ilustrasi gambar: Yayasan Wacana |
PANGKUR 1
Jika kalian telah memilih, pulanglah ke negeri
masing-masing, kusertai doa semoga selamat dalam perjalanan, kepada kalian
semua, telah digariskan suratan takdir (maka) tutuplah (segala permusuhan),
Panembahan Senopati berkata, wahai adinda (penguasa) di Surawesthi.
PANGKUR 2
Menindaklanjuti kehendak, perkataan dari
Panembahan Sunan Giri Prapen, hanya adinda dan aku, sesuai suratan, agar
memilih wadah dan isinya, mana yang diinginkan, silahkan adinda memilih dahulu.
PANGKUR 3
Hamba terima tanpa menolak, terlihat Pangeran
Surawesthi, sangat gugup perasaannya, lalu berucap, Kakang Senopati Ing Alaga
Mataram, mantab pikiran hamba, memilih yang isi.
PANGKUR 4
Kakang kebagian wadah, Senopati Ing Alaga berkata
pelan, aku wadahnya adinda, iya sudah saling bisa menerima, Sunan Giri Prapen
menjadi saksi, segera berpamitanlah Panembahan, dan juga para Adipati.
PANGKUR 5
Panembahan Senopati, telah pulang ke negeri
Mataram, para pembesar-pembesar Brang Wetan juga sudah, pulang sendiri-sendiri,
tidak diceritakan bagaimana utusan di Giri, datang menghadap dan mengaturkan
sembah, lalu berkata sambil menuding.
PANGKUR 6
Duh gusti telah dikatakan, putra paduka Pangeran
Surabanggi, memilih dahulu, oleh Kangjeng Senopati, Surawesthi yang dipilih
isinya, wadanya Panembahan, menerima diberi isinya.
PANGKUR 7
Tersenyum Kangjeng Sunan Giri, ketahuilah kodrat
tidak bisa diubah, oleh manusia, bahwa kelak negeri-negeri di Brang Wetan
menjadi bawahan Mataram, isi jika tidak mau tunduk kepada, yang memimpin
negeri.
PANGKUR 8
Tentu tidak diperkenankan tinggal, jika menolak untuk
tunduk tentu akan mati, jadi harus menurut, kepada yang memiliki wadah, adanya
Giri akan berganti, iya raja negeri Mataram, Panembahan Senopati.
PANGKUR 9
Dia menjadi raja, lamanya hanya tiga puluh tahun,
lalu tutup usia, digantikan putranya, Pangeran Adipati Anom Ing Mataram,
bergelar Kangjeng Susuhunan Diningrat Anyakrawati.
PANGKUR 10
Hanya dua belas tahun, lamanya menjadi raja,
Kangjeng Susuhunan lalu tiada, digantikan putra mahkota, Pangeran Adipati Anom
Ing Mataram, bergelar Kangjeng Susuhunan, Sultan Agung Ing Mataram.
PANGKUR 11
Prabu Anyakrakusuma, begitulah Pangeran
Surawesthi, menyurati para Tumenggung, macanegara Brang Wetan, agar semua
berkumpul di Surabaya, (mereka) membahas keinginan perang, menggempur negeri
Mataram.
PANGKUR 12
Cita-cita, para Bupati tidak ada yang menolak,
keesokan harinya segera berangkat pasukan dengan bergemuruh, seluruh prajurit
gabungan, mampir ke istana Giri Kedhaton, lalu menghadap kepada Kangjeng Sunan
Giri Prapen.
-o0o-
Sultan Agung memanggil Pangeran Pekik di Surabaya,
lalu dijodohkan dengan Ratu Pandhansari, adik Sultan Agung. Pangeran Pekik
diperintahkan menaklukkan Giri, maka berangkatlah bersama istrinya.
Karena Sunan Giri Prapen tidak bersedia untuk
menyerah, maka terjadilah perang antara Surabaya dan Giri.
Sunan Giri Prapen mengandalkan murid sekaligus
putra angkatnya, seorang prajurit China beragama Islam yang bernama Endrasena.
Ketika sedang ramai pecah perang, putra Sunan Giri
Prapen dari istri selir yang bernama Raden Jayengresmi mengatakan agar
ramandanya tidak melawan Sultan Agung. Sarannya tidak dituruti, sang putra lalu
meloloskan diri dari perang dengan didampingi dua abdinya, santri Gathak dan
Gathuk.
-o0o-
PANGKUR 13
Sudah tua Kangjeng Sunan Giri Prapen, (setelah)
datang di hadapan Kangjeng Sunan berkata lembut, duh para putraku, katakan apa
yang menjadi kehendak, hingga kalian semua datang di hadapanku, apa ada masalah
yang mendesak, Kangjeng Pangeran Surawesthi.
PANGKUR 14
Dan Adipati Singosari, menghaturkan sembah kepada
Kangjeng Sunan Giri Prapen, mohon maaf ulama, hamba bersama para saudara, telah
sepakat akan menggempur Mataram, mohon ijin kepada sang ulama, juga restu yang
baik.
PANGKUR 15
Kangjeng Sunan berkata lembut, saat ini belum
waktunya nak, para Bupati kembali berkata, agar berkenan di hati (Kangjeng
Sunan), sehingga sang ulama memberi ijin dan restu, Kangjeng Sunan berkata
lembut (lagi), mustahil Mataram akan jebol.
PANGKUR 16
Setelah ini orang-orang Brang Wetan, justru
sebaiknya segera mengungsi, tidak pernah batal dibawa, ke negeri Mataram,
Pangeran Surawesthi tidak bergeming hatinya, juga semua Bupati, mengakhiri
menghadap sang ulama.
PANGKUR 17
Berkata sang pemimpin ulama, jika itu yang kalian
inginkan, maka hati-hatilah nak, aku serahkan semua kepada Hyang Suksma (Allah
SWT), manis pahit dalam takdir pasti akan terjadi, bergegas semua Bupati,
mengakhiri (pertemuan) dengan sang ulama.
PANGKUR 18
Berangkat seluruh pasukan gabungan, tidak
diceritakan bagiamana pergerakan mereka, akhirnya justru lari tunggang langgang,
kemenangan (berada di pihak) Ngeksiganda (Mataram), para petinggi Mataram tidak
ada yang merasa gentar, para Bupati Brang Wetan, dipukul mundur.
PANGKUR 19
Ada yang meninggal, ada yang terluka, ada yang menyerah,
Mataram pun semakin termahsyur, wibawa sang raja, kesaktian para punggawanya
tiada tertandingi, keraton mereka dilindungi, dan dikasihi oleh Hyang Widdhi
(Allah SWT).
PANGKUR 20
Subur makmur dan sejahtera, damai tentram semua
rakyat kecil, mengalir terus pahala sang raja, seluruh Bupati, tunduk dan tidak
ada satu pun yang bersekutu, patuh dan takut kepada sang raja, semua setia
lahir batin.
PANGKUR 21
Pertahanan dan kejayaan negeri, jika dikisahkan
semalam pun tiada pernah habis, maka dilantunkanlah kidung (tembang) pembuka, ketika
Raja di Mataram, Sultan Agung Sri Anyakrakusuma, sedang memimpin pertemuan
rutin, lengkap semua yang menghadap.
PANGKUR 22
Pasukan dan kerabat raja, Panembahan Purbaya
menurut ulama, tiada putus hubungan kekerabatan, Kangjeng Sultan lalu berkata
lembut, Iya kabarnya Uwa Purbaya, Pangeran di Surabaya, sekarang telah dewasa.
PANGKUR 23
Yang tertinggal hanya putranya, Ki Mas Pekik yang
menjadi anak sulung, Uwa itu aku inginkan, panggillah dia ke Mataram, aku ingin
melihat wajahnya, katakan kepada Panembahan, itu yang paling penting.
PANGKUR 24
Hamba laksanakan kehendak paduka, sang raja
kembali berkata lembut, Alap-Alap prajurit reaksi cepatku, pergilah ke Surabaya,
panggil Pangeran Pekik Surengkewuh, selesai ucapan (sang raja), (utusan) pamit
sambil menghaturkan sembah.
BERSAMBUNG
-o0o-
Bagian selanjutnya, baca [ DI SINI ]
Judul asli:
Suluk Tambangraras
Pengarang:
KGPAA Amengkunegara III (Sunan Pakubuwana
V)
Raden Ngabehi Yasadipura II (Ranggawarsita
I)
Raden Ngabehi Sastradipura (Ahmad Ilham)
Raden Ngabehi Ranggasutrasna
Dituturkan ulang oleh:
Heru Sang Mahadewa
(Member Of One Day One Post)
0 komentar:
Posting Komentar