utama terlihat sangat kotor. Saya bahkan tidak menemukan satu juru kunci atau
petugas penjaga situs disana.
Berdasar data yang saya gali di Museum
Majapahit, dalam komplek itu terdapat beberapa makam kuno bercorak Islam dengan angka yang tertulis pada batu-batu nisan sekitar abad ke-14. Pada bangunan utama, Putri Campa beserta suaminya Prabu
Brawijaya V (Damar Wulan) dimakamkan.
Makam Putri Campa ditandai hanya
dengan satu batu nisan di atas kepala. Sementara makam Prabu Brawijaya V
ditandai dengan dua batu nisan di atas kaki dan kepala.
Putri Campa bernama asli Siu Ban Ci,
berasal dari negeri Campa (sekarang Vietnam). Ia adalah bibi dari kanjeng Sunan
Ampel. Berkat bimbingannya, Prabu Brawijaya V menjadi Muallaf menjelang akhir hayatnya.
Dari pernikahannya dengan Prabu
Brawijaya V, Putri Campa memiliki anak laki-laki bernama Panembahan Jin Bun (Jim Bun)
yang kelak dikenal sebagai Raden Fattah (Raden Pattah). Beliau adalah raja
Islam pertama di tanah Jawa. Pendiri kesultanan Demak Bintoro.
Aura mistis begitu kental saya tangkap
sejak pertama kali menginjakkan kaki di situs makam putri Campa ini.
Karena sedang mengajak jagoan kecil,
saya buru-buru meninggalkan situs itu. Semakin lama berada di komplek makam,
aura tidak bersahabat semakin membuat perasaan tidak enak. Saya juga tidak
sempat mengambil foto disana.
Akhirnya perjalanan saya lanjutkan ke
situs-situs lainnya di Trowulan.
BERSAMBUNG
Heru Sang Mahadewa
Member of #OneDayOnePost
0 komentar:
Posting Komentar