image google |
3.ARJUNA
Istana Mandura,
“Seumur hidupku, inilah hari paling bahagia.” ucap Prabu
Basudewa sambil menimang seorang bayi perempuan.
Istrinya Dewi Badrahini baru saja melahirkan. Setelah sebelumnya
Dewi Mahendra memberinya dua anak laki-laki, sang raja Mandura kini merasakan
lengkap sudah anugerah Dewata kepadanya.
Di istana kaputren, ia sedang bercengkerama dengan kedua
istri dan dua anak lelakinya. Kakrasana dan Narayana, yang turut merasakan
kebahagian dengan mencium dan menimang-nimang adik perempuan mereka.
Suasana kebahagiaan sedikit terhenti ketika seorang abdi dalem melaporkan bahwa di pendopo
Mandura telah menunggu dua tamu dari Astina.
Bergegas Prabu Basudewa berpamitan kepada Dewi Mahendra
dan Dewi Madrahini, diikuti Kakrasana dan Narayana. Hendak menemui siapa
gerangan sepagi buta begini sudah ada tamu di pendopo.
“Adi Pandudewanata, Ki Lurah Semar?” sapa Prabu Basudewa.
“Kakang Basudewa, sembah dan bhaktiku untukmu.” ucap
Prabu Pandudewanata.
“Kuterima sembah bhaktimu, adi Prabu Pandu. Sembah dan
bhaktiku untuk Ki Lurah Semar.” balas Prabu Basudewa.
“Lole-lole …
mbegegeg ugeg-ugeg … hemel-hemel … sadulit-dulita … kuterima sembah
bhaktimu, Basudewa. Semoga Dewata senantiasa melimpahkan kesejahteraan kepada
orang-orang Mandura!” jawab Kyai Lurah Semar Badranaya.
“Siapa bayi dalam gendonganmu itu, adi Pandu?” tanya sang
raja Mandura.
“Ini putraku dari Kunti, Permadi namanya. Kakang Semar
baru saja mengantarku menjemput bayiku ini ke Kahyangan. Sang Hyang Manikmaya
memerintahkan agar kami langsung ke Mandura.” jawab Prabu Pandudewanata.
“Ya Jagad Dewa Bathara, ternyata ini adalah keponakanku.”
Prabu Basudewa sontak mendekat lalu mencium bayi dalam gendongan adik iparnya.
Hampir saja ia lupa mengabarkan kebahagiaan yang juga
tengah dirasakan istana Mandura, jika saja kedua istrinya Dewi Mahendra dan
Dewi Badrahini tidak menyusul ke pendopo.
“Adi Pandu, lihatlah! Itu anak perempuanku. Wara Sembadra
namanya!” dengan bangga Prabu Basudewa memperkenalkan putrinya.
Dewi Badrahini lalu menyerahkan bayi Wara Sembadra kepada
sang suami, “Adi Pandu, bawa kemari keponakanku.” pinta Prabu Basudewa sambil
memangku putrinya di atas singgasana.
Prabu Pandudewanata mengulurkan putranya. Kini sang raja
Mandura memangku dua jabang bayi. Permadi di paha kanan dan Wara Sembadra di paha kirinya.
“Kelak kedua bayi ini harus kita tunangkan. Biarkan
mereka menjadi sepasang suami istri yang akan menurunkan raja-raja besar!” sabda
raja Mandura.
“Lole-lole …
mbegegeg ugeg-ugeg … hemel-hemel … sadulit-dulita … Aku yang menjadi saksi,
semoga Dewata mengabulkannya.” timpal Kyai Lurah Semar Badranaya.
Kebahagiaan di pendopo Mandura pagi itu semakin lengkap,
ketika datang rombongan dari Astina. Begawan Abiyasa, Yama Widura, dan Resi
Bisma dikawal Bagong, Gareng dan Petruk.
Kakek dari jabang bayi, Begawan Abiyasa memberi nama putra
ketiga Prabu Pandudewanata dengan sebutan Indratanaya yang berarti putra angkat
Bathara Indra.
Sehari tinggal di Mandura, Prabu Pandudewanata bersama seluruh
kerabat Astina berpamitan pulang ke negeri mereka. Karena telah lama menunggu
Dewi Madrim dan Dewi Kunti yang masih berharap-harap cemas dengan kabar bayinya.
*****
Hari berganti minggu, bulan digusur oleh perjalanan tahun. Permadi
tumbuh menjadi kesatria muda yang dianugerahi wajah tampan nan rupawan. Tak ada
satu pun lelaki di Astina yang bisa menandingi keelokan paras putra Pandu itu.
Permadi dikenal sebagai kesatria yang gemar berguru. Ia
berkelana dari satu padepokan ke padepokan yang lain. Selain menjadi murid
Begawan Durna di Sokalima, ia juga belajar pada Resi Krepa, Resi Padmanaba dan
Begawan Ramaparasu.
Di padepokan Sokalima, Permadi dikenal dengan nama Arjuna,
yang berarti cahaya putih. Sewaktu
bayi ia pernah menggegerkan para bidadari di Kahyangan Kawidaren dengan menyusup
menjadi seberkas cahaya putih.
Werkudara kakaknya memanggil dengan sebutan kesayangan Jlamprong.
Begawan Durna sangat mengagumi kelihaian Arjuna dalam
belajar memanah, hingga ia bersumpah tidak akan menurunkan ilmu memanah kepada
siapa pun selain murid kesayangannya itu.
“Arjuna, aku bersumpah bahwa hanya kepadamulah ilmu Jemparing ini kuturunkan.” ucap Begawan
Durna.
“Terima kasih guru.” sembah Arjuna.
Begawan Durna dan Arjuna sedang berkumpul di serambi
padepokan Sokalima. Percakapan guru dan murid itu terhenti ketika di hadapan
mereka datang seorang yang tidak dikenal. Mengaku bernama Palgunadi.
“Guru Durna, perkenalkan namaku Palgunadi.” ucap sang
tamu.
“Kisanak,
darimana asalmu?” tanya Begawan Durna.
“Aku pengembara dari negeri Paranggelung. Tujuanku ke
padepokan Sokalima ini ingin berguru
ilmu Jemparing kepadamu, Guru Durna.” jelas Palgunadi.
“Maaf kisanak,
aku sudah tidak menerima murid lagi.” balas Guru Durna.
“Kumohon terimalah aku sebagai murid Sokalima, guru
Durna. Aku sangat mengagumi kedigdayaanmu!” pinta Palgunadi.
“Sekali lagi maafkan aku. Sokalima belum berjodoh denganmu.
Carilah pertapa di padepokan lain, masih banyak guru yang jauh lebih digdaya
dariku.” tolak Begawan Durna dengan halus.
Palgunadi terus memohon, tetapi Begawan Durna bersikukuh
tidak mengabulkan keinginan kesatria muda dari Paranggelung itu. Dengan
perasaan kecewa dan putus asa, Palgunadi meninggalkan Sang Mahaguru.
Dipacu seekor kuda putih yang menjadi tunggangan sang
pengembara sekencang-kencangnya. Meninggalkan padepokan Sokalima.
“Arjuna, ikuti Palgunadi! Firasatku mengatakan dia bukan
seorang pengembara biasa.” perintah Begawan Durna.
“Sendika dhawuh,
guru!” jawab Arjuna.
Tak kalah sigap, sang kesatria penengah Pandawa memacu
kudanya dengan kencang pula. Membuntuti Palgunadi yang terus menjauh dari
Sokalima. Menembus hutan Astina, Mandura, dan Wiratha.
*****
“Ya Jagad Dewa Bathara, bidadari darimana itu?” tergetar
hati Arjuna ketika dilihatnya seorang putri duduk di taman kotaraja
Paranggelung. Dua orang dayang duduk tak jauh dari sang putri.
Indratanaya berjalan menghampirinya. Mengambil tempat
duduk dekat dengan wanita yang baru saja membuat perasaan kesatria penengah
Pandawa bergemuruh.
“Permisi, ijinkan aku menumpang istirahat disini.” sapa Arjuna.
“Oh, silahkan.” jawab sang putri sembari bergegas meninggalkan
taman.
Arjuna kecewa.
Belum reda gemuruh dalam dadanya. Hatinya masih terkesima
dengan pesona wanita tadi. Tetapi sang putri terlalu cepat pergi. Ia pun bangkit
dari tempat duduknya. Dari kejauhan, Arjuna mengikuti langkah sang putri.
Begawan Durna!
Terkejut kesatria penengah Pandawa ketika melihat puluhan
patung gurunya, Begawan Durna bertebaran di sebuah taman lain di kotaraja
Paranggelung. Duduk di sana putri yang di ikutinya.
“Siapa engkau wahai bidadari? Kenapa banyak patung guruku
disini?” tanya Arjuna yang nekad menghampiri lagi putri tadi.
“Justru seharusnya aku yang bertanya, kisanak ini siapa? Kenapa
dari tadi membuntutiku?” balas sang putri.
“Aku Arjuna, dari padepokan Sokalima.” jawab kesatria
penengah Pandawa.
Palgunadi!
Arjuna kembali terkejut ketika dihadapannya kini telah
berdiri sosok lelaki yang sedang dicarinya. Palgunadi. Kesatria yang datang ke
Sokalima untuk minta di ajari ilmu jemparing oleh Begawan Durna.
“Jangan ganggu Dewi Anggraini. Dia istriku, Arjuna!”
bentak Palgunadi. Sorot matanya menebar kecemburuan. Lelaki mana yang tidak
jatuh cinta oleh pesona istrinya. Begitu pula dengan Arjuna, pasti sedang
menggoda Dewi Anggraini, pikir Palgunadi.
“Orang ini membuntutiku terus dari tadi, kakanda Prabu
Ekalaya.” sang putri yang ternyata bernama Dewi Anggraini seketika bergelayut
pada lengan Palgunadi.
“Prabu Ekalaya?” gumam Arjuna.
“Hai Ekalaya, ternyata engkau pembohong! Berpura-pura
menjadi pengembara bernama Palgunadi, lalu menyusup ke padepokan kami. Apa
maksudmu memasang patung guruku Begawan Durna?” ucap Arjuna.
“Ini sebagai bukti bahwa aku sangat mendambakan menjadi murid
Mahaguru Durna.” elak Prabu Ekalaya.
“Tinggalkan taman Paranggelung Arjuna. Jangan mengganggu
istriku Dewi Anggraini!” lanjut Prabu Ekalaya.
“Aku akan pergi dari Paranggelung dengan membawa Dewi
Anggraini!” sesumbar Arjuna.
“Tutup mulutmu!” Prabu Ekalaya langsung merentangkan
busurnya. Ia mencabut sebuah anak panah.
Hal yang sama juga dilakukan murid padepokan Sokalima.
Arjuna.
Kini kedua kesatria yang sedang berhadap-hadapan sudah
sama-sama mengangkat busurya. Sejurus kemudian, keduanya saling membidik ke arah lawan.
Prabu Ekalaya lebih cepat!
Belum sempat anak panah Arjuna melesat, senjata milik
raja Paranggelung mengenai tangan
kesatria Pandawa. Busur Indratanaya terpental. Darah segar mengucur dari
lengannya.
“Ekalaya, aku akan kembali lagi kesini untuk membawa Dewi
Anggraini!” sesumbar Arjuna sambil memacu kudanya meninggalkan taman
Paranggelung.
Murid kinasih Begawan Durna kembali ke padepokan
Sokalima.
~ BERSAMBUNG ~
(Heru Sang
Mahadewa)
Member
Of OneDayOnePostBaca cerita sebelumnya [ Disini ]
Cerita selanjutnya [ Disini ]
Catatan :
kisanak = anda
Jemparing = panah, memanah
sendika dhawuh = siap laksanakan
kinasih = kesayangan
Lole-lole, mbegegeg ugeg-ugeg, hemel-hemel, sadulit-dulita = kata latah Semar.
Lole-lole = wahai manusia
mbegegeg = diam
ugeg-ugeg = bergerak
hemel-hemel = mencari makan
sadulit-dulita = sedikit
Kalimat ini mengandung pesan moral "Wahai manusia, jangan hanya diam. Bergerak dan berusahalah mencari makan (nafkah), meskipun hasilnya sedikit tidak apa-apa."
Arjuna - foto dokumen pribadi |
Prabu Ekalaya (Palgunadi) - image google |
Arjuna nggak sopan, istri orang mau diambil aja..
BalasHapusArjuna nggak sopan, istri orang mau diambil aja..
BalasHapusBahkan jandanya Duryudana, setelah Bharatayuda berakhir "di lelesi" loh Lis =D
HapusKata latahnya Semar itu bahasa jawa kah mas??
BalasHapusWah ternyata Arjuna suka ngerebut istri orang ya.. baru tau aku.. selama ini brandingnya kan bagus terus..😂😂😂
Iya, itu bahasa Jawa mbk Sas.
HapusBranding bagus kan krn ketampanannya.
Ih arjuna, suka ama istri orang... kayak arjuna aku dong. Suka sama renata, istrinya Bima. Ah seru seru seru.. hihihihi
BalasHapusAyo lanjutin RENATA'nya mbk Vinny
HapusSuka,keren ceritanya.kayak baca cerpen
BalasHapusmatur suwun mbakyu
HapusHahaha. Arjuna mata keranjang hihi
BalasHapusHahaha ... penkluk dua puluh wanita Aa.
Hapuskurang Playboy gimana??
aiss, Arjuna. penakluk 20 wanita??
BalasHapusck ck ck ck,
aiss, Arjuna. penakluk 20 wanita??
BalasHapusck ck ck ck,
Hahaha ..
HapusBaca blognya Mas Heru kayak lagi didongengin hihi
BalasHapusKeren, Mas!