“Kita
sepakati bahwa turnamen tahun ini adalah sepakbola, bukan futsal seperti
tahun-tahun sebelumnya!” tutup saya diakhir diskusi.
“Setuju!”
serempak temen-teman yang didaulat menjadi panitia mengiyakan ucapan saya.
“Hasil
diskusi hari ini akan segera kita sosialisasikan ke seluruh bagian, pendaftaran
tim peserta dibuka mulai hari ini” imbuh saya.
Hari
ini saya bersama beberapa teman menggagas sebuah kegiatan perlombaan sepakbola
(turnamen) dengan melibatkan antar bagian di tempat kerja kami.
Ide
yang muncul adalah kompetisi futsal dan sepakbola. Namun setelah melalui
perdebatan panjang, saya dan teman-teman sepakat untuk tahun ini kami akan
menggulirkan kompetisi sepakbola (selama
beberapa tahun terakhir kami menggelar turnamen futsal).
Selain
memberi nuansa baru dalam event yang rutin kami selenggarakan untuk menumbuhkan
sportivitas karyawan ini, turnamen sepakbola sengaja dipilih sebagai bentuk
keprihatinan kaum pinggiran (buruh
pabrik) atas konflik tiada akhir antara Menpora
Pak Imam Nahrowi dengan PSSI dibawah kepemimpinan Pak La Nyalla Mattaliti. Setidaknya kami ingin menunjukkan bahwa harapan
untuk menghidupkan lagi aktivitas sepakbola belum sirna. Asa itu masih ada.
Diakhir
diskusi, saya sempat dilempar sebuah pertanyaan dari seorang teman yang nimbrung di ruang Serikat Pekerja itu.
“Yok
opo cak perkembangane bal-balan saiki?”
“(Bagaimana perkembangan sepakbola kita
sekarang mas?)”
“Wis
padang jane rek, Mahkamah Agung wis mutusne pembekuan PSSI dicabut, jare Cak
Imam gak suwe maneh yo kate dicabut” jawab saya.
“(Sudah ada titik terang, MA telah memutuskan
pembekuan PSSI agar dicabut, kata Pak Imam pun tak lama lagi segera dicabut)”
Obrolan
menjadi semakin melebar ketika kami membahas bahwa hingga hampir tiga minggu
setelah keputusan Mahkamah Agung, belum ada reaksi apa pun dari Menpora Imam
Nahrowi untuk beritikad mematuhi produk hukum dari pengadilan tertinggi itu.
Ada dua hal kontroversi yang patut dicermati.
Pertama telah
terjadi hatt trick PSSI dengan meng-knock out Menpora melalui tiga kali
kemenangan beruntun dalam gugatan atas pembekuan oleh Pak Imam Nahrowi. Setelah
PTUN Jakarta Pusat dan PT TUN DKI Jakarta memenangkan La Nyalla cs, akhirnya
Mahkamah Agung juga memutuskan kemenangan PSSI atas Menpora. Skor 3-0 untuk
Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia. Namun hingga hari ini tidak ada sinyal sama sekali bahwa Menpora akan patuh dengan melaksanakan amar putusan itu.
Kedua, seminggu
setelah keputusan MA tersebut, Kejaksaan Tinggi Jawa Timur resmi menetapkan
sang ketua umum PSSI La Nyalla Mattaliti sebagai tersangka dugaan kasus dana
hibah di Kadin (Kamar Dagang dan Industri) Jawa Timur. Posisi La Nyalla sendiri
di Kadin Jatim juga sebagai ketua umum.
Kesimpulannya,
psiwar Pak Imam Nahrowi selama ini bahwa
PSSI adalah sarang mafia ada benarnya (mungkin). Tetapi sikap ngotot pengurus PSSI
yang menentang kebijakan sang Menpora dalam mereformasi sepakbola pun bukanlah sikap yang bijak. Bagaimanapun juga Pak Imam Nahrowi adalah
wakil pemerintah, sehingga menentangnya sama saja dengan melawan negara.
Tetapi
ada hal yang dilupakan Menpora. Bahwa untuk menangkap seekor tikus didalam
rumah, kita tak perlu membakar habis rumah kita sendiri. Membenahi tata kelola sepakbola Indonesia tentu tidak
perlu harus menghentikan seluruh aktivitas sepakbola negeri ini, yang berimbas pada
bubarnya tim nasional Merah Putih.
Hendaknya Pak Imam Nahrowi segera legowo untuk mencabut
SK Pembekuan PSSI (sesuai keputusan MA). Begitu pula dengan Pak La Nyalla
Mattaliti, sesuai statuta FIFA dan PSSI sendiri maka ia juga harus berbesar
hati segera mengundurkan diri sebagai ketua umum PSSI (regulasi FIFA mengharuskan pemimpin induk organisasi yang tersangkut
kasus hukum mundur).
Diskusi kami akhirnya berakhir setelah durasi ijin dari atasan (dispensasi) untuk berkumpul di ruang Serikat Pekerja telah habis.
Diskusi kami akhirnya berakhir setelah durasi ijin dari atasan (dispensasi) untuk berkumpul di ruang Serikat Pekerja telah habis.
Surabaya, 31 Maret 2016
(Heru Sang Mahadewa)
#OneDayOnePosting
#PostingHariKeduaPuluhEmpat
#MenulisKejadianHariIni
setuju her, untk menangkap tikus tak perlu membakar rumahnya,
BalasHapussetuju her, untk menangkap tikus tak perlu membakar rumahnya,
BalasHapusIya, tp skrg udh trlanjur dihanguskan pak menteri
Hapusaku suka quote yang ada di foto itu mas heru.. jadi inget obito..:D
BalasHapusHehee ...
Hapusbetul...seperti kalau kita ingin makan jambu manis yang ada bagian busuknya, kita hanya perlu membuang yang busuknya saja. tidak perlu membuang semuanya. karena maanisnya layak kita rasa
BalasHapussaya suka sekali makan buah jambu yang sebagian tubuhnya busuk, rasanya justru lebih "Nyuss" setelah busuknya kita buang ...
Hapusterima kasih sudah mampir mbk Wiwid
Semoga kondisi persepakan bola Indonesia lekad membaik.
BalasHapus