ilustrasi gambar: Yayasan Wacana |
PUPUH 8
KINANTHI 1
Dari lubuk hati hamba, pangeran di Surawesthi,
sudah selayaknya hamba wajib haturkan bhakti, kepada paduka yang mulia, yang
berbudi luhur dan memiliki derajat, ialah paduka yang mulia.
KINANTHI 2
Kemandirian negeri Mataram, di seluruh tanah Jawa
hanya satu, hingga hamba dipanggil, semua tidak ada yang menolak, (maka) kami
telah datang, menghadap kepada paduka raja.
KINANTHI 3
Diserahkannya jiwa dan raga (Pangeran di
Surawesthi), telah didengar oleh Kangjeng Sultan, perkataan uwanya (itu),
seketika bahagialah hatinya, mengetahui Pangeran Surabaya, beserta istrinya
telah datang menghadap.
KINANTHI 4
Menunggu (untuk menghadap) di sebelah selatan
pohon Beringin-Kurung, dengan tingkah memelas, maka diperintahkanlah untuk
memanggil, abdi dalem menemui pangeran, beriringan mereka naik ke paseban.
KINANTHI 5
Menghadaplah dengan langkah merunduk, semua yang
melihat takjub, oleh aura wajah pangeran, semua saling mencuri pandang Kangjeng
Bupati, oleh sorot keindahan, gurat wajahnya sungguh tampan.
KINANTHI 6
(Setelah) memenuhi kehendak (perintah panggilan) sang
prabu, sangat dekat posisi dia mengadap, lalu menunduk dan menyembah hingga
menyentuh ubin, di akhir sembahnya, keris di pinggangnya diletakkan di sebelah
kanan, lalu lekas memuja.
KINANTHI 7
Dan berkata dengan pelan, suaranya terbata-bata
bercampur gemetar, Duh gusti yang termahsyur, mustika tanah Jawa, yang patut
dipuja dan dihormati, yang berjuluk Kalifatullah.
KINANTHI 8
Sungguh sang pandhita (ulama/raja) yang tiada
tertandingi, berbudi luhur dan penuh kasih sayang, penguasa yang bijaksana dan
berhati mulia, selalu berbaik hati kepada para abdi, senantiasa tulus tiada pilih-pilih,
dalam mencintai sesamanya.
KINANTHI 9
Punggawa keraton baik pembesar maupun rakyat kecil,
tiada yang kecewa, bersatu dalam mentaati kehendak (paduka), patuh lahir batin,
seluruh rakyat Mataram, dibawah kepemimpinan raja bijaksana.
KINANTHI 10
Kepandaiannya tiada tertandingi, tersyohor di
segala penjuru bumi, pemimpin besar yang paling unggul, cerdas dan tepat dalam
memimpin, keharuman namanya tersebar, senantiasa dikasihi Hyang Widdhi (Allah
SWT).
KINANTHI 11
Seorang perwira yang memiliki ilmu berlebih, ia selalu
patuh, memegang teguh agama mulia, beliau Nabi, Muhamamad (yang telah menyebar
di) Jawa, hingga menjadikan kian indah negeri Mataram.
KINANTHI 12
Duh Kangjeng Gusti Prabu, datangnya hamba sebagai
abdi, menyerahkan hidup mati, karena merasa bersalah besar, telah berani, nekad
menginjakkan kaki (menghadap).
KINANTHI 13
Betapa nisatanya, lupa diri dan tidak menyadari, anugerah
paduka raja, terhadap jiwa dan raga keturunan mulianya, kebaikan yang
terlimpah, kepada saudara rakyat dan warga, tiada terlewat dari berkah paduka
sang raja.
KINANTHI 14
Tiada henti salam, yang mustahil dari sang abdi, bisa
menghaturkan sebagai, bhakti yang tulus, Oh gusti sungguh hamba yang masih
muda, mustahil mengerti akan kebaikan.
KINANTHI 15
Jika kangjeng paduka prabu, tidak memberikan berkah
kepada abdi, sudah pasti akan menderita, durhaka selamanya, maka dari itu hamba
mempersilahkan, apa yang dikehendaki sang Bupati.
KINANTHI 16
Setelah itu Kangjeng Sinuhun (paduka raja), berkata
dalam hati, anak ini tampan dan rendah hati, bicaranya sopan, tegas dan ikhlas menerima,
tiada terlihat berdusta.
KINANTHI 17
Dari perasaan hatiku, ia bisa menjadi sandaran
hati, layak membantuku (karena) berwibawa, menurunkan pemimpin tanah Jawa, (jika)
memasukkan (dia) ke dalam kekuasaan yang besar, maka berkatalah (paduka raja) dengan
lembut.
KINANTHI 18
Sudah-sudah, duduklah kemnali putraku, iya apalah
yang kau pikirkan, duh adinda (adipati) Surabaya, engkau kupanggil, datang menghadapku,
sudah ditentukan oleh kehendak Widdhi (Allah SWT).
KINANTHI 19
Karena kesetiaan adinda, dalam mengemban (kewajiban
sungguh mulia bagai) emas, ibarat aku sebuah pancuran, engkau adalah sebuah
telaga, adinda sebagai wadah, sedangkan aku hanya isinya.
KINANTHI 20
Peribahasa yang kukatakan ini, artinya sudah
digarikan, bahwa engkau tidak dapat dipisahkan, ikut memberikan keturunan
kelak, para raja tanah Jawa, istri adinda yang memberi itu.
KINANTHI 21
Aku sebagai seorang lelaki, maka kuperintahkan, kelak
engkau tinggalah di Mataram, di sebelah timur keraton, menikah dan mendirikan
kadipaten, bertempat tinggal di negeri Surabaya.
KINANTHI 22
Aku ijinkan untuk pulang, kepadamu adinda, kuberi
kekuasaan, seperti yang sudah-sudah, Ki Sapanjang hanya bertugas menjaga,
ketentraman negeri ini.
KINANTHI 23
(Sedangkan) engkau (Pangeran Pekik) di Mataram,
jangan kecewa dan betahkanlah adinda, kuanggap semua sama, Pangeran Pekik merasa
terharu dalam hati.
KINANTHI 24
Lekas ia menyembah kembali sambil berkata, duh
paduka sang kekasih Dewa, hamba haturkan sendika (siap laksanakan), menjunjung
tinggi panggilan paduka raja, bagai ditimpa banjir, guyuran gula dan madu.
..................
BERSAMBUNG
-o0o-
Bagian selanjutnya, baca [ DI SINI ]
Judul asli:
Suluk Tambangraras
Pengarang:
KGPAA Amengkunegara III (Sunan Pakubuwana
V)
Raden Ngabehi Yasadipura II (Ranggawarsita
I)
Raden Ngabehi Sastradipura (Ahmad Ilham)
Raden Ngabehi Ranggasutrasna
Dituturkan ulang oleh:
Heru Sang Mahadewa
(Member Of One Day One Post)
0 komentar:
Posting Komentar