Terdengar suluk
(sajak berbahasa Jawa) yang dilantunkan merdu setelah segmen Perang
Begal (peperangan dan pertumpahan darah). Harmonisasi dari nada kidung sang Dalang dengan iringan kepyek (gamelan
jawa sejenis simbal, biasa dimainkan dengan pijakan kaki) membawa suasana kian
syahdu.
Goror-goro …
Goro-goro jaman kolo
bendu,
Wulangan Agama ora
digugu,
Sing bener dianggep
keliru, sing salah malah ditiru,
Bocah sekolah ora
gelem sinau,
Yen dituturi malah
nesu, bareng ora lulus ngantemi guru,
Pancen perawan saiki
ayu-ayu,
Eenek sing duwur tur
kuru, enek sing cendek tur lemu,
Sayange sethitik
senenge mung pamer pupu.
*********
Goro-goro
… (Huru-hara)
Goro-goro
di jaman kala bendu,
Ajaran
agama tidak dipatuhi,
Yang
benar dianggap salah, yang salah justru diyakini,
Anak-anak
sekolah tak mau belajar,
Ketika
tak lulus justru memukuli guru,
Sungguh
gadis sekarang cantik jelita,
Sayangnya
mereka bangga mengumbar aurat,
Dengan
memamerkan paha.
Lalu para punakawan pun tampil. Setelah sang ayah Ki
Lurah Semar (Sang Hyang Ismaya / Bethoro Ismoyo) muncul pertama, kemudian
disusul Gareng, Petruk dan terakhir Bagong. Mereka mengobrol, diskusi dengan
gaya khas rakyat kecil, membahas segala isu yang sedang hangat di masyarakat.
Diantara keempat punakawan, putra bungsu dari Semar
adalah Bagong. Siapakah sebenarnya tokoh ini?
*****
Asal usul.
Suatu hari di istana taman langit (Kahyangan, Suralaya) Bethoro Ismoyo dipanggil ayahnya Sang Hyang Tunggal.
Bethoro Ismoyo ditugaskan turun ke bumi untuk mengawal
kehidupan dengan menjadi panutan dan meluruskan setiap ada perbuatan yang salah
/ tidak terpuji. Bethoro Ismoyo menjelma menjadi sosok pamong bernama Ki Lurah
Semar.
Sebelum turun ke bumi, Semar memohon kepada ayahnya
agar diberi teman selama mengemban tugas.
“Lihatlah kebelakang.” tutur ayahnya, Sang Hyang
Tunggal.
“Ketahuilah bahwa temanmu adalah bayanganmu sendiri!”
seketika di belakangnya sudah berdiri sesosok yang memiliki ciri fisik seperti
Semar. Sosok itu tercipta dari bayangan Semar sendiri dan diberi nama Bagong.
Bagong juga mempunyai nama lain Bawor dan Astrajingga.
Ia berbadan gendut, bokong semok, dan kulit hitam. Ciri fisik Bagong juga
berkepala botak bagian depan, mata membelalak besar dan mulut lebar. Bicaranya
belepotan, suka melucu dan pengkritik tajam.
Bagong ditakdirkan berumur ribuan tahun, seperti
ayahnya Semar. Ia hidup di segala jaman mulai Loka, Ramayana, Baratayudha,
Parikesit, hingga jaman Madya.
Ia menikah dengan Endang Bagnyawati, putri Prabu
Balya raja di Pucangsewu.
Perkawinannya itu dilangsungkan bersamaan dengan perkawinan sosok asli pemilik bayangan itu, Ki Lurah Semar / Bethoro Ismoyo dengan Dewi Kanistri (Bethari Kanestren).
Pesan Moral.
Pelajaran yang bisa dipetik dari kisah punakawan
Bagong adalah :
- Bagong tercipta dari bayangan Semar, sosok guru sejati yang menjadi panutan dan pelurus segala tindak kejahatan. Bayangan senantiasa menyerupai bentuk aslinya, sehingga Bagongpun mewarisi sifat mulia dari Semar. Marilah kita belajar untuk menjadi bayangan orang-orang yang arif dan bijaksana.
- Mata Bagong besar dan membelalak. Lambang bahwa kita senantiasa harus teliti untuk melihat segala permasalahan di sekitar. Jangan menggampangkan sesuatu dengan memandang sebelah mata.
- Meskipun mulut Bagong sangat lebar, tetapi kalau bicara belepotan. Mulut lebar identik dengan watak manusia yang suka menggunjingkan orang lain (bergosip). Hendaknya kita selalu menjaga lisan dan ucapan.
*****
Diakhir segmen Goro-goro, Semar senantiasa mengajak
anak-naknya untuk bekerja lagi, mengabdi dengan setia kepada pihak yang benar,
yaitu Pandawa.
Dengan selesainyaa adegan Goro-goro pula, seperti
biasa saya merebahkan tubuh lagi dikolong Bonang dan Kendang, lalu tidur lagi
sampai pagelaran wayang usai. Hingga seorang wanita anggota kru pagelaran itu
membangunkan dan menggendong saya pulang.
#ODOP
#PostingHariKelimaBelas
Goro-goro, salah satu segmen pertunjukkan wayang yg paling dinanti.
BalasHapusGoro-goro, salah satu segmen pertunjukkan wayang yg paling dinanti.
BalasHapusBetul ..
BalasHapusTermasuk saya, meski sebenarnya yg saya tunggu2 adalah jamuan makan Nasi Soto dan Rawon saat Goro-goro
Hehehe ... pokoke mangan
modus Heru ki...apik apik yoo sifate bagong, petruk, lan gareng ki
BalasHapusmodus Heru ki...apik apik yoo sifate bagong, petruk, lan gareng ki
BalasHapusHahaha ...
HapusBar oleh Soto, pokoke trs turu Lis
Cerita pewayangan itu susah banget buat aku ngertiin.. mungkin krn bahasanya. Sebelum baca tulisan Heru, aku selalu takut klo lihat bagong.. :) kini, tak lagi sepertinya.. :)
BalasHapusKnp takut mbake??
HapusIya bnr bahasanya memang menggunakan bahasa jawa kromo.
Btw trima kasih sudah mampir di blog saya
Mas heru tampak paham banget dunia perwayangan. Apakah ibu mu salah satu kru yang disebut diatas cerita itu?
BalasHapushehe ... betul sekali mbak Vinny
HapusWah. aku orang sumatra rada roaming bacanya :D
BalasHapusHehee ...
HapusMakasih udh mampir mbk Cici
Hehee ...
HapusMakasih udh mampir mbk Cici