“Aku ingin
melihat jenasah saudaraku untuk terakhir kali!” dengan nada memelas Rara Parameswari Sri Wardhani memohon.
"Ijinkan aku menyeberang."
“Maafkan aku adinda, kali ini aku tidak bisa mengabulkan permohonanmu.” jawab Rakryan Isanawikrama Dharmatunggadewa.
Hari menjelang senja, sang lazuardi melukiskan diri dihamparan tawang (langit) sebelah barat. Sepasang kekasih itu sedang berdiri di tepian pelabuhan.
"Ijinkan aku menyeberang."
“Maafkan aku adinda, kali ini aku tidak bisa mengabulkan permohonanmu.” jawab Rakryan Isanawikrama Dharmatunggadewa.
Hari menjelang senja, sang lazuardi melukiskan diri dihamparan tawang (langit) sebelah barat. Sepasang kekasih itu sedang berdiri di tepian pelabuhan.
Sang gadis matanya sembab, menatap
kearah seberang bengawan Brantas. Dari dermaga pelabuhan Bandar Alim, dia hanya
bisa melihat upacara kremasi pasukan Melayu (Sriwijaya).
“Kakanda harus membunuh
kakakmu, agar mereka segera mundur ke Ujung Galuh!”
Gadis itu kembali
larut dalam tangis, diapun terduduk lemas sambil memeluk lutut. Tak
menghiraukan bujukan lelaki yang masih setia menungguinya.
Lama mereka tak
beranjak, hingga senja pun digusur pekatnya petang. Perlahan mendung mulai menggelayut
diatas Bandar Alim.
Tetap seperti
keadaan semula, Rara
Parameswari Sri Wardhani masih belum mau meninggalkan
tepian dermaga. Langit semakin gelap, tetesan
gerimis mulai membasahi punggung mereka.
Sesekali kilat menyombongkan
diri dengan cahayanya. Disusul gelegar suara petir
menyahut.
“Ayo kita pulang
ke Wawutan Mas, sebentar lagi pasukan Melayu juga akan mundur ke Ujung Galuh”
Isanawikrama mengulurkan tangan ke sang kekasih.
Tak ada kata-kata
keluar dari bibir Rara
Parameswari Sri Wardhani. Dia pun akhirnya menyerah, lalu berdiri dan bergelayut
pasrah dipelukan belahan jiwanya.
***********
Sebelas abad berlalu,
“Jadi apa yang ingin kamu katakan
sekarang?” Vhellyn membuka percakapan sambil memainkan poni lucunya, seolah-olah
meledek aku yang dari tadi belum berani berbicara sepatah kata pun.
Kami duduk berhadap-hadapan disebuah
meja yang terletak di pojok sebuah Café di pinggiran kota.
“Aku ingin berterus terang kepadamu.”
jawabku terbata-bata, kusedot dalam-dalam es Coca Cola, padahal aku tak merasa
haus sedikitpun.
“Oh ya, tentang apa Raffa?”
“Apakah kita pernah bertemu
sebelumnya? aku seperti pernah mengenalmu.”
“Sepertinya tidak!” jawabnya singkat
sambil tersenyum, dia kernyitkan dahi sambil menatapku santai.
Mata kami bertemu, saling bertatap
sesaat. Sunggingan dari bibir indahnya membuat detak jantungku terasa berhenti.
Aku tertunduk, lalu berpura pura
mengalihkan perhatian dengan kembali menyedot es Coca Cola tanpa membalas senyumnya. Ah, aku seperti
anak sekolah yang ketahuan guru sedang mencontek saat ujian.
“Aku lupa kapan dan dimana, tapi
perasaanku mengatakan kita pernah kenal.” lanjutku lirih.
“Ehm, masa sich?”
“Jujur ya, sebenarnya aku juga
merasakan ada yang aneh, sepertinya aku tidak asing dengan wajah kamu Raffa.” kali
ini nada ucapan Vhellyn terdengar serius.
“Tapi ya sudahlah, itu gak penting
Vhellyn .. senang bisa jalan-jalan sama kamu hari ini.” ucapku.
“Trims ya, aku juga senang kok.”
Suasana menjadi cair, obrolan kami
jauh lebih mengalir daripada diawal pertemuan tadi. Dari bangunan café yang
terbuka ini aku bisa melihat pemandangan senja di langit seberang barat. Meski tampak
mendung dan lazuardi bersembunyi di ufuk barat, namun perasaanku sangat bahagia
sore ini.
“Sebentar lagi hujan, ayo kita pulang!”
ajakku saat gerimis mulai turun.
Kami berjalan berdua keluar café.
Sampai di depan gerbang area parkir motor, gerimis turun semakin lebat, tetesanya terasa
membasahi punggung kami.
Tiba-tiba kepalaku terasa pusing,
pandangan mata perlahan mengabur. Wajah Vhellyn yang ada disebelahku sudah tak
bisa kulihat dengan jelas. Terlintas bayang-bayang kejadian di masa lalu yang
membuat aku seperti terseret dalam kehidupan lampau.
Entah kekuatan apa yang merasuki diriku
saat itu, sehingga aku reflek berani mengulurkan tangan ke arah wanita di
sampingku.
“Rara Parameswari
Sri Wardhani, apakah ini adinda?” aku berbisik kepadanya.
Vhellyn
tersentak, menghentikan langkah lalu menjauh mundur satu langkah dariku. Ia
menutup bibir indahnya dengan telapak tangan. Seolah tak percaya dengan
ucapanku.
“Kakanda … benarkah
kamu adalah kakanda Isanawikrama Dharmatunggadewa?” ia tampak belum percaya
dengan kejadian ini.
Sesaat kami
berpelukan, melepas kerinduan yang terpendam selama seribu tahun ini.
Seribu tahun pula
Isanawikrama Dharmatunggadewa harus
menunggu untuk reinkarnasi, demi menemukan kembali Rara Parameswari
Sri Wardhani yang lebih dulu menitis ke gadis bernama Vhellyn.
#ODOP
#PostingHariKeTujuhBelas
--------------------------------------
Catatan :
Rakryan
Isanawikrama Dharmatunggadewa (Panglima
Perang Anjuk Ladang) akhirnya berhasil menjadi raja di negeri kecil Wawutan
Mas yang kelak menjadi cikal
bakal Kerajaan Medang dan memperistri
Rara Parameswari Sri Wardhani.
Pelabuhan Bandar
Alim kini telah hilang seiring letusan gunung Kelud yang merubah jalur aliran sungai
Brantas (dulu dinamakan bengawan Brantas). Bandar Alim sekarang menjadi desa
Demangan, Kec. Tanjung Anom.
Ujung Galuh kini
bernama dermaga Megaluh, di tepian sungai Brantas Megaluh Jombang. Sementara
persinggahan pasukan Sriwijaya dari divisi Jambi yang dipukul mundur oleh
Rakryan Isanawikrama Dharmatunggadewa di tepian brantas dinamakan desa Jambi di
Kec. Baron.
Kata-kata yang
disebut dalam awal kisah diatas kini dikenal dengan nama desa Senjayan
(senja) dan desa Ketawang (tawang) di Kec. Gondang.
Literatur :
Prasasti Bandar Alim.
ak wong Nganjuk..tp ngerti crotane iki yo sijo awakmu..apiiik tenan
BalasHapusHahaha ... wong Nganjuk ra ruh cikal bakale Anjuk Ladang
HapusBelajar sejarah dari cerita... Mantap
BalasHapusMksih
Makasih mas Rahim udh mampir.
HapusSaya jg lg belajar ini
maaaaaaaaassssss ini keren padahal.. coba dipanjangin lagi ceritanya..biar seruuu^^
BalasHapusMakasih mbk Sasmitha
HapusApplause for you mas. Guaul tuenann... hh.. like pokmen.
BalasHapusThnk you sob ..
HapusWah, mas Heru bisa merubah sejarah menjadi bacaan yang menarik. Apalagi tentang reinkarnasinya... wih keren....
BalasHapusTrima kasih, msh amatiran ini
HapusHrs bnyk bljr lg
Waw keren nih mas ceritanya tapi sayang gak terlalu panjang mas karena terlalu singkat bacanya, saya tunggu lagi mas yang terbarunya.
BalasHapusMakasih udh mampir
HapusDitunggu aja
Wahhh mas heruu,rumah saya bandaralim tapi saya baruu tahuu yha ternyata dusun saya punya cerita yang bagus spt ini,thanks for your information
BalasHapusNice sincerely for me. . .
hoak...
BalasHapussaya orang bandar alim
Silakan baca Babad Anjuk Ladang - Drs. Harmadi.
HapusBedakan juga apakah tulisan ini fiksi artikel artikel. Cerpenisasi dari Babad Anjuk Ladang.
Jika sampean orang Bandar Alim, pasti mengetahui artefak yang ditulis oleh Kaki Manta yang ditemukan di desa sampean.
Salam.