Masa
pengasingan keluarga Pandowo (Pandawa) selama dua belas tahun telah
berakhir. Mereka terusir dari kerajaan Hastinapura (Astina) karena tipu daya saudara sepupu mereka Prabu Duryudono (Doryudana, Suyudana) dalam perjudian dadu.
Diakhir
masa pembuangan itu, mereka menyamar sebagai rakyat biasa dan menetap di negeri
Wirata. Butuh waktu setahun bagi Prabu Matswopati, raja Wirata untuk
mengenali bahwa kelima putra Prabu Pandu
(ayah Pandowo) ternyata berada di
negerinya.
Prabu
Matswopati pun menyebarkan berita ini ke negeri-negeri tetangga bahwa Pandowo
telah bebas dari masa pembuangan dan menetap di negerinya. Maka para putra dan
kerabat Pandowo mulai berdatangan ke Wirata.
**********
Pernikahan Abimanyu –
Utari.
Sementara
itu di Dworowati, Prabu Sri Bethoro Kresno sedang bercakap-cakap dengan Abimanyu (putra Arjuna). Mereka juga sudah mendengar kabar keberadaan para
Pandowo.
“Paman
Kresno, saya ingin pergi ke Wirata.” Ucap Abimanyu.
“Saya
sudah kangen dengan romo Arjuno dan paman-paman Pandowo. ”
“Sabarlah
Abimanyu, kita menunggu Gatotkoco yang sedang menuju kemari!” Kresno
membesarkan hati Abimanyu.
Sebagai
titisan Wisnu, sebenarnya ia telah mengetahui bahwa Pandowo sedang mengutus Gatotkoco (Gatotkaca, putra Bima / Werkudoro) untuk memberitakan kabar ini ke
Dworowati, sekaligus mengundang mereka untuk datang ke Wirata.
Sesampainya
Gatotkoco ke Dworowati, Prabu Kresno memerintahkan agar putra Bima itu segera
kembali ke asalnya Pringgodani karena masih banyak tugasnya yang harus
diselesaikan disana. Gatotkoco pun segera melesat terbang ke kesatriannya.
Tak
lama setelah itu, berangkat pula Kresno bersama dengan Abimanyu dan Sembodro (istri Arjuno, adik Kresno) menuju Wirata, memenuhi undangan
Pandowo.
Kedatangan
mereka disambut penuh sukacita oleh Pandowo, karena lama tidak berjumpa. Begitu
pula dengan Arjuno, ia sudah sangat merindukan istri dan putranya.
Di
Wirata pula, Abimanyu bertemu dengan sosok wanita muda yang cantik jelita, Dewi Utari yang merupakan putri Prabu
Matswopati. Singkat cerita, cinta pun bersemi diantara mereka berdua.
Atas
restu dari para Pandowo dan Prabu Matswopati, Abimanyu disarankan segera
menikahi Dewi Utari.
Pesta
pernikahan akan dilangsungkan di Wirata. Undangan segera mereka sebar ke
negeri-negeri tetangga dan kerabat Pandowo. Termasuk keluarga Kurowo (Kurawa) di Astina.
Semua
tamu yang diundang menyatakan akan hadir, kecuali Prabu Duryudono bersama
saudara-saudara Kurawanya, juga Patih Sengkuni. Bahkan mahaguru dari Pandowo
yaitu Pendeto Durno (Resi Drona) pun menolak hadir, dengan alasan sudah tua dan
tak sanggup menempuh perjalanan jauh.
Sementara
ibu Kunti (ibu para Pandowo), Arya
Widura (paman Pandowo) dan Bismo (Resi Bisma, kakek Pandowo & Kurowo) dengan sukacita menyambut
pernikahan itu. Mereka pun hadir ke Wirata.
Pernikahan
Abimanyu dan Utari pun berlangsung khidmat dan syahdu. Setelah usai pesta,
semua undangan dari negeri tetangga pulang, kecuali para tamu kehormatan.
Diantaranya Prabu Kresno, ibu Kunti, Arya Widura dan Resi Bismo.
***********
Kresno Duto.
Pandowo
berdiskusi dengan para tamu besar. Mereka mengutarakan niat untuk meminta hak
atas tanah Amarta (Indrapasta) yang kini telah dikuasai
pula oleh Astina.
Ibu
Kunti dan Resi Bismo memberi nasehat agar Pandowo membicarakan hal ini secara
baik-baik dengan sudara sepupu mereka Prabu Duryudono. Lalu mereka pun pamit
kembali ke Astina.
“Aku
tidak bisa tinggal bersama kalian di Wirata putra-putraku tercinta”
“Aku
harus kembali, almarhum ayah kalian Prabu Pandu memberi amanah bahwa aku harus
tetap tinggal Astina.” ungkap Dewi Kunti.
Sebelum
pulang, Arya Widura dan Resi Bismo menyarankan agar para Pandowo meminta
bantuan Prabu Kresno untuk menjadi duta ke Astina.
Maka
berangkatlah Sri Bethoro Kresno menuju Astina. Ia melesat menggunakan kereta yang
bisa terbang yaitu Kiai Jolodoro.
Sebagai kusir kereta sakti itu adalah senopati (panglima perang) Dworowati yang juga saudara ipar Kresno, Raden Setayki (adik Setyaboma).
Sesampai
di Astina, Prabu Duryudono bersama para punggawa dan sesepuh (tetua) istana
sudah menunggu. Di paseban agung (pendopo
istana) tampak Prabu Destorotro (ayah Duryudono, adik Prabu Pandu) bersama
istrinya Dewi Gandari, Resi Bismo,
Pendeto Durno, Arya Widura, dan Patih
Sengkuni (penasehat Duryudono).
“Wahai
Duryudono, niatku datang ke Astina adalah menyampaikan amanah dari Pandowo” buka
Sri Bethoro Kresno.
“Sebagaimana
yang kita ketahui semua, tanah di Amarta adalah milik Pandowo,
saudara-saudaramu itu hendak meminta haknya secara baik-baik!”
“Ketahuilah
prabu Kresno, Astina adalah sebuah negeri berdaulat, pantang bagi Duryudono
untuk menyerahkan sejengkalpun wilayah dari Astina!” tolak Duryudono.
Semua
yang hadir di pendopo Astina tersentak, tidak menyangka Prabu Duryudono (yang sudah dihasut Patih Sengkuni)
berani bicara lantang kepada Sri Bethoro Kresno.
“Dengarkan
aku Duryudono, hindarilah perang sesama saudara, tempuhlah jalan damai ini,
demi keutuhan persaudaraan Pandowo dan Kurowo!”
“Kembalikanlah
hak para Pandowo, demi kebaikan kita semua!” sabda titisan Sang Hyang Wisnu
itu.
Para
sesepuh yang mendengar ucapan Duryudono segera meminta maaf kepada Prabu
Kresno, kakek Bismo berusaha menasehati cucunya.
“Cucuku
Duryudono, semua yang dikatakan Sri Bethoro Kresno benar, kembalikanlah Amarta
kepada Pandowo!”
“Dari
jaman aku kecil hingga sekarang kakek Bismo tua renta, tetap saja kakek pilih kasih
membela Pandowo!” bentak Duryudono.
Arya
Widura pun ikut angkat bicara, “Duryudono, perkataanmu
sudah keterlaluan dan tidak mencerminkan tindakan seorang raja, aku tidak akan
merestui semua tindakanmu!”
“Aku
juga tidak butuh restu dari paman!”
“Terakhir
kali aku berkata, apakah kau bersedia berdamai dengan Pandowo dan mengembalikan
Amarta?” tanya prabu Kresno.
“Pulanglah
ke Dworowati, jangan ikut campur urusan kami! Segera tinggalkan istanaku atau kamu
akan menyesal!” tantang Duryudono kepada Kresno.
Prabu Duryudono |
***********
Sementara
itu di alun-alun Astina sang kusir dari kereta Kiai Jolodoro sedang
beristirahat. Ia tidak menyadari ketika tiba-tiba datang seseorang raksasa muda
yang tanpa ampun langsung menendangnya.
Setyaki
terjerembab, belum sempat ia bangun tapi sudah diseret-seret oleh sraksasa
muda tadi. Cepat-cepat patih Setyaki menguasai diri dan ditendangnya raksasa itu.
Raksasa itu jatuh terguling guling.
Burisrowo |
Akhirnya
raksasa itu mengaku bernama Burisrowo
dan diperintah prabu Duryudono untuk menghabisi Setyaki. Mereka pun berkelahi
adu kesaktian. Keduanya seimbang sama kuat. Akhirnya mereka berjanji akan
melanjutkan perkelahiannya kelak jika bertemu lagi, karena saat ini Setyaki sedang beperan sebagai seorang duta bersama Kresno yang tidak boleh berkelahi (kelak pada perang Baratayudha mereka bertanding lagi).
Setyaki |
Setyaki
segera menyusul ke pendopo, lalu menceritakan kejadian tadi kepada prabu Sri
Bethoro Kresno.
“Duryudono, semua yang hadir
disini akan menjadi saksi atas ucapanmu, perkataanmu dan tindakanmu terhadap Setyaki harus
kau pertangunggjawabkan di kemudian hari!” sabda Sang Hyang Wisnu.
“Tangkap dan habisi mereka
berdua!” perintah Duryudono yang disambut kepungan ratusan prajurit Kurowo
kepada Kresno.
Melihat
itu, Sri Bethoro Kresno langsung melesat sekejap mata menuju ke halaman istana
Astina. Ia berdiri tegak ditengah halaman, tampak matanya bersinar merah tanda
amarahnya telah memuncak.
Tiba-tiba
Guntur menggelegar. Langit Astina menjadi gelap gulita. Prabu Kresno lenyap dan
kini sudah berdiri sesosok raksasa sebesar gunung Jamurdipa. Reksa denawa itu
bernama Berholo Sewu yang merupakan tiwikrama (perubahan wujud) dari Bethoro
Wisnu (Dewa Wisnu).
Kehadirannya
membuat Astina gempar. Para punggawa Kurowo segera berlarian mencari tempat
persembunyian. Berholo Sewu ini mengaum keras dan hendak menelan seluruh istana
Astina.
Auman
dari Tiwikrama Bethoro Wisnu terdengar hingga istana taman langit (Kahyangan,
Suralaya). Para dewa pun ikut gempar, khawatir prabu Kresno akan meluluh
lantakkan Astina.
Bethoro Guru pun segera memerintahkan Bethoro Dharmo (Dewa Kesabaran)
turun ke bumi menenangkan Bethoro Wisnu. Karena hanya dengan kesabaran
Bethoro Dharmo kemarahan tiwikrama Bethoro Wisnu bisa diredam.
Bethoro
Dharmo pun pelan-pelan mendekati saudaranya yang sudah dikuasai amarah.
“Wahai
tiwikrama, sesakti itukah para Kurowo sehingga perlu dihancurkan oleh seorang
Bethoro Wisnu?” bujuk Bethoro Dharmo.
“Aku
akan menelan seluruh Astina beserta Kurowo yang sombong ini!”
“Apakah
kejahatan mereka menggemparkan dunia? Hingga tiwikrama yang sakti sebagai perwujudan
dewa sampai turun tangan?”
“Kita
semua tahu, para Pandowo akan bisa menyelesaikan angkara murka Kurowo tanpa
bantuan Dewa Wisnu! Cabutlah tiwikrama ini saudaraku!”
Ucapan
sang Bethoro Dharmo yang penuh kesabaran pun meredam amarah Sri Bethoro Kresno.
Iapun kembali ke wujud aslinya, lalu menuju ke rumah ibu Kunti dan Arya Widura
untuk pamit.
Prabu
Sri Bethoro Kresno memerintahkan Setyaki untuk pulang ke Dworowati bersama Kiai
Jolodoro. Sementara ia langsung terbang ke langit menuju Wirata, mengabarkan
hasil pertemuan dengan Kurowo kepada Pandowo.
Prabu Duryudono |
Berholo Sewu - Tiwikrama Dewa Wisnu |
Segmen
ini dalam pagelaran wayang kulit dikenal dengan kisah “Kresno Duto”, sekaligus menjadi babak dimulainya perang saudara
antara Pandowo dan Kurowo, perang besar Baratayudha
(Barotoyudho Joyo Binangun).
#ODOP
#PostingHariKeduaPuluhDua
serial yg ini aku pernah baca, tp lupa. diingatkan kembali oleh heru,
BalasHapusbaguuus ceritanya
Terima kasih,
BalasHapusMencoba membawakannya dengan gaya tulisanku Lis.
Belajar konsisten dg mahafiksi jawa