image google |
Perang
Bharatayuda adalah satu dari beberapa perang besar dalam kisah pewayangan.
Perang ini melibatkan sesama wangsa Bharata (golongan kesatria). Keturunan dari
Begawan Abiyasa (Prabu Krisnadipayana, raja Astina).
Dua
kubu yang bertikai adalah Kurawa, anak-anak dari Prabu Destaratra melawan
Pandawa, anak-anak dari Prabu Pandudewanata. Keduanya adalah putra Sang Begawan
Abiyasa.
Seri lengkap perang Bharatayuda baca [ Disini ]
Kurawa
digambarkan sebagai tokoh antagonis. Seratus anak-anak Ratu Gandari (istri
Prabu Destaratra) ini mewakili sifat angkara murka, serakah, licik dan culas.
Sementara
Pandawa digambarkan sebagai tokoh protagonis. Anak-anak Dewi Kunti dan Dewi
Madrim (keduanya istri Prabu Pandudewanata) ini mewakili sifat baik, sabar, ikhlas
dan taat beribadah.
Pandawa
menjadi simbol pesan moral yang ingin disampaikan dalam sebuah pagelaran wayang
kulit.
Lima
laki-laki bersaudara ini, oleh Kanjeng Sunan Kalijaga dalam syiar Islam melalui
seni budaya, dijadikan pengejawantahan dari lima rukun Islam.
Siapa
saja para Pandawa itu?
Apa
hubungannya dengan syiar Islamnya Kanjeng Sunan Kalijaga?
Berikut
adalah kisah kelima putra Prabu Pandudewanata.
*****
1.PUNTADEWA
Pendopo Astina, jelang kelahiran
Puntadewa.
“Mandura
butuh pertolongan paduka, Prabu Pandudewanata!” sembah Harya Prabu Rukma,
utusan dari negeri Mandura.
“Apa
yang terjadi, Harya Prabu?” tanya Prabu Pandudewanata yang kala itu sedang
berkumpul di pendopo Astina bersama kedua adiknya. Destaratra dan Yama Widura.
“Prabu
Yaksadarma, raja dari negeri Garbasumandha ingin mengambil kusumaratu Dewi
Maerah.” Jelas Harya Prabu Rukma. Adik Prabu Basudewa, raja Mandura. Sekaligus
juga ipar dari Prabu Pandudewanata.
“Kakang
Prabu Basudewa mengutus hamba untuk meminta bantuan kepada gusti Prabu
Pandudewana mencegah niat Yaksadarma.” lanjut Harya Prabu Sukma.
Prabu
Pandudewanata diam sejenak. Seperti ada keraguan dalam hatinya. Hari itu,
sejatinya ia sedang memikirkan istrinya yang sedang hamil tua. Dewi Kunti.
Sudah
berhari-hari melewati usia kandungan dimana seharusnya Dewi Kunti melahirkan, tetapi belum juga ada tanda permaisurinya segera bersalin. Dalam
keadaan cemas seperti itu, datang kabar dari iparnya Prabu Basudewa. Negeri
Mandura membutuhkan pertolongannya.
“Widura,
berangkatlah menemui Begawan Abiyasa dan Resi Bisma. Mohonlah doa restu dan
sarana pertolongan untuk kandungan istriku Kunti!” Perintah Prabu Pandu.
“Sendika dhawuh, kakang Prabu!” jawab
Yama Widura.
“Destaratra,
kamu tetap tinggal di istana. Segera kirim teliksandi jika terjadi apa-apa di
Astina. Aku akan berangkat ke Mandura membantu kakang Basudewa!” lanjut raja
Astina.
“Sendika dhawuh, kakang Prabu!” sembah
Destaratra.
Prabu
pandudewanata meninggalkan pendopo Astina sesaat. Ia menemui dua istrinya, Dewi
Kunti yang sedang hamil tua dan Dewi Madrim di istana kaputren. Mengabarkan
bahwa untuk sementara waktu mereka akan di tinggal ke Mandura.
*****
Istana Garbasumandha,
Kesibukan
juga terjadi di pendopo sebuah kerajaan bangsa raksasa. Negeri Garbasumandha.
Tampak
sang raja negeri itu, Prabu Yaksadarma sedang berkumpul dengan para
punggawanya. Patih Kaladruwendra, Ditya Garbacaraka dan abdinya, Togog.
“Garbacaraka,
datanglah ke Mandura. Ambil Dewi Maerah untukku!” perintah Prabu Yaksadarma.
“Budhal!” jawab Ditya Garbacaraka.
Berangkatlah
sepasukan Garbasumandha dipimpin Ditya Garbacaraka bergerak ke Mandura. Turut
pula mengawal mereka Patih Kaladruwendra, Arya Endrakusuma dan Togog.
Ketika
sampai di Mandura, bala tentara Garbasumandha dipecah menjadi dua kelompok.
Pasukan
pertama dipimpin Ditya Garbacaraka bertugas menuyusup ke istana kaputren dan
menculik Dewi Maerah.
Pasukan
kedua dipimpin Patih Kaladruwendra bertugas memancing konsentrasi prajurit
Mandura dengan membikin onar di istana keprabon.
Tak
lama setelah kedatangan kedua kelompok pasukan Garbasumandha itu, sampai
pula di pendopo Mandura Prabu Pandudewanata dan Harya Prabu Rukma. Konsentrasi
mereka pecah setelah terjadi keributan di dua tempat. Istana kepabron dan taman
kaputren.
“Tolong
selamatkan Dewi Maerah, adi Prabu Pandu!” pinta Prabu Basudewa.
“Jangan
kuatir kakang Basudewa, serahkan padaku. Atasi keributan yang ada disini bersama Harya Prabu
Rukma dan Harya Ugrasena!” jawab Prabu Pandudewanata.
Bergegas
raja Astina menuju istana kaputren.
Nihil.
Nihil.
Ditya
Garbacaraka telah lari meninggalkan taman kaputren Mandura dengan membawa Dewi
Maerah. Prabu Pandu yang merupakan seorang kesatria waskita dengan ilmu
kadigdayan linuwih segera melesat. Mengejar pasukan penculik sang ratu Mandura.
Belum
jauh arak-arakan pasukan Ditya Garbacaraka meninggalkan negeri yang dipimpin
Prabu Basudewa, ketika sesosok lelaki berpakaian kebasaran Astina menghadang
mereka.
“Minggir
kau orang Astina!” bentak Ditya Garbacaraka.
“Turunkan
kusumaratu Dewi Maerah!” Prabu Pandudewanata balas menggertak.
“Siapa
engkau, orang Astina?” lanjut Ditya Garbacaraka.
“Tidak
sadarkah kalau kalian sedang berhadapan dengan Pandudewanata? Raja Astina!”
tegas Prabu Pandu.
“Mati
aku!” pikir Ditya Garbacaraka. Ia tidak menyangka bahwa bisa bertemu dan
berurusan dengan raja yang tersohor ilmu kadigdayaannya itu.
Kocar-kacir
bala tentara Garbasumandha menghadapi Prabu Pandudewanata. Tak butuh waktu
lama, Dewi Maerah berhasil direbut dan dibawa kembali ke istana Mandura.
Sementara Ditya Garbacaraka tunggang langgang lari pulang ke negerinya.
*****
“Aku
tidak bisa berlama-lama disini, kakang Basudewa. Istriku Dewi Kunti akan segera
melahirkan.” ucap Prabu Pandudewanata kepada Prabu Basudewa setelah berhasil
menyerahkan kembali Dewi Maerah.
“Aku
pamit.” tutup raja Astina.
“Aku
akan menyertaimu ke Astina, adi Prabu Pandu. Sekalian menjenguk Kunti.” Balas Prabu
Basudewa.
“Begitu
pula aku. Sudah lama tidak bertemu dengan adikku Kunti.” Timpal Arya Ugrasena.
Berangkatlah
tiga orang kakak dan adik ipar itu meninggalkan istana Mandura. Menuju negeri
Astina, tempat Dewi Kunti sedang berjuang menghadapi kelahiran bayi yang
dikandungnya.
Di
hutan Mandura, tanpa sengaja mereka bertiga berpapasan dengan pasukan Patih
Kaladruwendra. Kelompok yang tadi membikin onar di istana kepabron lalu melarikan diri.
“Ternyata
umur kalian sangatlah pendek!” Ucap Prabu Basudewa.
“Kalian
akan menyesal telah datang ke negeriku!” Harya Ugrasena ikut berbicara.
“Kalian
yang akan menyesal telah bertemu denganku disini, orang-orang Mandura!” gertak
Patih Kaladruwendra.
Ketika
terjadi adu mulut antara Harya Ugrasena dengan Patih Kaladruwendra, Prabu
Pandudewanata maju di tengah mereka. Raja Astina terlihat sangat tergesa-gesa.
Tak mau berlama-lama berurusan dengan bangsa raksasa.
“Waktuku
tidak banyak. Menyingkirlah!” sela Prabu Pandudewanata. Tanpa aba-aba, dia langsung
menerjang Patih Kaladruwendra.
Terjungkal
patih dari negeri Garbasumandha. Segera bangun lagi dan mencabut pusakanya.
Naas, Prabu Pandudewanata justru dapat merebut senjata milik Patih
Kaladruwendra, lalu balik menebaskan ke lehernya.
Seketika
kepala Kaladruwendra putus!
Prabu
Pandudewanata menendang potongan kepala itu hingga terlempar jauh ke negeri Garbasumandha.
~ BERSAMBUNG ~
(Heru Sang Mahadewa)
Member Of
OneDayOnePostBaca cerita selanjutnya [ Disini ]
Catatan :
sendika dhawuh = siap laksanakan
budhal = berangkat
waskita = tajam, cakap, pandai
ilmu kadigdayan linuwih = ilmu kesaktian berlebih
Prabu Pandudewanata - image google |
Klo Di A*TV dewi kunti berdoa lalu sudah ada bayi dalam gendongannya... Tidak pakai mengandung.
BalasHapusBanyak versi atau memang di rubah ya Mas?
versi Mahabharata di ANtv memang seperti itu (tanpa mengandung dan dilahirkan di luar Astina)
BalasHapusTetapi dalam versi wayang kulit, semua Pandawa dikandung Kunti dilahirkan di istana Astina.
Ini cerita ttg pandawa yah mas? Masih gak mudeng...
BalasHapusIya mbk Vinny, ini ttg Pandawa.
HapusAku penasaran deh gimana mas heru bisa nulis tiap hari cerita sepanjang ini.. untuk bikin cerpen aja aku hutuh beberapa hari..😂 kasih tipsnya mas..
BalasHapusAh, mbk Sas ini ...
HapusSaya juga pontang panting kok.
Tapi kl boleh berbagi tips, mungkin cuma satu : tetap semangat!
Iya, semangat itu tipsnya.
Wkwkwk untungnya saya juga sedikit penyuka mahabarata kak 😂😂😂
BalasHapusJadi agak paham kak...
Bagus kak bahasannya sudahan
aayiik, cerita tentang pandawa...
BalasHapusaayiik, cerita tentang pandawa...
BalasHapusHebat mas, bisa nulis panjang2 setiap hari.. Semangat yang harus ditiru. Diksinya juga siip banget. Berapa lama ya nulis satu posting seperti ini?
BalasHapusHebat mas, bisa nulis panjang2 setiap hari.. Semangat yang harus ditiru. Diksinya juga siip banget. Berapa lama ya nulis satu posting seperti ini?
BalasHapus